Page

Keteguhan pada ideologi Islam

 

Keteguhan mereka (partai Islam ideologis) pada ideologi (Islam) akan mengembali­kan kepercayaan umat. Mereka harus berhati-hati agar tidak menyalahi ideologi (Islam) dan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip (mutiara) ideologi (Islam) walau sehelai rambut. Karena ideologi (Islam) adalah kehidupan (nyawa) partai, ideologi (Islam)lah yang menjamin kelestarian partai. Untuk menjaga diri dari situasi genting ini dan untuk menghindarikan bahaya ini hendaklah partai (dakwah ideologi Islam) bersungguh-sungguh "memberi minum" umat dengan ideologi (Islam)nya, menjaga kejelasan fikrah (pemikiran) dan pemahamannya, dan berusaha untuk menjaga kelestarian fikrah (pemikiran) dan pemahamannya yang telah tertancap di dalam umat. Hal ini dimungkinkan dengan mela­kukan pembinaan secara cepat, memperhatikan tatsqif jamaiy lebih besar, lebih bersungguh-sungguh dalam mengungkapkan rencana kafir penjajah secara mendalam, selalu memperhatikan umat dan kemaslahatannya, melebur umat dengan ideologi (Islam) dan partai (politik ideologi Islam) secara sempurna, dan selalu meneliti pemikiran partai dan pemahamannya agar tetap bersih. Semuanya itu harus dilakukan dengan segenap kemampuan yang ada, berapapun kesungguhan dan usaha yang harus dilakukan. 

Adapun bahaya 'kelas' adalah suatu bahaya yang mungkin menimpa para aktivis partai, bukan pada umat. Itu adalah karena ketika partai (dakwah ideologi Islam) menjadi wakil umat atau mayoritas umat, ia mempunyai tempat terhormat, posisi terpandang di kalangan umat dan pengagungan yang sempurna dari umat, khususnya dari semua orang.

Hal ini kadangkala menghembuskaan tipuan dalam jiwa mereka maka aktivis partai merasa bahwa mereka lebih tinggi dari umat dan bahwa yang mereka pentingkan adalah kepemimpinan dan kepentingan umat adalah bahwa mereka dipim­pin (perlu dipimpin). Maka pada saat itu mereka meninggikan/ menyombongkan diri atas individu-individu umat atau sebagian dari mereka, tanpa melihat bahayanya. Apabila hal ini berulang-ulang maka umat merasa bahwa partai (dakwah ideologi Islam) adalah suatu kelas lain dan aktivis partai pun merasakan semua itu. Munculnya hal ini adalah awal kehancuran partai karena itu akan melemahkan semangat partai untuk mempercayai orang-orang kebanyakan dari umat dan melemahkan kepercayaan dari kelompok umat itu terhadap partai. Maka pada saat itu umat mulai berpaling dari partai.

Apabila umat telah berpaling dari partai, berarti partai telah hancur, dan ini membutuhkan usaha yang berlipat ganda untuk mengembalikan kepercayaan umat sampai kepercayaan itu kembali. Oleh karena itu hendaklah para aktivis partai bersikap seperti individu-individu umat kebanyakan, dan agar mereka tak merasa kecuali bahwa mereka adalah pelayan umat, dan bahwa tugas mereka adalah melayani umat. Sebab, hal itu akan memberi mereka kekuatan dan keuntungan besar lainnya, bukan hanya dengan terpeliharanya kepercayaan mayoritas umat pada mereka, tapi juga sangat bermanfaat bagi mereka pada marhalah (tahapan) ketiga, ketika menguasai pemerintahan (menerapkan sistem Khilafah), untuk menerapkan ideologi (Islam). Maka pada saat itu --sebagai penguasa (Khilafah)-- mereka menjadi pelayan umat, sehingga mudah bagi mereka menerapkan ideologi (Islam).

Bacaan: Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI

Partai mendidik dan membina masyarakat


 

4.    Partai Islam ideologis mendidik dan membina jamaah (masyarakat)nya sebagai sebuah jamaah (masyarakat), tanpa memandang individunya, dan tidak meman­dang individu-individunya sebagai individu-individu tertentu, tetapi ia memandang individu-individunya sebagai bagian dari jamaah (masyarakat). Maka ia mendidik mereka secara jamaah (masyarakat) untuk memperbaiki bagian-bagian jamaah (masyarakat), bukan atas keindividualan mereka. Oleh sebab itu hasilnya bersifat jamaah (masyarakat), bukan individual (orang perorang). Jika kita misalkan sebuah komunitas di suatu wilayah berpenduduk satu juta orang dan di sana terdapat anggota partai 100 orang, maka dia mampu mencetuskan sebuah kebangkitan sedangkan sekolah-sekolah tidak dapat berbuat serupa sekalipun dengan menggerakkan segenap kesungguhan dan dalam waktu yang lama dan telah menelorkan banyak alumnus.
5.    Sekolah mempersiapkan individu supaya berpengaruh dalam komunitas tempat hidupnya. Individu tersebut tak akan berpengaruh kecuali secara parsial (hanya pada bidang ilmunya). Sebab ia hanya menguasai bagian tertentu dari kebutuhan masyarakat, yang sedikit pengaruhnya dalam membangkitkan pemikiran.
6.    partai mempersiapkan komunitas untuk mempengaruhi individu. Jamaah (masyarakat) mampu berpengaruh secara menyeluruh, karena perasannya kuat, waspada dan mampu membangun pemikiran. Oleh karena itu pengaruhnya terhadap individu-individunya kuat, dan dia mampu membangkit­kan mereka dengan sedikit usaha dalam waktu lebih singkat, sebab yang membangkitkan pemikiran itu adalah perasan dan interaksi keduanya melahirkan ke­bangkitan.
7.    Dari keterangan-keterangan di atas dapat disimpulkan 3 perbedan antara partai dan sekolah, yaitu;

a.    Sekolah bersifat rutin tak mampu membentuk masyar­akat , sementara partai berkembang tidak menjalani suatu (mekanisme) rutin, dan mampu membentuk masyarakat dengan suasana keimanannya.
b.    Sekolah mendidik seseorang supaya berpengaruh di tengah jamaah (masyarakat), maka hasilnya bersifat individual. Sementara partai mendidik jamaah (masyarakat) untuk mempengaru­hi individu-individu sehingga hasilnya bersifat jamaah (masyarakat).
c.    Sekolah mempersiapkan perasaan pada individu, untuk mempengaruhi perasan jamaah (masyarakat) maka ia tak mampu mempengaruhi jamaah (masyarakat) dan membangkitkan pemikiran jamaah (masyarakat). Sementara partai mempersiapkan segala sesuatu yang bersifat perasaan dalam jamaah (masyarakat) untuk mempengaruhi perasaan individunya. Maka ia mampu mempengaruhi jamaah (masyarakat) dan mampu pula membang­kitkan pemikiran-pemikiran mereka secara sempurna.

