Usulan
Pemerintahan Utsmani Kepada Bani As Sa'di
Pasukan Spanyol mulai memasuki
wilayah-Wilayah Portugis; dan penguasa Portugis, Done Anthony, tidak mampu
melakukan perlawanan terhadap kekuatan tersebut, sehingga wilayah Portugis
dimasukkan ke dalam wilayah Spanyol pada tahun 988 H/ 1580 M.
Saat yang sama, Sultan Utsmani Murad III
mengusulkan pada pemerintahan Sa'di untuk melakukan kesepakatan aliansi militer
melawan Spanyol dengan cara memberikan bantuan berupa armada militer dan
pasukan perang. Untuk itu, Sultan mengirim dua surat pada bulan Rajab 988 H
/September 1580 M. Dalam surat tersebut disebutkan:
“Tatkala sampai ke telinga kami yang jernih
dan ke dalam perasaan kami yang bening, sebuah kabar tentang kejahatan Castilla
dan bahwa dia telah merampas hampir semua wilayah Portugis, atau hampir saja
menjadikan penduduk Portugis berada dalam belenggu dan rantai-rantai besi;
bahwa Spanyol telah menjadi penjahat dan musuh yang membahayakan bagi Anda,
maka antusiasme keislaman kami mulai bangkit... untuk menampakkan kecintaan
azali... untuk mengikat janji dan mengokohkan kembali, bahwa kedua pemerintahan
sama-sama saling menjaga dan kami akan gantungkan perjanjian itu di atas
Ka'bah. Maka jika ini selesai dan tuntas, kami akan segera mengirimkan 300
armada Utsmani dan pasukan yang kuat dari tentara Utsmani yang dengannya negeri
Andalusia akan bisa ditaklukkan.”
Setelah pemerintahan Utsmani stabil di
Tunisia, Qalj Ali memalingkan pandangan ke wilayah Maghrib (Tarikh AI-Jazair
AI-Hadits, Muhammad Khair Paris, hlm. 52.) dan segera melakukan usaha penyatuan
pandangan politik di negeri Maghrib yang Islami, dengan cara menjadikannya
sebagai bagian dari pemerintahan Utsmani; (Tarikh AI-jazair AI-Hadits,
Al-jallani, hlm.101.) khususnya setelah ada ketidakjelasan sikap Maula Ahmad
Al-Manshur, penguasa terakhir dari pemerintahan Maghrib. Saat itulah datang
maklumat kepada Qalj Ali, pimpinan armada Utsmani, untuk segera menuju Maghrib
dan menjadikannya sebagai bagian dari pemerintahan Utsmani. Maka sampailah Qalj
Ali ke Aljazair pada bulan Jumadil Akhir tahun 989 H/Juni 1581 M. Saat itu
Al-Manshur dengan kekuatannya berada di dekat sungai Tansifat.
Al-Manshur mengirim utusan khusus ke
Istanbul.
Sultan Utsmani segera memerintahkan Qalj Ali
(AI-Maghrib fi 'Ahd Al-Daulah AI-Sa'diyyah, hlm.112.) dan wakilnya ja'far Pasya
untuk tidak melanjutkan rencana di Maghrib dan hendaknya mereka segera
berangkat ke wilayah Timur. Sebab pada saat itu terjadi gejolak di Hijaz. Maka
Qalj Ali terpaksa harus menarik ambisinya untuk menaklukkan kembali Andalusia
setelah disatukannya wilayah Maghrib. (Tarikh AI-jazair AI-Hadits, Al-jallani.
hlm.97.)
