Kepemilikan
persenjataan dahsyat di tangan orang-orang kafir tidak akan memberi manfaat
bagi umat manusia, namun justru akan membahayakan mereka, karena bisa menjadi
sarana untuk menindas, menghinakan, dan menghancurkan umat manusia. Sementara,
jika penguasaan senjata itu berada di tangan orang-orang yang memiliki
sifat-sifat yang membuat mereka memenuhi persyaratan sebagai pemelihara umat
manusia –seperti kaum Muslim yang mempunyai dîn dan petunjuk yang haq–niscaya
persenjataan itu akan mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi umat manusia, baik
di dunia maupun di akhirat. Allah Swt berfirman:
“Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (TQS. Ali
Imran [3]: 110)
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang
itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)
Penguasaan
kekuatan militer yang dahsyat oleh kaum Muslim dimaksudkan untuk menjadi sarana
yang efektif untuk mencegah terjadinya perlawanan. Jadi, bila kaum Muslim
diizinkan Allah Swt memiliki dan mengembangkan kekuatan militer yang hebat,
maka hal itu akan menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan Islam kepada
umat manusia dengan sesedikit mungkin atau bahkan tanpa perlawanan. Selain itu,
keperkasaan militer juga menjadi sarana untuk melindungi Islam dan mencegah
munculnya musuh-musuh Islam. Sedikitnya perlawanan berarti jarangnya terjadi
pertumpahan darah. Tentara Islam tidak akan banyak menemui perlawanan, sehingga
Islam dapat diimplementasikan di tengah-tengah umat manusia. Dengan demikian
mereka menjadi bagian yang tak terpisahkan dari negara Khilafah, sehingga
mereka berkesempatan menikmati makna keadilan yang sejati, dan diarahkan untuk
masuk Islam tanpa paksaan atau kekerasan. Selain itu, perlawanan terhadap kaum
Muslim juga akan sangat terbatas, karena perlindungan dari angkatan perang negara
Khilafah akan mampu menghentikannya.
Allah
Swt berfirman:
“Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang agar kamu menggentarkan musuh
Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya;
sedang Allah mengetahuinya.” (TQS. al-Anfal [8]: 60)
Ayat
diatas mengandung ‘illat syar’i bagi kewajiban untuk mempersiapkan kuda-kuda
(perang). ‘Illat-nya adalah untuk ‘melontarkan rasa takut di hati musuh
kalian’. Aturan syari’at muncul di sekitar ‘illat syar’i dan timbul untuk
memenuhi ‘illat syar’i. Dalam konteks zaman modern, mempersiapkan kuda-kuda
tidak akan menghasilkan rasa takut di hati siapapun, sehingga ‘illat syar’i
tidak dapat dipenuhi. ‘Illat syar’i tersebut baru dapat dipenuhi dengan
persiapan perlengkapan militer yang standar pada masa sekarang, dan bukan
dengan perlengkapan militer standar masa lalu. Dan ini menjadi hukum syar’i.
“Ta'at dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih
baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak
menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya
yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)
Dengan
demikian, kaum Muslim diperintahkan Allah Swt untuk terjun ke dalam kancah
peperangan dengan persiapan material yang mencukupi. Dan Allah Swt menjadikan
persiapan material tersebut sebagai sebuah persyaratan.
Bila
kaum Muslim tidak sekadar mendemonstrasikan keinginan ideologis, tetapi juga
menunjukkan keperkasaan kekuatan militernya, maka jelas akan menyebabkan setiap
musuh di segala medan pertempuran akan merasa gentar menghadapi kaum Muslim.
Rasa gentar ini akan tersebar luas kepada musuh-musuh yang nyata maupun
musuh-musuh potensial, sehingga dapat menjadi sarana yang efektif untuk
mencegah kemunculan pihak-pihak yang hendak melakukan makar terhadap kaum
Muslim.
“Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani
Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng
mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebahagian mereka
kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan” (QS. Al
Ahzab: 26)
Adalah
Rasulullah Saw. yang pernah mendemonstrasikan kekuatan militer ini ketika
berhadapan dengan pihak-pihak yang memusuhi dakwah Islam. Menjelang Perang
Tabuk melawan Kekaisaran Romawi –negara adidaya pada waktu itu– Rasulullah Saw.
mempertontonkan kekuatan militer pasukan negara Islam dengan cara berparade
keliling Kota Madinah sebelum berangkat ke Tabuk. Hal ini dilakukan untuk
menunjukkan kemampuan operasional pasukan perang dan juga untuk
mendemonstrasikan keinginan untuk menggunakan kekuatan militer tersebut. Dalam
hal ini Rasulullah Saw. bersabda:
“Aku
dimenangkan dengan rasa takut (yang dialami pasukan musuh) sepanjang satu bulan
perjalanan.” (HR Bukhari)
Selain
itu, persetujuan juga diberikan Rasulullah Saw. ketika beliau Saw. melihat
sahabat Abu Dujanah mengenakan ikat kepala merah dan berjalan tegak disertai
lagak jagoan di hadapan musuh untuk memperlihatkan keperkasaan militernya.
Ketika itu Rasulullah Saw. bersabda:
“Allah
membenci cara berjalan seperti itu, kecuali dalam keadaan seperti saat ini
(perang).”
Diriwayatkan
pula bahwa pada saat Idul Fitri, Muawiyah membawa seluruh pasukan negara
Khilafah untuk berparade di hadapan kaum Muslim dan bangsa-bangsa lain yang
melihat kejadian itu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah", terjemah al-Qur'an