12.    Pada marhalah (tahapan) ini haruslah tetap disadari bahwa masyara­kat secara keseluruhannya adalah sebuah sekolah besar bagi partai. Juga harus tetap disadari bahwa terdapat perbedaan yang besar antara sekolah dan partai dalam halaqoh tsaqofiyahnya (pembinaannya).
Adapun anggapan bahwa masyarakat adalah sekolah bagi partai, adalah karena pekerjan partai pada zaman fatroh ini adalah membangkitkan aqidah yang benar, dan memben­tuk pemahaman yang shohih. Hal ini tak akan terlaksana, kecuali dengan "Kerja sekolahan". Ideologi partai sebagai guru, dan tsaqafahnya sebagai materi-materi pelajaran. Ideologi dan tsaqafah (khazanah ilmu) ini menyatu dalam diri orang yang telah menyatu dengan ideologinya. Mereka adalah Ustad masyarakat secara langsung, lajnah maha­liyah dan halaqoh-halaqohnya adalah para staf pengajarn­ya serta masyarakat secara keseluruhan adalah sekolahn­ya. "Kerja sekolahan" mengharuskan anggota-anggota partai, yang mengadopsi pemahaman-pemahaman partai [Islam], untuk mempelajari mafahim (pemahaman-pemahaman) partai secara mendalam dan dengan pemahaman yang, mendiskusikan tsaqafah kepartaiannya pada setiap kesempatan, dan beru­saha menghafal dusturnya (UUD), hukum-hukum yang penting serta kaidah-kaidah umum yang telah dia adopsi. Semuan­ya membutuhkan cara belajar "sekolahan". Oleh sebab itu setiap orang yang menjadi anggota partai, haruslah mempunyai keinginan yang kuat dalam aspek ini tanpa memandang apakah ia sarjana atau hanya lulusan sekolah dasar atau ia hanya seseorang yang siap dididik. Setiap orang yang meremehkan tsaqafah partai siapapun orangnya, adalah tetap di luar lingkaran partai, sekalipun ia telah bergabung ke dalam partai. Karena hal ini bisa membahayakan struktur umum partai. partai harus menahan diri sejauh mungkin dari amal praktis sebelum ia mempun­yai sejumlah orang yang terdidik dengan tsaqafah hizb (partai) [Islam]. Karenanya marhalah (tahapan) ini disebut marhalah (tahapan) tsaqofiyah (perkaderan).
Adapun perlunya disadari bahwa terdapat perbedaan antara tsaqafah partai dan tsaqafah sekolah adalah agar tsaqafah tersebut tidak berubah dari tsaqafah kepartaian/gerakan menjadi tsaqafah sekolah. Jika ini terjadi , maka partai akan kehilangan vitalitasnya.
Oleh sebab itu harus dibikin suatu dinding tebal antara orang-orang yang bergabung ke dalam partai dan aspek-aspek ilmiah (belajar hanya sekedar untuk mendapatkan ilmu). Perlu juga diperhatikan bahwa tsaqafah hizbiyah (tsaqafah kepartaian) adalah untuk merubah mafahim (pemahaman), dan beramal dalam medan kehidupan, dan untuk mengemban qiyadah fikriyah (kepemimpinan berpikir) Islamiyah pada umat. partai tidak boleh mendorong umat untuk belajar hanya demi aspek-aspek ilmiah (sekedar mendapatkan ilmu). Jika ia mempunyai kebutuhan yang bersifat keilmuan maka tempatnya adalah sekolah bukan partai. Dan adalah berba­haya jika tsaqafah-nya dipelajari dari aspek keilmuan saja. Sebab ia akan mencabut vitalitas kerja dan akan menunda dilakukannya [da'wah] marhalah (tahapan) kedua.
 Bacaan: Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI

Kepemimpinan kader awal partai Islam


 

8.    Qiyadah al Hizb (kepemimpinan partai Islam) (halaqoh ula'/ kader awal partai) bagaikan mesin pabrik dari satu sisi, tetapi berbeda dari sisi lain. Perumpa­mannya sebagai berikut:

Mesin yang digerakkan gas umpamanya, mempunyai energi panas yang dihasilkan percikan busi, api dan bensin dalam tempat pembakaran. Energi panas ini menghasilkan tekanan gas. Tekanan ini mendorong piston yang menggerakkan mesin, dan menggerakkan seluruh peralatan mesin. Atas dasar ini keberadaan busi, bensin dan putaran mesin merupakan asal usul pergerakan motor. Sebab, adanya tiga hal itu untuk menghasilkan energi panas yang akan mengha­silkan tekanan dan menggerakkan motor. Apabila putaran mesin berhenti maka berhenti pulalah gerakan alat-alat yang lain. Tekanan menggerakkan bagian lain dari mesin. Dengan demikian adanya busi, bensin dan gerakan motor menghasilkan perputaran mesin dan pergerakan. Seperti itulah qiyadatul hizb (halaqoh ula') (kepemimpinan partai Islam) (kader awal partai). Fikroh (pemikiran)-nya bagaikan busi, perasaan para anggotanya yang penuh kesadaran bagaikan bensin, dan manusia yang perasaannya terpengaruh oleh fikroh (pemikiran) adalah gerakan motor. Atas dasar ini apabila fikroh (pemikiran) berhubungan dengan perasaan manusia akan mela­hirkan energi panas, yang menggerakkan qiyadah (para pemimpin) untuk bergerak. Gerakan qiyadah (para pemimpin) tersebut kemudian menggerakkan bagian lain dari hizb (partai), baik individu-individu maupun halaqoh-halaqoh, lajnah Mahalliyah dan lainnya. Semuanya terpengaruh oleh panasnya. Maka bergeraklah semuanya dan berputarlah semuanya seperti berputarnya mesin. Di sini mulailah perjalanan hizb (partai) sebagai sebuah gerakan berkembang dengan bentuknya sendiri. Atas dasar ini energi panas dari al qiyadah (kepemimpinan) harus disalurkan ke seluruh bagian hizb, sehingga seluruh bagian itu bergerak, sebagaimana gerakan mesin menggerakkan seluruh bagian motor. Inilah sisi kemiripan antara mesin motor dan qiyadah Hizb . Oleh sebab itu, para pemimpin partai tersebut haruslah memperhatikan aspek ini, dan agar mereka menyalurkan hubungan dan gerakan mereka dengan bagian lain Hizb, supaya panas qiyadah dapat mempengaruhi semua anggotanya. Jika ia telah berhubungan beberapa kali, dan melihat bahwa sebagian anggota dan lajnah tidak bergerak kecuali jika digerakkan maka janganlah ia putus asa. Dan ia harus tahu bahwa hal itu adalah sesuatu yang wajar, karena alat-alat tak akan berputar kecuali jika motor atau mesinnya berputar dan panas tersalur darinya.

Hanya saja al qiyadah (halaqotul ula al hizbiyah) (kepemimpinan kader awal partai Islam), per­gerakan harakah tidaklah otomatis akan menggerakkan hizb (partai) secara keseluruhan sebagaiman gerakan piston menggerakkan bagian lain dari mesin pabrik. Tetapi gerakannya hanya mirip gerakan mesin pabrik pada awal gerakannya saja, adapun setelah itu, gerakannya tidaklah demikian. Di sinilah beda antara "al qiyadah" (kepemimpinan kader awal partai Islam) dengan mesin pabrik. Mesin pabrik selalu secara otomatis menggerakkan bagian lain dari alat-alat pabrik itu, sedangkan al qiyadah (kepemimpinan kader awal partai Islam) adalah mesin sosial bukan mesin pabrik. Anggota-anggota, halaqoh-halaqoh, dan lajnah mahalliyah adalah manusia, bukan besi. Mereka manusia hidup dan terpengaruh oleh panasnya "al qiyadah", yaitu bahwa mereka terpengaruh oleh panasnya qiyadah (kepemimpinan kader awal partai Islam) atau dipengaruhi oleh panasnya mabda’ (ideologi) (Islam) yang telah menyatu dalam "al qiyadah" (halaqoh ula al hizb) (kepemimpinan kader awal partai Islam). Oleh sebab itu, setelah mereka memahami fikroh (pemikiran) dan berhubungan dengan panasnya qiyadah partai, mereka menjadi bagian dari motor partai. Pada saat itulah semata-mata gerakan al qiyadah (kepemimpinan kader awal partai Islam) saja, karena ada energi panas, mampu membangkitkan gerakan seluruh bagian partai secara alami. Sebab, ia adalah motor sosial, gerakannya menjadi pemikiran yang menyebar luas ke seluruh partai. Pada saat itu bukan hanya qiyadah (kepemimpinan kader awal partai Islam) yang menggerakkan motor, tetapi dengan perkembangan dan sempurnanya pemben­tukan hizb (partai), seluruh bagian dalam hizb (partai) menjadi penggerak motor. Atas dasar ini perjalanan hizb (partai) tak membutuhkan gerakan qiyadah (kepemimpinan kader awal partai Islam), juga tidak membutuhkan penyaluran panas darinya, tetapi mabda' pada anggota hizb (partai), halaqoh-hala­qoh, dan lajnah-lajnah mahaliyah berjalan secara otomatis tanpa membutuhkan dorongan qiyadah (kepemimpinan kader awal partai Islam). Sebab, panas seluruh bagian hizb (partai), bersumber dari mabda' (ideologi) (Islam) dan dari setiap pemi­kiran yang telah menyebar dikalangan al hizb (partai), dan berhu­bungan dengan seluruh bagian ini secara alami.
 Bacaan: Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI

Gerakan atas dasar kepartaian ideologi Islam

 

