radikalisme dan
terorisme telah lama dipropagandakan dan ditudingkan kepada kelompok-kelompok
Islam yang dianggap berseberangan dengan kepentingan negara-negara penjajah
Barat kafir, termasuk kepentingan status quo penguasa boneka penjajah. Kedua
istilah ini terus-menerus dinyanyikan tanpa henti dengan maksud untuk
menggiring umat agar membenci agamanya; membenci syariah, Khilafah dan jihad
yang justru menjadi bagian tak terpisahkan dari agama Islam; termasuk membenci
para pejuangnya.
Sudah sejak lama,
upaya memisahkan Islam dengan politik dilakukan secara sistematis dan gencar.
Berbagai argumentasi disampaikan. Agama itu suci, sementara politik itu kotor.
Kalau politik dikaitkan dengan agama, itu akan mengotori agama. Demikian kata mereka.
Ada juga yang mengatakan, Islam bukanlah agama politik, tetapi agama ibadah dan
akhlak.
Sekali lagi kita perlu
menegaskan bahwa Islam dan politik tidak bisa dipisahkan. Islam adalah agama syâmil (menyeluruh) yang mengatur berbagai
aspek kehidupan. Syariah Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah ritual,
moralitas (akhlak), ataupun persoalan-persoalan individual. Syariah Islam juga
mengatur mu’âmalah seperti politik,
ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, dsb. Islam pun mengatur masalah ‘uqûbah (sanksi) maupun bayyinah (pembuktian) dalam pengadilan Islam. Bukti dari semua
ini bisa kita lihat dalam kitab-kitab fikih para ulama terkemuka yang membahas
perbagai persoalan mulai dari thaharah
(bersuci) hingga Imamah/Khilafah (kepemimpinan politik Islam).
Propaganda radikalisme
dan terorisme yang ditudingkan kepada kelompok Islam yang terus dipropagandakan
oleh Barat penjajah kafir dan para anteknya bertujuan antara lain: Pertama, menjauhkan umat Islam dari
keterikatan dengan dengan agamanya yang paripurna. Kedua, melemahkan ghirah
umat Islam untuk memperjuangkan agamanya, terutama dalam konteks penerapan
syariah secara kâffah dalam institusi
Khilafah. Ketiga, mengadu domba
antarumat Islam; radikal vs moderat. Keempat,
mencegah kebangkitan umat Islam yang dikhawatirkan dapat mengancam segala
kepentingan negara-negara penjajah Barat kafir. Barat kafir penjajah tentu amat
khawatir jika dominasi dan hegemoninya atas negeri-negeri Islam berakhir akibat
bangkitnya kaum Muslim.
Dalam al-Quran, Allah
SWT, bukan hanya mewajibkan shaum Ramadhan, kutiba
‘alaykum ash-shiyâm (QS al-Baqarah [2]: 183), tetapi juga mewajibkan
hukum qishâsh dalam perkara pembunuhan, kutiba ‘alaykum al-qishâsh (QS al-Baqarah [2]:
78). Di dalam QS al-Baqarah [2]: 216 Allah SWT pun mewajibkan perang (jihad)
dengan firman-Nya: kutiba ‘alaykum al-qitâl.
Menurut para mufassir, semua frasa kutiba
‘alaykum dalam ayat-ayat tersebut memberikan makna furidha ‘alaykum.
Al-Quran juga tak
hanya membahas shalat, aqim ash-shalah
(QS al-Baqarah [2]: 43), tetapi juga bicara ekonomi saat menghalalkan
perdagangan dan mengharamkan riba (QS al-Baqarah [2]: 275], juga mewajibkan
pendistribusian harta secara adil di tengah masyarakat (QS al-Hasyr [59]: 7).
karakter pemerintahan
dalam sistem kapitalisme, yang menjadikan pemerintah berada di bawah
bayang-bayang para pemilik modal
Islam dan politik
tidak dipisahkan. Tampak jelas peran Rasulullah saw. sebagai kepala negara,
sebagai qâdhî (hakim) dan panglima
perang. Rasul saw. pun mengatur keuangan Baitul Mal, mengirim misi-misi
diplomatik ke luar negeri untuk dakwah Islam, termasuk menerima
delegasi-delegasi diplomatik dari para penguasa di sekitar Madinah.
umat harus selalu
waspada atas berbagai propaganda busuk yang ditujukan kepada kelompok-kelompok
Islam yang memperjuangkan syariah dan Khilafah Islam. Sebab, jika umat termakan
propaganda mereka, alamat umat Islam akan terus berada dalam dominasi dan hegemoni
Barat kafir penjajah.