Beberapa utusan datang silih berganti antara
Astana dan Fas. Delegasi Ahmad bin Wuddah, Asy-Syazhami, dan Abul Hasan Ali bin
Muhammad AtTamkaruti datang pada tahun 997-999 H/1588-1590 M. Pada tahun 998 H/
1589 M, Ahmad Al-Manshur menerima utusan khusus pemerintahan Utsmani. Namun
keinginan Sultan tidak bisa terealisasikan dalam usaha membangun aliansi dengan
pemerintahan Sa'di untuk mengambil kembali Andalusia. Ketidakberhasilan ini
disebabkan, pemerintahan Utsmani sedang sibuk berperang menghadapi orang-orang
Syi'ah Safawid dan Hubsberg di Eropa tengah. Selain itu juga pemerintahan
Utsmani memiliki kewajiban untuk melindungi tempat-tempat suci umat Islam di
Hijaz dan membangun keamanan di sana. (Bidayah Al-Hukm Al-Maghribi Bi As-Sudan,
hlm.97.)
Jihad
Penguasa Aljazair dan Perubahan Kondisi
Pada tahun 990 H/ 1582 M penguasa Aljazair
menyiapkan armadanya untuk menyerang Spanyol di wilayah mereka sendiri. Maka
pasukan mujahidin segera mendarat di Barcelona. Di tempat itu kaum mujahidin
melakukan pengrusakan sarana musuh. Kemudian mereka menyeberangi selat
Gibraltar (jabal Thariq) dan menyerang kepulauan Kanari yang diduduki Spanyol.
Kaum mujahidin mampu menghancurkan markas-markas militer musuh dan berhasil
menjadikan apa yang ada di dalamnya sebagai rampasan perang. Yang perlu diingat
adalah, bahwa kepergian pasukan mujahidin ke Andalusia bukan semata-mata untuk
menghancurkan pasukan Spanyol atau merusak kekuatan mereka. Tujuan paling
penting dari semua itu adalah menolong kaum muslimin Andalusia dari penderitaan
yang menimpa mereka. Pada saat penyerangan itu, kaum mujahidin tidak jarang
harus terlibat perang yang begitu menggetarkan, sengit, bahkan kadang harus
menerima kekalahan. (AI-jazair Wal HamaIat Al-Shalibiyyah, hlm. 59.)
Perlakuan lnkisyariyah (salah satu pasukan
khusus Utsmani) semakin hari semakin berlebihan terhadap penduduk Aljazair,
ketika pasukan marinir sedang bergerak untuk berjihad dalam skala yang luas. (Tarikh
AI-jazair AI-Hadits, hlm. 59.) Oleh sebab itulah, maka Hasan Fanazayanu yang
saat itu sedang berlayar di lautan segera pulang kembali ke Aljazair setelah
mendengar kekisruhan yang terjadi di kalangan tentara. Maka dia pun naik
kembali sebagai penguasa Aljazair untuk kedua kalinya. Dia mewajibkan pada
rakyatnya untuk mentaatinya pada bulan Rabiul Awal tahun 991 H / April 1583 M.
Penobatannya ini tidak mendapat penentangan dari pemerintahan Utsmani, karena
dia dianggap memiliki kecerdasan yang cukup untuk meredakan ketegangan dan
memadamkan semua api fitnah, serta dianggap mampu untuk menstabilkan kembali
Aljazair.
Maka Hasan Fanazayanu segera memimpin
pemerintahan sesuai yang dibebankan padanya dengan penuh gairah dan tekad
bulat. Di mana dia tidak membiarkan pucuk pimpinan armada Utsmani di Aljazair
diserahkan kepada orang lain. Pada masa pemerintahanannya, banyak didapatkan
harta rampasan yang dihasilkan oleh kapal-kapal perang yang berada di pesisir
Spanyol dan kepulauan yang berada di sebelah timur. Di zamannya ini banyak
musuh yang ditawan dan banyak harta yang menjadi rampasan perang.