Sesungguhnya kutlah (kelompok gerakan) yang benar yang dapat membangkitkan umat tidak boleh berasaskan jam'iyah, yang menetapkan sistem keorganisasiannya bahwa kutlah (kelompok gerakan) itu akan melakukan kerja-kerja sosial tertentu dalam bentuk kerja atau perkataan, propaganda-propaganda tertentu, atau hanya melakukan kerja-kerja praktis saja, atau hanya melakukan aktifitas dengan perkataan saja. Kutlah (kelompok gerakan) semacam tak boleh muncul di ten­gah-tengah umat yang merindukan kebangkitan. Kutlah (kelompok gerakan)-kutlah (kelompok gerakan) tidak boleh berdiri atas dasar kepartaian yang bukan berda­sarkan mabda', seperti yang sudah ada di dunia Islam sejak PD I sampai dengan saat ini.
Suatu kutlah (kelompok gerakan) yang benar adalah sebuah kutlah (kelompok gerakan) yang berdiri atas dasar kepartaian beridiologi Islam, ruh Islam merupakan ruh bagi bangunan partainya. Fikrah itu merupakan jati diri dan rahasia kehidupannya. Benih awalnya adalah manusia-manusia yang telah menyatu di dalam dirinya fikrah dan thariqah Islam, sehingga merupakan manusia yang mencer­minkan fikrah itu dalam kebersihan dan Kerja praktis misaln­ya menyantuni anak yatim, kerja melalui perkataan misalnya aktivitas pendidikan.
kejernihannya ketika berfikir, manusia yang menampilkan thariqah itu dalam langkah-langkahnya yang jelas dan istiqo­mah.
Apabila terdapat ketiga faktor ini ; fikrah yang dalam, thariqah yang jelas, manusia yang bersih, maka berarti telah tercipta benih utamanya, lalu benih ini akan bertambah banyak menjadi benih-benih berupa halaqoh ula hizb (qiyadah hizb). Apabila halaqoh ula telah terbentuk berarti telah muncul sebuah kutlah (kelompok gerakan) Islami itu. Sebab, halaqoh ula terse­but tidak lama kemudian akan berubah menjadi sebuah kutlah (kelompok gerakan). Pada saat itulah kutlah (kelompok gerakan) tersebut akan membutuhkan ikatan kepartaian yang menyatukan orang-orang yang meyakini fikrah dan thariqahnya. Ikatan kepartaian itu adalah aqidah Islam yang terpancar darinya falsafah Hizb, serta tsaqofah yang sejalan dengan mafahim Hizb. Dan pada saat itu terbentuk­lah sebuah kutlah (kelompok gerakan) Hizbiyah (kelompok kepartaian) yang akan mengarungi samudra kehidupan. Kutlah (kelompok gerakan) ini akan menghadapi suasana panas dan dingin, ditiup angin badai dan sepoi-sepoi, suasana jernih dan keruh silih berganti. Jika fak­tor-faktor tersebut di atas telah terpenuhi berarti telah terjadi pengkristalan fikrahnya, telah jelas thariqahnya dan orang-orangnya telah siap, ikatannya telah kuat dan mampu melakukan langkah-langkah praktis dalam kerja dan dakwahnya. Ia sekarang telah berubah dari sebuah kelompok kepartaian menjadi sebuah hizb mabda'iy (partai idiologis) penuh, yang bergerak demi sebuah kebangkitan yang benar. Inilah sebuah kutlah (kelompok gerakan) yang benar yang jati dirinya adalah fikrah karena fikrah merupakan tonggak kehidupannya.
Adapun bagaimana munculnya takatul Hizbi mabda'iy (kelompok kepartaian ideologis) di dalam suatu umat yang menghendaki kebangkitan, yang muncul secara alami. Inilah penjelasannya.
Umat merupakan satu tubuh yang tidak terpisah-pisahkan, maka umat dalam bentuk utuhnya adalah seperti manusia. Sebagaimana manusia, apabila ia sakit parah --yang hampir membawanya kepada kematian-- kemudian mulai berangsur-angsur sembuh, maka kesembuhan itu menjalar ke seluruh tubuhnya menyeluruh. Demikian pula umat yang mengalami kemunduran, mereka bagaikan orang yang sakit, apabila kesembuhan itu mulai menyebar di dalamnya maka kesembuhan itu menyebar ke seluruh tubuh umat, karena umat merupakan satu kelompok manusia yang satu. Kehidupan bagi umat adalah fikrah yang disertai thariqah untuk menerapkan fikrah. Dari gabungan keduanya, fikrah dan thariqah, terciptalah mabda', yakni mabda' Islam.
Semata-mata adanya mabda di tengah umat tidaklah cukup untuk membangkitkan kehidupan dalam umat. Tetapi tertunju­kinya mereka pada mabda', dan ditempatkannya mabda' dalam aktivitas kehidupan merekalah yang menjadikan umat itu hidup. Sebab, kadangkala mabda' telah ada di kalangan umat dalam warisan tasyri' (perundang-undangan), tsaqofah, dan sejarah tetapi mereka mengabaikan penggabungan antara keduanya. Dalam situasi seperti ini, semata-mata adanya fikrah dan thariqah, tak akan menciptakan kebangkitan.
Kehidupan biasanya akan menjalar pada umat tatkala umat mengalami goncangan yang hebat dalam masyarakat, yang menga­kibatkan timbulnya rasa kebersamaan. Rasa kebersamaan ini akan membuat mereka berfikir, menghasilkan berbagai premis sebagai hasil dari pencarian sebab musabab goncangan terse­but, serta cara-cara yang dekat dan jauh untuk membebaskan diri dari goncangan itu. Premis ini disertai dengan berba­gai analisanya, secara alami akan menghasilkan sebuah kesim­pulan benar. Pemikiran semacam ini terus dihubungkan dengan logikanya (alur berfikirnya) yang alami atau dengan premis-premisnya yang disertai dengan penjelasannya. Dengan kesi­nambungan pengkaitan tersebut akan memperluas aktivitas pemikiran tersebut, sehingga mencakup masa lalu, saat ini dan masa depan umat, sejarah bangsa-bangsa dan umat lain, peristiwa-peristiwa yang terjadi, berbagai pemikiran bangsa-bangsa dan cara-cara kebangkitan mereka, dengan berbagai perbandingan dan mempertimbangkan. Dalam situasi seperti ini akal mendapatkan petunjuk ke mabda' Islam , yaitu fikrah dan thariqahnya, kemudian memahami dan mengimaninya, setelah premis-premis mantiqiyahnya jelas kebenarannya dan kelaya­kannya (kewenangannya) dan kesimpulannya. Tertunjukinya masyarakat pada mabda' terjadi secara masal dalam jam'ah, karena perasaan/hati nurani mereka membawa ke arah kesimpu­lan semacam ini.

 Bacaan: Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI

Meracuni masyarakat dengan pemikiran salah


 

Demikian pula para penjajah telah meracuni masyarakat dengan paham kebangsaan (nasionalisme), patriotisme, sosialisme, sebagaimana mereka juga telah meracuni masyarakat dengan paham kedaerahan yang sempit. Panjajah telah menjadikan semua itu sebagai sumbu putar aktivitas-aktivi­tas temporer. Demikian juga masyarakat diracuni dengan kemustahilan berdirinya Daulah Islam dan kemustahilan persatuan dan kesatuan negeri-negeri Islam dengan adanya perbedaan kultur, penduduk dan bahasa, sekalipun mereka merupakan suatu umat yang terikat dengan aqidah Islam yang terpancar darinya sistem Islam. Selain itu mereka juga meracuni masyarakat dengan konsep politik yang keliru seperti Slogan: "Ambillah dan Mintalah;" "rakyat adalah sumber kekuasaan;" "kedaulatan di tangan rakyat;" dan lain-lain sebagainya. Mereka juga meracuni masyarakat dengan pemikiran-pemikiran yang salah seperti slogan: "Agama milik Allah, tanah air milik semua orang", Kita dipersatukan oleh penderitaan dan harapan", "Tanah air di atas segalanya", "Kemuliaan bagi tanah air", dan seje­nisnya. Mereka juga meracuni masyarakat dengan pendapat-pendapat pragmatis yang klasik, seperti: " "Sesungguhnya kita menggali sistem kita dari kenyataan hidup kita", "Rela dengan kenyataan atau apa yang ada", "Kita harus realistis", dan sejenisnya.