Imam al-Ghazali dalam
kitabnya, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd, “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar…Agama
adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang
tidak punya pondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang tidak memiliki
penjaga niscaya akan musnah.”
Senada dengan itu,
Ibnu Taymiyah menegaskan, “Jika kekuasaan
terpisah dari agama atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan
manusia akan rusak.” (Ibnu Taimiyah, Majmû’
al-Fatawa, XXVIII/394).
Maraknya penyebaran
opini negatif tentang Islam di tengah-tengah masyarakat yang disebarkan melalui
berbagai media massa telah menyebabkan keresahan bagi umat. Tidak cukup bagi
kaum kafir yang memusuhi Islam untuk berusaha melemahkan bahkan merendahkan kaum
Muslim dengan kata-kata saja. Lebih dari itu, mereka tak segan untuk melakukan
berbagai tindak penghinaan dan penganiayaan terhadap umat Islam. Mereka
senantiasa berpikir bagaimana membuat makar dengan berbagai macam cara untuk
menghancurkan Islam sampai binasa. Beginilah gambaran ketakutan (sikap phobia)
kaum kafir terhadap tanda-tanda kebangkitan Islam di tengah-tengah umat.
Isu terorisme terbukti
mandul untuk menjerat aktivis Islam. Pasalnya, aktivis dakwah Islam memang anti
terorisme dan tak pernah melakukan aksi terorisme. Karena itu saat ini sedang
diupayakan untuk menjerat aktivis Islam dengan isu lain, yaitu isu radikalisme.
Tentu, tidak ada alasan logis menjerat aktivis Islam dengan isu radikalisme.
Sebab, Islam jelas menolak radikalisme. Namun, istilah ini memungkinkan untuk
ditarik-tarik dan ditafsirkan secara sembarangan oleh kelompok status quo demi
kepentingan mereka. Mereka akan berupaya untuk mencari justifikasi bahwa para
aktivis Islam adalah penganut radikalisme.
Hal tersebut adalah
bagian dari reaksi yang muncul karena massifnya perjuangan penegakan Islam saat
ini. Perjuangan tersebut akan senantiasa ada dan diemban oleh pribadi-pribadi
yang mukhlish. Mereka berjuang sampai
datangnya kemenangan atau sampai nyawa terlepas dari jasadnya. Inilah
perjuangan yang penuh dengan kemuliaan, yaitu perjuangan dalam rangka
mengembalikan perisai dan pelindung umat Islam, yakni Khilafah. Umat Islam akan
selamanya tidak terjaga tanpa keberadaan Khilafah.
dengan sistem politik
demokrasi, ternyata negara hanya menjadi lembaga tempat para pemuja nafsu
memuaskan semua ambisinya. Mereka tak segan merancang berbagai aturan untuk
menguras kekayaan milik rakyat. Sebagai antisipasi, mereka juga menyusun
berbagai aturan untuk menghabisi siapa saja yang berani protes atau bersikap
kritis. Berbagai badan dan lembaga dibuat sekadar untuk melindungi keserakahan
mereka.
Berbagai istilah
mereka ciptakan untuk monsterisasi pihak-pihak yang melakukan perubahan.
Istilah terorisme digunakan sebagai
dalih untuk membunuh secara legal siapa saja yang dianggap mengganggu mereka.
Siapa saja yang sudah dicap teroris, tak ada lagi ampun apalagi argumentasi.
Mereka akan di-dor tanpa babibu. Jika terorisme masih tak cukup,
digunakan monster baru yang tak kalah mengerikan, yaitu radikalisme.