Pada tahun 992 H / 1584 M Hasan Fanazayanu
bergerak dengan pasukannya ke wilayah Valencia. Dia membawa sejumlah besar kaum
muslimin Andalusia yang dibebaskan dari kejahatan Spanyol. Pada tahun
berikutnya, dia juga mampu menyelamatkan semua penduduk Calosa yang kemudian
dia bawa ke Aljazair. Pada tahun selanjutrnya, Murad Rayis melakukan serangan
ke Lautan Atlantik dan menyerang kepulauan Kanari. Di tempat itu dia berhasil
mengambil rampasan perang dalam jumlah sangat banyak, di antaranya adalah
isteri penguasa wilayah tersebut. Hasan Fanazayanu tetap menjadi penguasa Utsmani
di Aljazair hingga akhirnya dia dipanggil Sultan Utsmani ke Istanbul untuk
menjadi panglima laut Utsmani, setelah meninggalnya Qalj Ali pada tahun 995
H/1578 M. (Tarikh AI-'Aam, Al-Jailani, 3 / 102-103.)
Berakhirnya
Sistem Otonomi Luas di Aljazair
Dengan wafatnya Qalj Ali, maka berakhir
pulalah sistem otonomi luas yang ada di Aljazair. Di mana sebelumnya penguasa
Aljazair memiliki otoritas yang begitu luas dan pengaruh yang kuat. Sebagai
gantinya, maka diberlakukan sistem Pasya sebagaimana yang ada di Tunisia dan
Tripoli. (Harb Al-Tsalatsah Mi‘ah Sanah, hlm. 410 H.) Perubahan ini
diinterpretasikan sebagai munculnya kekhawatiran pemerintahan Utsmani akan
kemungkinan Aljazair memerdekakan diri, setelah kekuatannya semakin kuat, dan
semakin melemahnya kekuatan laut pasukan Utsmani.
Sedangkan Pasya adalah pejabat yang dikirim
pemerintahan Utsmani untuk memegang kekuasan selama tiga tahun, di mana
sebenarnya dia tidak memiliki sandaran kuat dan dukungan lokal di antara
wilayah yang menjadi kekuasaannya. (Al-Maghrib At-'Ambi, 'Aqqad, hlm. 28.)
Pasya yang memerintah baik di Tunisia, Tripoli, dan Aljazair adalah Wakil Sultan
dan memiliki wewenang mengambil kebijakan, karena jauhnya jarak antara wilayah
yang menjadi kekuasaan dengan ibukota Istanbul.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah
tahun 997 H/ 1588 M yang berkaitan dengan perwakilan Sultan Utsmani di tiga
wilayah, Tripoli, Tunisia, dan Aljazair, memberikan manfaat besar bagi kekuatan
pasukan dan tentara mariner. Namun sangat merugikan otoritas para Pasya. Namun
karakter hubungan kekuasaan di dalam satu wilayah dan hegemoni kekuasaan
pemerintahan Utsmani yang sering menjatuhkan sanksi, telah memberikan jaminan
terealisasinya tujuan-tujuan politik pemerintahan Utsmani. ltu terbukti dengan
selalu disebutkannya Sultan Utsmani di mimbar-mimbar khutbah jum'at,
diterimanya setoran tahunan, peran serta mereka dalam perang yang terjadi
antara pemerintahan Utsmani dengan pihak lain, serta penerimaan Pasya yang
datang dari Astana sebagai representasi utama Sultan. Ini merupakan simbol
kekuasaan resmi pemerintahan Utsmani. (Juhud Al-Utsmaniyyin, hlm. 477.)
Demikianlah perubahan yang terjadi dalam
kebijakan pemerintahan Utsmani terhadap Afrika Utara setelah terjadinya
peristiwa perang Lepanto pada tahun 978 H/ 1571 M. Setelah sebelumnya wilayah
Afrika Utara berada di bawah otoritas sistem otonomi luas yang berpusat
Aljazair, kini kawasan itu terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu Tripoli,
Tunisia, dan Aljazair. Aljazair menjadi Wilayah yang tidak istimewa dan menjadi
wilayah seperti wilayah-wilayah Utsmani lainnya. Sikap pemerintahan Sa'di,
perbuatan onar pasukan lnkisyariyah, serta pemberontakan yang muncul di wilayah
Timur, dll. merupakan sebab-sebab lemahnya keinginan kuat pemerintahan Utsmani
untuk mengambil alih kembali Andalusia.
Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof.
Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----