Akibat racun-racun semacam ini masyarakat di negeri-negeri Islam, termasuk negara-negara Arab, berada pada suatu keadaan yang tidak mendukung dan memungkinkan ber­dirinya suatu kutlah yang benar. Oleh karena itu bukan hal yang aneh bila kutlah-kutlah politik semu ini mengala­mi kegagalan. Sebab, kutlah-kutlah tersebut tidak berdiri atas pemikiran yang mendalam, yang melahirkan nidzom (sistem) yang tepat, yang mampu memperbanyak orang-orang mempercayainya, bahkan ada yang berdiri tanpa dasar sama sekali.

Akibat semua itu adalah wajar jika partai-parati politik yang ada di dunia Islam saat ini, tak terkecuali di negeri Arab, menjadi partai-partai yang terpecah belah. Sebab, partai-partai tersebut tidak berlandaskan pada suatu mabda'. Orang-orang yang mengamati partai-partai ini melihat bahwa kadangkala partai-partai tersebut berdiri karena peristiwa-peristiwa sesaat, dilahirkan oleh situasi yang mengharuskan berdirinya kelompok politik. Maka setelah situasi ini teratasi lenyap pulalah partai tersebut atau melemah atau terpecah belah. Kadangkala kutlah-kutlah ini berdiri atas dasar persahabatan antar beberapa orang, mereka diikat oleh persahabatan itu. Maka berkelompok atas dasar persahabatan, dan kelompok ini akan bubar jika mereka mulai sibuk dengan urusan masing-masing. Ada pula kutlah yang berdiri karena kepentingan-kepentingan kontemporer dari orang-orang tertentu. Dengan demikian tidak ada pada orang-orang ini, dalam berbagai situasi dan kondisi masyarakat, suatu ikatan politis idiologis. Maka keberadaannya bukan saja tidak berman­faat, bahkan membahayakan umat. 

Di samping itu adanya kutlah-kutlah tersebut di tengah-tengah masyarakat mengha­langi keberadaan sebuah partai yang benar, atau menunda munculnya sebuah partai yang benar. Kutlah-kutlah terse­but juga menanamkan keputusasaan dalam jiwa masyarakat, memenuhi hati masyarakat dengan noda hitam dasn keragu-raguan, dan menghembuskan kecurigaan terhadap haraqah hizbiyah (gerakan politik), sekalipun gerakan ini adalah sebuah gerakan yang benar. Kutlah-kutlah tersebut juga menyuburkan perselisihan individu, kedengkian-kedengkian golongan, dan mengajarkan pada masyarakat cara-cara bersa­ing yang tidak benar, dan selalu berbuat atas dasar manfaat. Dengan kata lain, kutlah-kutlah semacam ini akan merusak tabiat masyarakat yang bersih, memperberat beban kelompok politik yang benar. Padahal partai-partai Islam harus lahir dari ketinggian tabiat/perilaku masyarakat.

Disamping gerakan Islam, nasionalisme dan patriotisme berdiri pula gerakan-gerakan komunis yang berlandaskan pada materialisme. Gerakan ini sejalan dengan gerakan komunis di Rusia, dan bergerak sesuai dengan arahan Rusia. Thoriqoh (metode) gerakannya adalah dengan cara merusak dan menghancurkan negeri tempat gerakan. Diantara tu­juannya, disamping menciptakan komunisme di negeri terse­but, juga mengacaukan penjajahan barat demi kepentingan blok timur, dimana orang-orang yang bergerak didalamnya merupakan agen-agen Timur. Gerakan ini tidak mampu berin­teraksi dengan umat dan tidak banyak berpengaruh. Adalah suatu kewajaran jika gerakan ini gagal, karena ia berten­tangan dengan fitrah manusia dan menyalahi aqidah Islam. Patriotisme juga telah mencoba memaksakan kehendaknya. Dan kesulitan masyarakat telah berlipat ganda menjadi kesuli­tan besar yang membuat masyarakat itu sangat kepayahan (keblinger).

Di samping gerakan-gerakan tersebut di atas, berdiri pula gerakan atas dasar Jam'iyah. Di berbagai negeri muncul organisasi lokal dan regioanl yang mengarah pada tujuan khoiriyah (kebajikan). Organisasi-organisasi ini kemudian mendirikan sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit, panti-panti asuhan, dan membantu aktivitas perbaikan dan sosial. Masing-masing organisasi ini meno­njolkan kelompoknya. Para penjajah telah berhasil mendor­ong organisasi-organisasi semacam ini sehingga kegiatan sosialnya terlihat jelas oleh masyarakat. Sebagian besar organisasi ini bergerak di bidang pendidikan dan sosial, sangat jarang gerakannya bersifat politik.

Jika kita perhatikan hasil-hasil organisasi-organisa­si ini dengan mata jeli kita akan temukan bahwa ia tidak membuahkan suatu yang bermanfaat bagi umat atau membantu umat untuk bangkit. Bahayanya tersamar karena tak dapat dilihat kecuali oleh orang yang jeli, di samping itu keberadaanya itu sendiri merupakan bahaya besar; tanpa melihat manfaat parsial yang ditimbulkannya. Hal ini karena umat Islam secara keseluruhan - karena masih mem­punyai sebagian pemikiran-pemikiran Islam, diterapkannya sebagian hukum syara', terpatrinya perasaan Islam pada pada mereka karena pengaruh Islam - mempunyai keinginan untuk bangkit, mempunyai perasaan yang baik, mempunyai kecendrungan alami untuk berkelompok. Sebab, ruh Islam itu adalah ruh Jama'ah. Maka jika umat dibiarkan mengurus dirinya sendiri, getaran atau perasaan berkelompok ini secara otomatis akan berubah menjadi pemikiran, dan pemi­kiran ini secara praktis akan membangkitkan umat. Akan tetapi adanya berbagai organisasi ini menghalangi kebang­kitan. Sebab, organisasi ini telah menjadi saluran dari perasaan-perasaan mereka yang menggelora, dan organisasi ini telah mengalihkan keinginan umat pada aktivitas-ak­tivitas parsial.