Sekaranglah saatnya
untuk saling mau mengerti; saatnya untuk menyatukan pikiran dan hati, bergerak
menyamakan langkah menyongsong kemenangan hakiki; saatnya berjuang seperti yang
pernah Rasul saw. contohkan, yakni dengan pemikiran, bukan kekerasan. Dengan
begitu akan terbukti bahwa Islam adalah kebenaran mutlak dan pasti akan menang
sebagaimana yang telah Allah SWT janjikan. Allah SWT berfirman (yang artinya) Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah
dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, sementara Allah tidak menghendaki selain
menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai (TQS
at-Taubah [9]:32).
Bertolak belakang
dengan sekularisme, Islam mendorong adanya penyatuan nilai-nilai spiritualitas
dengan politik. Politik adalah bagian dari Islam. Bahkan politik adalah nilai
luhur dari manusia karena merupakan ri’âyah
su’ûn al-‘ummah (pengaturan urusan umat).
Namun, karena bertolak
dari tradisi Barat yang sekular, penyatuan ini dianggap sebagai bentuk
radikalisme. Pasalnya, dalam pandangan Barat, tidak semestinya urusan politik
yang kotor dicampuradukkan dengan agama yang suci.
Kelompok liberal
adalah kelompok yang pro Amerika dan menyebarkan nilai-nilai Barat. Dalam
menyebarkan ideologi Kapitalisme, AS menggunakan strategi dengan mendukung
jaringan Muslim moderat dan liberal di satu sisi, dan menghancurkan apa yang
mereka sebut sebagai Islam radikal di sisi lain. Tentu, radikal yang mereka
definisikan sendiri sedemikian rupa sehingga berkonotasi negatif.
Kezaliman
neoliberalisme dan neoimperialisme di berbagai belahan dunia ini telah nyata.
Satu-satunya yang dipandang memberikan ancaman bagi Barat adalah Islam yang
diterapkan dalam kehidupan. Itulah syariah dan Khilafah. Mereka meyakini
Khilafah akan tegak. Sebut saja, NIC (National Inteligent Council/Dewan
Intelijen Nasional) menulis dalam laporannya tahun 2004, The Global Future Mapping 2020, bahwa bakal
berdiri The New Islamic Chaliphate
(Khalifah Islam yang baru) sebagai salah satu kekuatan dunia pada 2020. “Berdirinya kembali Khalifah Islam, sebuah
pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan
nilai-nilai global Barat,” tulisnya.
Dengan demikian,
syariah dan Khilafah dianggap membahayakan Barat. Sebab, dengan syariah dan
Khilafah umat Islam bersatu. Nilai-nilai Barat akan diganti dengan nilai-nilai
Islam. Barat diambang kebangkrutan.
kini istilah radikal
menjadi kata-kata politik (political words)
yang cenderung multitafsir, bias, dan sering digunakan sebagai alat penyesatan
atau stigma negatif lawan politik. Seperti penggunaan istilah “Islam radikal”
yang sering dikaitkan dengan terorisme, penggunaan kekerasan untuk mencapai
tujuan, skriptualis (hanya merujuk pada teks) dalam menafsirkan agama, menolak
pluralitas (keberagamaan) dan julukan-julukan yang dimaksudkan untuk memberikan
kesan buruk.
Istilah radikal kemudian menjadi alat propaganda yang
digunakan untuk kelompok atau negara yang berseberangan dengan ideologi dan
kepentingan Barat. Julukan “Islam radikal” kemudian digunakan secara sistematis
untuk menyebut pihak-pihak yang menentang sistem ideologi Barat (Kapitalisme,
Sekulerisme, dan Demokrasi), ingin memperjuangkan syariah Islam, Khilafah
Islam, menginginkan eliminasi Negara Yahudi dan melakukan jihad melawan Barat.
Karena itu tidak aneh
jika Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya, Dr. Imran Mawardi MA, mengatakan, istilah
radikalisme sengaja dibuat oleh Barat
untuk menghancurkan umat Islam.