Terorisme sebagai
sebuah proyek bukanlah omong kosong. Kita tahu perang melawan terorisme dalam
konteks internasional adalah proyek besar Amerika Serikat dalam politik luar
negerinya. Perang melawan terorisme ini tidak lain dirancang untuk kepentingan
Amerika. Global War on Terrorism (GWOT)
ini menjadi alat politik luar negeri Amerika untuk mengintervensi berbagai
kawasan dunia. Dalam praktiknya GWOT penuh dengan konspirasi, rekayasa,
propaganda, dan operasi-operasi intelijen yang jahat dan mengorbankan rakyat.
Dengan dalih GWOT ini,
Amerika menyerang dan menduduki negeri-negeri lslam. Yang jelas korbannya
adalah umat Islam.
GWOT juga telah
menjadi alat politik untuk menyerang Islam dan umat Islam yang menyuarakan
aspirasi mereka, tuntutan penegakan syariah Islam dan khilafah. Mereka ini pun
jadi sasaran kriminalisasi dan dituding radikal.
GWOT ini juga telah
menjadi alat pencitraan Amerika untuk mengalihkan isu siapa teroris dunia
sebenarnya. Menutupi kejahatan terorismenya dengan menuding pelaku utama
terorisme adalah umat Islam. Lihatlah bagaimana umat Islam di Palestina pun
dituduh sebagai teroris.
Demikian pula perang
melawan terorisme ini telah menjadi legitimasi buat Amerika untuk membunuh
secara sadis jutaan kaum Muslimin. Dengan proyek ini Amerika berharap bisa
menjadikan umat Islam sebagai kambing hitam dari kekacauan dunia, padahal
Amerikalah 'mbah'nya terorisme.
Kalau aksi terorisme
di negeri ini adalah bagian dari GWOT ala
Amerika, berarti penguasa negeri ini telah melakukan kejahatan yang besar
dengan mengorbankan rakyatnya sendiri. Kita tidak berharap perang melawan
terorisme menjadi proyek yang dipelihara dan dibiarkan.
Terorisme yang
membunuh rakyat yang tak berdosa harus diberantas. Adalah sebuah kejahatan
besar yang dilakukan rezim ini kalau terlibat dalam 'pabrikasi' dan pembiaran
terorisme ini dengan mengorbankan masyarakat. Kita bukan menuduh hal ini pasti
telah dilakukan, tapi kita berharap tidak terjadi hal ini.
Karenanya, seperti
yang dikatakan juru bicara HTI dalam pernyataan persnya adalah sangat tepat,
kita wajib menolak mengaitkan peristiwa itu dengan kepentingan untuk segera
melakukan pengesahan RUU Terorisme. Sebab, cukup banyak pasal-pasal dalam RUU
tersebut sangat potensial akan menimbulkan kemudharatan
bagi rakyat, khususnya umat Islam.
Kita harus menolak
usaha mengaitkan peristiwa itu dengan organisasi atau kelompok dakwah yang ada.
Jangan sampai peristiwa ini menjadi jalan bagi penguasa bertindak represif atau
berbuat zhalim.
Kita ingatkan lagi,
upaya pengaitan terorisme dengan ajaran khilafah Islam adalah kejahatan. Karena
hal itu merupakan upaya kriminalisasi dan monsterisasi ajaran khilafah yang
merupakan bagian dari syariah Islam.
Bagaimana mungkin
Muslim menganggap ajaran khilafah yang bersumber dari Allah SWT, yang akan
menerapkan seluruh syariah Islam yang rahmatan
lil 'alamin, yang akan mempersatukan umat, yang akan melindungi Islam
dan kaum muslimin dianggap sebagai suatu perkara yang buruk.
Sama jahatnya dengan
melakukan fitnah dan kriminalisasi terhadap umat Islam, kelompok Islam yang
memperjuangkan khilafah yang justru akan menyelamatkan negeri ini. Padahal
jelas-jelas kelompok Islam tersebut tidak menggunakan jalan kekerasan dalam
meraih tujuannya. Kita berharap tidak terjadi isu-isu terorisme sebagai proyek
terorisme yang ditujukan untuk menutupi kegagalan rezim sekarang dan
mengalihkan isu seperti yang diduga oleh beberapa pihak.
Kita tidak berharap
kasus terorisme diadakan untuk membangun citra sebagai rezim yang berhasil dan
kuat membendung apa yang dikatakan sebagai radikalisme dengan cara mengorbankan
rakyatnya sendiri. Apalagi kalau untuk kemenangan pemilu dan mendapatkan dana
segar dari luar negeri.
Walhasil, sudah
seharusnya umat Islam tetap teguh, sabar dan istiqamah dalam perjuangan
menegakkan syariah dan khilafah dengan cara atau metode yang benar sebagaimana
dicontohkan oleh Baginda Rasulullah SAW. Tidak gentar terhadap setiap
tantangan, hambatan dan ancaman hingga cita-cita mulia itu benar-benar tegak. Allahu Akbar!
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 220