Kaum terpelajar menerima pemikiran asing



Pengaruh tsaqofah asing ini tidak hanya terbatas pada kaum terpelajar itu saja, tetapi merata dalam masyarakat secara keseluruhan. Akibatnya, pemikiran-pemikiran ma­syarakat pun terpisah dari perasaannya. Persoalan dalam masyarakat menjadi bertambah ruwet, dan beban kelompok politik yang benar untuk membangkitkan umat semakin berat. Persoalan yang dihadapi umat dan partai Islam sebelum PD I adalah membangkitkan suatu masyarakat Islami. Sekarang, persoalannya adalah bagaiamana menciptakan keserasian antara pikiran dan perasaan dikalangan kaum terpelajar, menciptakan keserasian antara individu masyarakat dan jamaa'ahnya dalam suatu pemikiran dan perasaan, tak terke­cuali antara kaum terpelajar dengan masyarakatnya. Kaum terpelajar telah menerima pemikiran-pemikiran asing dengan sepenuh hati, tetapi tanpa mengambil perasaan-perasaannya. Penerimaan mereka yang sepenuh hati itu telah memisahkan mereka dari masyarakat, juga telah mengakibatkan mereka memandang rendah dan tak perduli terhadap masyarakat. Pemikiran asing itu juga telah membuat mereka kagum dan hormat terhadap orang asing, mereka berusaha mendekatkan diri dan bergaul erat dengan orang-orang asing itu. Oleh karena itu kaum terpelajar semacam ini tak mungkin dapat memandang berbagai situasi yang ada di negerinya kecuali dengan mengikuti orang asing tersebut dalam memandang situasi negerinya tanpa memahami hakikat situasi sebenarn­ya. Oleh karena itu mereka tidak lagi mengetahui apa yang dapat membangkitkan umat, kecuali dengan mengikuti orang asing tersebut ketika mereka membicarakan kebangkitan. Hati nurani kaum terpelajar semacam ini tidak tergerak karena dorongan mabda' tetapi tergerak karena rasa patri­otisme dan kerakyatan/kebangsaan, dan ini merupakan gera­kan yang salah. Dengan demikian ia tidak akan berjuang demi negerinya dengan benar, dan ia tidak berkorban untuk kepentingan rakyat secara sempurna. Karena perasaannya, dalam melihat situasi negerinya, tidak dilandasi oleh pemikiran Islam, dan ia juga tidak menangkap kebutuhan-kebutuhan rakyatnya dengan perasaan yang dilandasi pemi­kiran Islam. Kalaupun kita memaksakan diri untuk mengata­kan bahwa ia berjuang menuntut suatu kebangkitan, maka sesungguhnya perjuangannya itu lahir dari pertarungan untuk suatu kepentingan khusus atau suatu perjuangan yang meniru-niru perjuangan rakyat lain. Oleh karena itu perjuangannya tak akan bertahan lama, hanya sampai halan­gan-halangan untuk merebut kepentingannya sudah tak ada lagi, dengan diangkatnya ia menjadi pegawai atau nafsunya telah terpenuhi, atau penentangannya itu pudar karena kepentingan pribadi terganggu atau ia disiksa ketika berjuang.
Hal-hal seperti ini tidak mungkin melahirkan sebuah kutlah yang benar kecuali setelah lebih dahulu diselesai­kan masalah tersebut, dengan penyelarasan pemikiran dan perasaannya, dengan mendidiknya mulai dari awal dengan tsaqofah idiologis. Penyelesaian semacam ini mengharuskan seorang murid untuk membentuk pemikirannya dengan suatu bentuk yang baru. Setelah menyelesaikan masalah ini baru beralih kepada penyeserasian antara dia dan masyarakatnya. Dengan demikian akan memudahkan penyelesaian problema kebangkitan umat. Seandainya tidak ada tsaqofah asing di negeri-negeri Islam tentu beban kebangkitan lebih ringan dari apa yang kita alami sekarang.
Atas dasar itu maka mustahil, dengan adanya tsaqofah asing dalam masyarakat, untuk membentuk sebuah kekompok politik yang benar, dan juga tidak akan terwujud atas dasar tsaqofah asing tadi kutlah yang benar semacam ini.
Penjajah tidak sekedar menggunakan tsaqofah saja bahkan mereka racuni masyarakat Islam dengan pemikiran dan pandangan politik, dan falsafah yang merusak pandangan hidup kaum Muslimin. Dengan itu mereka rusak suasana Islami yang ada serta mereka kacaukan pemikiran dan selur­uh segi kehidupan kaum muslimin.
Dengan semua itu, hilanglah titik sentral pertahanan kaum Muslimin yang alami. Penjajah memanfaatkan setiap kesempatan untuk menciptakan gerakan yang berbahaya dan seling bertentangan, menyerupai gerakan binatang yang disembelih yang berakhir dengan kematian, keputusasaan dan menyerah pada keadaan. Dan orang-orang asing ini berusaha sungguh-sungguh menjadikan kepribadian mereka sebagai mercusuar tsaqofah kita, menggunakannya dalam aspek poli­tik, menjadikan kiblat pandangan para politikus atau orang yang bergerak dalam bidang politik. Oleh karena itu seba­gian besar kutlah, tanpa disadari, berusaha meminta bantuan kepada orang-orang asing. Maka diberbagai negeri muncullah orang-orang yang meminta bantuan kepada negara-negara asing tanpa menyadari bahwa setiap permintaan bantuan kepada orang asing dan mengandalkan kekuatan asing, apapun bentuknya, adalah suatu racun dan pengkhia­natan bagi umat Islam, walaupun niat yang baik. Mereka tidak menyadari bahwa mengikatkan masalah kita dengan orang selain kita adalah bunuh diri politis. Oleh karena itu tidak mungkin mereka berhasil mendirikan suatu kutlah apapun jika pemikirannya diracuni dengan penyerahan diri atau menggantungkan diri pada orang asing. 
 dari Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI

Peradaban asing men­yerang negeri Islam



Selain itu pada abad ini, tsaqofah asing telah men­yerang negeri-negeri Islam. Dengan tsaqofah itu para penjajah mampu menarik ke pihak mereka sekelompok kaum Muslimin, mendorong mereka untuk mendirikan takatulaat Hizbiyah (kelompok-kelompok politik) di dalam wilayah Negara Islam. Kelompok-kelompok ini berdiri untuk memi­sahkan dan memerdekakan negeri mereka dari negara Islam. Penjajah juga mampu, dengan cara tertentu, menarik ke pihak mereka sekelompok orang-orang Arab yang mereka kumpulkan di Paris (Perancis) untuk membentuk suatu kutlah (kelompok) yang bertugas memerangi Daulah Ustmaniyah, dengan slogan "Memerdekan Arab" dari Negara Islam ini. Mereka telah disatukan oleh tsaqofah asing, pemikiran-pemikiran asing, perasaan kebangsaan dan patriotisme yang telah dihembuskan oleh kafir penjajah pada mereka. Oleh karena itu ikatan yang berdasarkan akal dan perasaan sajalah yang menyatukan mereka. Mereka disatukan dalam satu pemikiran yang mengantarkan mereka pada satu tujuan yaitu kemerdekaan bagi rakyat Arab. Selama Daulah Utsma­niah mengabaikan kepentingan mereka, berbuat zalim terha­dap mereka, memakan hak-hak mereka, maka tujuan yang satu inilah yang menyatukan mereka dalam suatu kelompok politik semu itu. Semua ini telah mengantarkan mereka pada persia­pan Revolusi Arab. Sebagai hasilnya adalah semakin besarn­ya kekuasaan kafir dan penjajah atas negeri-negeri Islam, tak terkecuali negeri-negeri Arab. Dengan demikian sele­sailah tugas kelompok-kelompok tadi. Penjajah kemudian membagi-bagi ghanimah (rampasan perang), wujudnya adalah lahirnya penguasa-penguasa di negeri-negeri Islam yang merupakan agen-agen para penjajah itu.
Setelah eksistensi Negara Islam itu sirna, maka penjajah lansung menggantikan posisinya. Mereka memerintah negeri-negeri Arab secara langsung, dan memperluas kekua­saannya ke seluruh negeri-negeri Islam. Maka secara prak­tis mereka benar-benar telah menduduki negeri-negeri Arab dan mulai menancapkan kekuasannya pada setiap bagian pada wilayah ini, dengan cara-cara yang tersembunyi dan kotor. Yang terpenting dari cara-cara itu adalah dengan menyebar­luaskan tsaqofah asing penjajah itu, uang dan antek-antek mereka.
Tsaqofah asing mempunyai pengaruh besar dalam men­guatkan kekufuran dan penjajahan, tidak berhasilnya ke­bangkitan umat, gagalnya gerakan-gerekan terorganisir baik gerakan sosial maupun gerakan politik. Sebab tsaqofah berpengaruh besar terhadap pemikiran manusia , yang kemu­dian mempengaruhi perjalanan hidupnya. Para penjajah tersebut merancang sistem pendidikan dan tsaqofah atas dasar falsafah yang jelas, sesuai dengan pandangan hidup mereka, yaitu memisahkan materi dari ruh dan memisahkan agama dari negara. Penjajah juga menjadikan kepribadian mereka sebagai satu-satunya tolak ukur tsaqofah kita. Mereka juga menjadikan hadloroh, mafahim , struktur negara mereka, sejarah dan lingkungan mereka sebagai tolak ukur untuk otak kita. Tidak sampai disitu, mereka bahkan menjadikan pemutarbalikan fakta dalam menanamkan kepriba­dian mereka, mereka membalikkan gambaran penjajahan sede­mikian rupa agar kita anggap mulia, yang harus kita ikuti, dan suatu tatanan kuat di mana kita harus berjalan bersa­manya, dengan menyembunyikan tanpang penjajahan yang sebenarnya dengan cara-cara yang kotor. Mereka terus ke detail-detail permasalahan, sampai tak satupn yang keluar dari prinsip umum yang mereka rencanakan. Oleh karena itu kita terdidik dengan tsaqofah yang merusak, kita telah belajar - secara alami - cara orang lain berfikir, Hal telah menjadikan kita lemah untuk belajar bagaimana sehar­usnya kita berpikir, karena pemikiran kita tidak lagi berhubungan dengan lingkungan kita. Kepribadian kita, sejarah kita, tidak lagi bersandar pada mabda' kita. Oleh karena itu, jadilah kita - karena telah terdidik seperti itu - suatu kelompok asing ditengah-tengah rakyat, tidak lagi memahami keadaan kita, dan kebutuhan-kebutuhan rakyat kita. Dengan demikian, perasaan orang-orang terpelajar terpisah dari pemikiran dan akal rakyat mereka, dan jadi­lah mereka - secara alami - orang-orang yang terpisah dari umat, perasaan umat dan kecenderungan umat. Dan pemikir­an-pemikiran semacam ini - secara alami - tidak menghasil­kan pemahaman yang benar tentang kondisi-kondisi negeri Islam tersebut. Pemikiran ini juga tidak bisa menghasil­kan pemahaman yang benar tentang sebuah thariqoh kebangki­tan umat. Sebab, pemikiran semacam ini merupakan pemikir­an yang terpisah dari perasaan, walaupun tidak kosong sama sekali dari perasaan umat. Di samping itu, pemikiran semacam ini merupakan pemikiran asing yang dipunyai oleh seseorang yang memiliki perasaan Islam. Dengan demikian adalah wajar jika pemikiran ini tidak bisa membentuk suatu kutlah yang benar yang mempunyai pemahaman yang benar. 
 dari Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI

Sebab utama kegagalan aspek keorganisasian



AT TAKATTUL AL HIZBIY
(PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK)

Sejak abad XIII H (XIX M) telah berdiri banyak gera­kan untuk membangkitkan umat Islam. Usaha-usaha tersebut sejauh ini belum berhasil, sekalipun memang meninggalkan pengaruh bagi orang-orang sesudahnya untuk mengulangi kembali usaha-usaha tersebut.
Pengamat yang mengikuti perkembangan usaha-usaha tersebut --yakni yang mempelajari gerakan-gerakan tersebut -- melihat bahwa sebab utama kegagalannya terpulang selur­uhnya pada empat aspek keorganisasian, yaitu:
1.    Gerakan-gerakan tersebut berdiri di atas dasar fikrah (konsep) yang umum tanpa batasan yang jelas, sehingga menjadi suatu pemikiran yang samar atau kabur. Lebih-lebih lagi, pemikiran-pemikiran tersebut tidak jelas dan tidak jernih.
2.    Gerakan-gerakan tersebut tidak mengetahui thariqah (metode) penerapan fikrahnya, bahkan fikrahnya diterap­kan dengan cara-cara yang menunjukkan ketidaksiapan gerakan tersebut dan penuh dengan bias. Lebih dari itu, metode gerakan mereka diliputi oleh kekaburan dan ketidakjelasan.
3.    Gerakan-gerakan tersebut bertumpu pada orang-orang yang belum sepenuhnya mempunyai kesadaran yang benar. Niat merekapun belum lurus. Bahkan mereka hanyalah orang-orang yang bermodalkan keinginan dan semangat.
4.    Orang-orang yang memikul beban tanggung jawab gerakan-gerakan tersebut tidak mempunyai ikatan yang benar. Ikatan di antara mereka hanya sekedar organisasi itu sendiri, yang sekedar memiliki deskripsi tata kerja dari aktivitas yang dilakukan, dan sejumlah istilah yang digunakan sebagai simbol-simbol dan slogan-slogan organisasi.
Oleh karena itu adalah wajar jika kelompok-kelompok tersebut bergerak, dalam batas kesungguhan dan semangat yang ada, sampai akhirnya kesungguhan dan semangat itu habis. Lalu gerakannya jadi padam dan hilang. Kemudian muncul gerakan lain, dengan orang yang berlainan. Mereka pun mengulangi apa yang telah dilakukan oleh para aktivis sebelumnya, sampai akhirnya hilang pula semangat dan kesungguhan mereka pada batas-batas tertentu. Demikianlah hal ini terjadi berulang-ulang.
Kegagalan semua gerakan ini adalah suatu yang wajar. Sebab, gerakan-gerakan tersebut tidak berdiri di atas fikrah yang benar dan batasan yang jelas. Di samping itu, gerakan-gerakan tersebut tidak mengetahui thariqah yang lurus, tidak bertumpu pada orang-orang yang mempunyai kesadaran penuh, dan juga tidak diikat oleh suatu ikatan yang benar.     Ketidakbenaran dan ketidakjelasan fikrah dan thari­qahnya, tampak jelas dalam kesalahan-kesalahan falsafah (pemikiran dasar) yang menjadi dasar gerakan-gerakan ini, kalau pun mereka mempunyai falsafah itu. Gerakan-gerakan tersebut ada yang berupa harakah Islamiyah (gerakan Islam), dan ada pula yang berupa harakah qaumiyah (gerakan kebangsaan atau nasionalisme). Para aktivis gerakan Islam menda'wahkan Islam dalam bentuk terlalu umum atau dalam suatu penyajian tanpa suatu kerangka pemikiran yang jelas. Mereka berusaha menginterpretasikan Islam agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada saat itu, atau dengan mencocok-cocokan Islam agar sesuai dengan sistem/peraturan selain Islam yang akan mereka ambil, sehingga Islam cocok diterapkan atasnya. Dengan demikian, penakwilan itu akhirnya mereka jadikan alasan untuk mempertahankan atau menerima kondisi yang ada.

Adapun mereka yang bergerak dalam gerakan kebangsaan (nasionalisme), maka orang-orang Arab menyerukan kebangki­tan bangsanya atas dasar nasionalisme yang kabur dan tidak jelas, tanpa memandang Islam dan Muslimin. Mereka mempro­pagandakan slogan-slogan kebangsaan, ketinggian martabat dan kehormatan bangsa Arab, kearaban, nasionalisme Arab, kemerdekaan dan sejenisnya, tanpa memahami maknanya dengan jelas, yang sesuai dengan hakikat kebangkitan. Sedangkan orang-orang Turki menyerukan kebangkitan Turki atas dasar kebangsaan Turki. Para propagandis nasionalisme Turki maupun Arab bergerak sesuai dengan arahan penjajah, seba­gaimana mereka mengarahkan kawasan Balkan, juga dengan gerakan nasionalisme, melepaskan diri dari Daulah Utsma­niyah yang merupakan Daulah Islamiyah (negara Islam).
Di negeri-negeri Arab sendiri, para aktivis dua macam gerakan tersebut mengadakan polemik di koran-koran dan majalah-majalah, untuk mencari ide mana yang lebih utama, dan lebih dekat kepada kebenaran dan kesuksesan, Jaamiah Qoumiyah (Pan Arabisme atau Jaamiah Islamiyah (Pan Isla­misme). Kedua gerakan tersebut, sekalipun telah berusaha keras dan menghabiskan waktu yang panjang, namun belum juga membawa hasil. Karena kedua macam gerakan ini, Pan Arabisme dan Pan Islamisme, dalam kenyataannya, merupakan rancangan penjajah untuk memalingkan perhatian umat dari Negara Islam. Oleh sebab itu, kegagalan-kegagalan mereka bukan hanya terbatas pada kegagalan saja, tetapi lebih dari itu ia telah menjauhkan Negara Islam dari mata dan ingatan kita kaum Muslimin.
Di samping gerakan kebangsaan (nasionalisme) dan gerakan Islam, berdiri pula gerakan-gerakan patriotisme di berbagai negeri Islam sebagai reaksi dari pendudukan orang-orang kafir penjajah atas sebagian wilayah Negara Islam; serta sebagai reaksi atas kezaliman politik dan ekonomi yang terjadi di masyarakat yang disebabkan oleh penerapan sistem kapitalis atas mereka di negeri-negeri tersebut.
Sekalipun gerakan-gerakan tersebut muncul sebagai reaksi dari berbagai penderitaan-penderitaan tersebut, sebagiannya masih memiliki aspek-aspek Islam yang dominan, sebagiannya lagi didominasi hanya oleh aspek patriotisme sebagai kelanjutan dari gerakan-gerakan yang dirancang dan diada-adakan oleh penjajah. Akibat gerakan ini, umat telah terdorong dan disibukkan dengan perjuangan murahan yang justru menguatkan pijakan musuh. Apalagi gerakan-gerakan tersebut tidak mempunyai atau kekurangan pemikir­an-pemikiran yang mesti mereka terapkan. 
 dari Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI

Umat Islam akan memiliki militer yang digdaya


 

Namun demikian, semua keperkasaan itu kini hanya menjadi milik Amerika dan sekutu-sekutunya saja. Parade angkatan bersenjatanya, perlengkapan perangnya, teknologi militernya, pasukan angkatan lautnya, pasukan kapal selamnya, pasukan angkatan daratnya, pasukan angkatan udaranya, dan teknologi luar angkasanya, seringkali dipertontonkan di hadapan bangsa-bangsa sedunia. Jika ada suatu bangsa melakukan hal yang sama, Amerika segera mengeluarkan sinyal-sinyal yang jelas, yang ditujukan baik kepada pihak-pihak yang menentangnya maupun pihak-pihak yang dianggap mempunyai potensi untuk menentang superioritasnya. Dan ini merupakan sarana pencegah yang sangat efektif.

“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia,” (QS. Al Buruuj: 21)

Saat ini, hanya negara-negara seperti Amerika yang mampu melontarkan rasa takut ke dalam hati negara-negara lain dengan demonstrasi kekuatan militer dan persenjataannya. Tujuan mereka hanyalah untuk merendahkan dan memaksa seluruh dunia agar bertekuk lutut di bawah kekuasaannya. Sementara itu hanya sedikit –atau mungkin bahkan tidak ada– bangsa yang takut dengan kaum Muslim, karena tidak ada negara yang mewakili kepentingan mereka, menerapkan akidah Islam, dan mengaplikasikan agenda kebijakan luar negerinya. Siapa yang akan takut dengan kaum Muslim kalau mereka berperang hanya dengan dada telanjang menyambut sengatan berbagai macam peluru musuh, dan membenturkan kepala mereka ke badan tank berlapis baja?

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al Anfaal: 74)

Namun, bayangkanlah akibat yang timbul dan goncangan yang bakal mengejutkan dunia, apabila negara Khilafah yang perkasa kembali ditegakkan; kemudian mereka mengumpulkan seluruh kekuatan militer yang dimiliki, berusaha keras mengembangkan teknologi militer yang dimiliki, serta mendemonstrasikan keperkasaan militernya dengan mempertontonkan pasukan dan persenjataan yang dimilikinya; persis seperti yang dilakukan negara-negara pemimpin saat ini, yang gemar melakukan parade militer, latihan militer, latihan perang, dan uji coba kemampuan operasional. Kaum Muslim harus menyadari bahwa jika umat ini telah menjadi satu kesatuan, negeri-negeri mereka menjadi satu, amir (pemimpin) mereka satu, maka umat Islam akan memiliki angkatan bersenjata yang digjaya, yang mempunyai potensi kekuatan lebih besar daripada negara adidaya yang lalu, Uni Soviet, maupun negara adidaya yang sekarang, Amerika Serikat, bahkan jika kekuatan kedua adidaya itu digabungkan menjadi satu.

“Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia),” (QS. Thaahaa: 75)

Umat Islam akan memiliki paling tidak 5,5 juta pasukan operasional, sekitar 4 juta pasukan cadangan, sekitar 18 juta warga negara yang siap menjalani wajib militer (yang jumlahnya selalu meningkat setiap tahun seiring terjadinya pertumbuhan kaum Muslim). Selain itu, kaum Muslim juga menguasai sedikitnya 5.000 pesawat tempur, sekitar 27.000 tank, divisi-divisi infantri bermesin, sejumlah besar fregat, kapal selam, kapal-kapal kelas perusak, berbagai misil balistik, misil berhulu ledak konvesional, misil berhulu ledak non-konvensional –termasuk berhulu ledak thermo-nuklir. Belum lagi sejumlah lokasi pangkalan angkatan laut dan pangkalan angkatan udara yang paling strategis di dunia. (Sumber: The Military Balance, 1989, 1990).

Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, (disediakan) pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (QS. Ar Ra'd: 18)

Kaum Muslim juga mempunyai sejumlah keuntungan geopolitik, termasuk kendali atas Selat Gibraltar di Laut Tengah bagian Barat, Terusan Suez di sebelah Timur Laut Tengah, selat sempit Baab al-Mandab yang menjadi akses masuk ke Laut Merah, Selat Dardanella dan Bosporus, Selat Hormuz di kawasan teluk Persia, serta Selat Malaka. Selain itu, perlu disebutkan juga arti penting Samudera Atlantik yang menjadi pintu belakang kaum Muslim di Afrika, meski tidak ada pelabuhan alami kecuali di Maroko. Pantai yang berpasir juga memberi kesulitan tersendiri bagi kaum agresor. Sementara itu, kaum Muslim juga mendominasi wilayah pantai Samudera Hindia.

“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Al Baqarah: 212)

Kaum Muslim juga menguasai sumberdaya yang dibutuhkan untuk menjadikan mereka sebagai umat yang paling maju dalam bidang teknologi militer. Sumberdaya itu meliputi sumberdaya intelektual, sumberdaya material, potensi industri, dan sumberdaya manusia. Umat Islam memegang kendali atas 60% deposit minyak seluruh dunia. Umat Islam juga memegang kendali atas bagian yang besar dari deposit Boron (49%), Fosfat (50%), Strontium (27%), Timah (22%), dan Uranium. Umat Islam juga mempunyai sumberdaya sarjana maupun pasca-sarjana yang terbaik di dunia dalam jumlah yang melimpah. Sebagai contoh, Mesir mempunyai lebih dari 500.000 ilmuwan dan insinyur, Turki sekitar 330.000, Malaysia 300.000, Pakistan sekitar 140.000, dan Indonesia paling tidak 100.000, dan lain-lain, hingga mencapai total sekitar 1,2 juta ilmuwan ditambah sekitar 32.000 pakar riset dan pengembangan. (Sumber: Some Elementary Scientometric Studies; A Study of Science and Technology Manpower Patterns vis-à-vis Population and GNP in the Muslim World, oleh M.M. Qurayshi dan S.M. Jafar, 1978)

Setelah mengetahui semua potensi yang disebutkan di atas, masih adakah orang yang berakal sehat berani mencemooh seorang Muslim? Apalagi berani mematahkan tulang mereka dan menindas kaum Muslim dengan cara yang paling kejam sebagaimana yang pernah kita saksikan di Bosnia.

Islam memiliki semua sarana untuk mencegah konflik dan untuk mempertahankan stabilitas di dunia. Inilah yang unik dari Islam dan kaum Muslim. Dan orang tua-orang tua kita dahulu pernah menikmati hal ini.

“Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al Anfaal: 4)
 dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah", terjemah al-Qur'an

Militer sarana untuk melindungi Islam



Kepemilikan persenjataan dahsyat di tangan orang-orang kafir tidak akan memberi manfaat bagi umat manusia, namun justru akan membahayakan mereka, karena bisa menjadi sarana untuk menindas, menghinakan, dan menghancurkan umat manusia. Sementara, jika penguasaan senjata itu berada di tangan orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang membuat mereka memenuhi persyaratan sebagai pemelihara umat manusia –seperti kaum Muslim yang mempunyai dîn dan petunjuk yang haq–niscaya persenjataan itu akan mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Allah Swt berfirman:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (TQS. Ali Imran [3]: 110)

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)

Penguasaan kekuatan militer yang dahsyat oleh kaum Muslim dimaksudkan untuk menjadi sarana yang efektif untuk mencegah terjadinya perlawanan. Jadi, bila kaum Muslim diizinkan Allah Swt memiliki dan mengembangkan kekuatan militer yang hebat, maka hal itu akan menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan Islam kepada umat manusia dengan sesedikit mungkin atau bahkan tanpa perlawanan. Selain itu, keperkasaan militer juga menjadi sarana untuk melindungi Islam dan mencegah munculnya musuh-musuh Islam. Sedikitnya perlawanan berarti jarangnya terjadi pertumpahan darah. Tentara Islam tidak akan banyak menemui perlawanan, sehingga Islam dapat diimplementasikan di tengah-tengah umat manusia. Dengan demikian mereka menjadi bagian yang tak terpisahkan dari negara Khilafah, sehingga mereka berkesempatan menikmati makna keadilan yang sejati, dan diarahkan untuk masuk Islam tanpa paksaan atau kekerasan. Selain itu, perlawanan terhadap kaum Muslim juga akan sangat terbatas, karena perlindungan dari angkatan perang negara Khilafah akan mampu menghentikannya.
Allah Swt berfirman:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang agar kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (TQS. al-Anfal [8]: 60)

Ayat diatas mengandung ‘illat syar’i bagi kewajiban untuk mempersiapkan kuda-kuda (perang). ‘Illat-nya adalah untuk ‘melontarkan rasa takut di hati musuh kalian’. Aturan syari’at muncul di sekitar ‘illat syar’i dan timbul untuk memenuhi ‘illat syar’i. Dalam konteks zaman modern, mempersiapkan kuda-kuda tidak akan menghasilkan rasa takut di hati siapapun, sehingga ‘illat syar’i tidak dapat dipenuhi. ‘Illat syar’i tersebut baru dapat dipenuhi dengan persiapan perlengkapan militer yang standar pada masa sekarang, dan bukan dengan perlengkapan militer standar masa lalu. Dan ini menjadi hukum syar’i.

“Ta'at dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)

Dengan demikian, kaum Muslim diperintahkan Allah Swt untuk terjun ke dalam kancah peperangan dengan persiapan material yang mencukupi. Dan Allah Swt menjadikan persiapan material tersebut sebagai sebuah persyaratan.

Bila kaum Muslim tidak sekadar mendemonstrasikan keinginan ideologis, tetapi juga menunjukkan keperkasaan kekuatan militernya, maka jelas akan menyebabkan setiap musuh di segala medan pertempuran akan merasa gentar menghadapi kaum Muslim. Rasa gentar ini akan tersebar luas kepada musuh-musuh yang nyata maupun musuh-musuh potensial, sehingga dapat menjadi sarana yang efektif untuk mencegah kemunculan pihak-pihak yang hendak melakukan makar terhadap kaum Muslim.

Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan” (QS. Al Ahzab: 26)

Adalah Rasulullah Saw. yang pernah mendemonstrasikan kekuatan militer ini ketika berhadapan dengan pihak-pihak yang memusuhi dakwah Islam. Menjelang Perang Tabuk melawan Kekaisaran Romawi –negara adidaya pada waktu itu– Rasulullah Saw. mempertontonkan kekuatan militer pasukan negara Islam dengan cara berparade keliling Kota Madinah sebelum berangkat ke Tabuk. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kemampuan operasional pasukan perang dan juga untuk mendemonstrasikan keinginan untuk menggunakan kekuatan militer tersebut. Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda:
“Aku dimenangkan dengan rasa takut (yang dialami pasukan musuh) sepanjang satu bulan perjalanan.” (HR Bukhari)

Selain itu, persetujuan juga diberikan Rasulullah Saw. ketika beliau Saw. melihat sahabat Abu Dujanah mengenakan ikat kepala merah dan berjalan tegak disertai lagak jagoan di hadapan musuh untuk memperlihatkan keperkasaan militernya. Ketika itu Rasulullah Saw. bersabda:
 “Allah membenci cara berjalan seperti itu, kecuali dalam keadaan seperti saat ini (perang).”

Diriwayatkan pula bahwa pada saat Idul Fitri, Muawiyah membawa seluruh pasukan negara Khilafah untuk berparade di hadapan kaum Muslim dan bangsa-bangsa lain yang melihat kejadian itu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
 dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah", terjemah al-Qur'an

Militer sangat bernilai bagi negara Khilafah dan kaum Muslim

 

Demikianlah, mereka mereka-reka dan menganggap diri mereka sebagai bangsa ‘yang bertanggung jawab’, sementara mereka menganggap yang lain sebagai bangsa ‘yang nakal’, sehingga kepemilikan teknologi persenjataan menjadi hak istimewa bagi kelompok eksklusif mereka sebagaimana halnya penguasaan Dewan Keamanan PBB. Merekalah negara-negara yang menghabiskan dana bermiliar-miliar dollar pertahun untuk kepentingan yang mereka sebut ‘Anggaran Pertahanan’, padahal faktanya hampir semua petualangan militer yang mereka lakukan bersifat ofensif dan agresif, sehingga pos anggaran tersebut lebih tepat disebut
‘Anggaran Penyerangan’. Amerika saja menghamburkan miliaran dollar pertahun untuk mendanai rancangan kebijakan luar negeri mereka yang agresif. Bila anggaran tahunan itu belum cukup, masih ada dana sejumlah 745 miliar dollar AS yang baru-baru ini diminta (laporan diserahkan kepada Kongres Amerika oleh sebuah delegasi yang baru pulang dari Asia Tengah yang diketuai oleh Senator Joseph Lieberman, 2001). Jika ada negara lain yang mengeluarkan dana dalam jumlah yang mereka sebut ‘signifikan’, maka mereka akan mendapatkan sanksi atau bentuk-bentuk tekanan lainnya. Amerika dan Inggris menggunakan sebutan ‘Kementrian Pertahanan’ dan ‘Departemen Pertahanan’ dalam usahanya untuk menunjukkan kepada dunia bahwa aktivitas militer mereka terbatas hanya pada hal-hal yang terkait dengan pertahanan. Padahal, dalam realitanya mereka adalah institusi yang mengurus peperangan, sehingga lebih tepat disebut ‘Kementrian Perang’ atau ‘Departemen Perang’ karena sebutan sebelumnya hanya dipakai untuk menyembunyikan sifat alami kebijakan dan ambisi mereka yang menjijikkan.

“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (QS. Ali 'Imran: 13)

Dalam kaitan ini, para penguasa boneka di negeri-negeri kaum Muslim hanya menjadi pelayan dalam urusan ini, baik dari ucapannya maupun dari tindakannya. Sama sekali tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa mereka berkeinginan mengembalikan kaum Muslim dalam kedudukan mereka sebelumnya di bawah naungan keperkasaan negara Khilafah. Mereka memang telah mengadakan berbagai macam konferensi yang tidak ada manfaatnya selain hanya merupakan olok-olok sekaligus sebagai upaya untuk mengelabui kaum Muslim. Melalui tangan-tangan mereka sanksi terhadap kaum Muslim di Irak dapat berjalan secara efektif; melalui tangan-tangan mereka perpecahan dan kelemahan umat Islam masih dipelihara; melalui tangan-tangan mereka tentara kaum Muslim direkayasa untuk saling berperang; dan melalui tangan-tangan mereka pula negara-negara kafir Barat diberi akses yang leluasa dan tak terbatas menuju wilayah-wilayah yang paling strategis di seluruh dunia untuk menggenjot perang melawan kaum Muslim. Mereka berkumpul dalam berbagai konferensi dan pertemuan hanya untuk melontarkan kecaman maupun ancaman verbal, sekadar untuk memuaskan kaum Muslim dan mempertahankan harapan umat Islam agar tetap menyala; sementara sesungguhnya mereka, para penguasa pengkhianat itu, tidak akan pernah berusaha seminimal apa pun untuk memelihara darah kaum Muslim, jika tidak diperintah oleh tuan-tuan mereka untuk berbuat demikian.

“(Allah menolong kamu dalam perang Badar dan memberi bala bantuan itu) untuk membinasakan segolongan orang-orang yang kafir, atau untuk menjadikan mereka hina, lalu mereka kembali dengan tiada memperoleh apa-apa.” (QS. Ali 'Imran: 127)

Oleh sebab itu, sekalipun jumlah kaum Muslim mampu mengerdilkan bangsa-bangsa lainnya, namun umat Islam tidak akan mampu berbuat apa-apa sekalipun terhadap bangsa dan negara yang kecil. Kaum Muslim bisa dirampok oleh siapapun yang menghendaki, kapan pun mereka mau, mengingat bahwa kekuatan sejati kaum Muslim duduk menganggur di barak-barak mereka atas perintah pemimpin-pemimpin pengkhianat. Perlawanan yang dihadapi para agresor hanya muncul dari anak-anak, batu-batu, dan ketapel, yang melawan tank, peluru kendali, helikopter, kapal perang, kapal induk, kapal perusak, serta pesawat pembom dan pemburu.

“Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan)mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.” (QS. Al Fath: 20)

Bagaimanapun juga, kekuatan militer merupakan sesuatu yang sangat bernilai bagi kaum Muslim dan negara Khilafah, sebagaimana Allah Swt telah memerintahkan kaum Muslim untuk mengusahakan dan mendapatkan kekuatan militer itu.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang agar kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (TQS. al-Anfal [8]: 60)

“Dan orang-orang yang beriman berkata: "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka.” (QS. Muhammad: 20) 
 dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah", terjemah al-Qur'an