Page

Kaum terpelajar menerima pemikiran asing



Pengaruh tsaqofah asing ini tidak hanya terbatas pada kaum terpelajar itu saja, tetapi merata dalam masyarakat secara keseluruhan. Akibatnya, pemikiran-pemikiran ma­syarakat pun terpisah dari perasaannya. Persoalan dalam masyarakat menjadi bertambah ruwet, dan beban kelompok politik yang benar untuk membangkitkan umat semakin berat. Persoalan yang dihadapi umat dan partai Islam sebelum PD I adalah membangkitkan suatu masyarakat Islami. Sekarang, persoalannya adalah bagaiamana menciptakan keserasian antara pikiran dan perasaan dikalangan kaum terpelajar, menciptakan keserasian antara individu masyarakat dan jamaa'ahnya dalam suatu pemikiran dan perasaan, tak terke­cuali antara kaum terpelajar dengan masyarakatnya. Kaum terpelajar telah menerima pemikiran-pemikiran asing dengan sepenuh hati, tetapi tanpa mengambil perasaan-perasaannya. Penerimaan mereka yang sepenuh hati itu telah memisahkan mereka dari masyarakat, juga telah mengakibatkan mereka memandang rendah dan tak perduli terhadap masyarakat. Pemikiran asing itu juga telah membuat mereka kagum dan hormat terhadap orang asing, mereka berusaha mendekatkan diri dan bergaul erat dengan orang-orang asing itu. Oleh karena itu kaum terpelajar semacam ini tak mungkin dapat memandang berbagai situasi yang ada di negerinya kecuali dengan mengikuti orang asing tersebut dalam memandang situasi negerinya tanpa memahami hakikat situasi sebenarn­ya. Oleh karena itu mereka tidak lagi mengetahui apa yang dapat membangkitkan umat, kecuali dengan mengikuti orang asing tersebut ketika mereka membicarakan kebangkitan. Hati nurani kaum terpelajar semacam ini tidak tergerak karena dorongan mabda' tetapi tergerak karena rasa patri­otisme dan kerakyatan/kebangsaan, dan ini merupakan gera­kan yang salah. Dengan demikian ia tidak akan berjuang demi negerinya dengan benar, dan ia tidak berkorban untuk kepentingan rakyat secara sempurna. Karena perasaannya, dalam melihat situasi negerinya, tidak dilandasi oleh pemikiran Islam, dan ia juga tidak menangkap kebutuhan-kebutuhan rakyatnya dengan perasaan yang dilandasi pemi­kiran Islam. Kalaupun kita memaksakan diri untuk mengata­kan bahwa ia berjuang menuntut suatu kebangkitan, maka sesungguhnya perjuangannya itu lahir dari pertarungan untuk suatu kepentingan khusus atau suatu perjuangan yang meniru-niru perjuangan rakyat lain. Oleh karena itu perjuangannya tak akan bertahan lama, hanya sampai halan­gan-halangan untuk merebut kepentingannya sudah tak ada lagi, dengan diangkatnya ia menjadi pegawai atau nafsunya telah terpenuhi, atau penentangannya itu pudar karena kepentingan pribadi terganggu atau ia disiksa ketika berjuang.
Hal-hal seperti ini tidak mungkin melahirkan sebuah kutlah yang benar kecuali setelah lebih dahulu diselesai­kan masalah tersebut, dengan penyelarasan pemikiran dan perasaannya, dengan mendidiknya mulai dari awal dengan tsaqofah idiologis. Penyelesaian semacam ini mengharuskan seorang murid untuk membentuk pemikirannya dengan suatu bentuk yang baru. Setelah menyelesaikan masalah ini baru beralih kepada penyeserasian antara dia dan masyarakatnya. Dengan demikian akan memudahkan penyelesaian problema kebangkitan umat. Seandainya tidak ada tsaqofah asing di negeri-negeri Islam tentu beban kebangkitan lebih ringan dari apa yang kita alami sekarang.
Atas dasar itu maka mustahil, dengan adanya tsaqofah asing dalam masyarakat, untuk membentuk sebuah kekompok politik yang benar, dan juga tidak akan terwujud atas dasar tsaqofah asing tadi kutlah yang benar semacam ini.
Penjajah tidak sekedar menggunakan tsaqofah saja bahkan mereka racuni masyarakat Islam dengan pemikiran dan pandangan politik, dan falsafah yang merusak pandangan hidup kaum Muslimin. Dengan itu mereka rusak suasana Islami yang ada serta mereka kacaukan pemikiran dan selur­uh segi kehidupan kaum muslimin.
Dengan semua itu, hilanglah titik sentral pertahanan kaum Muslimin yang alami. Penjajah memanfaatkan setiap kesempatan untuk menciptakan gerakan yang berbahaya dan seling bertentangan, menyerupai gerakan binatang yang disembelih yang berakhir dengan kematian, keputusasaan dan menyerah pada keadaan. Dan orang-orang asing ini berusaha sungguh-sungguh menjadikan kepribadian mereka sebagai mercusuar tsaqofah kita, menggunakannya dalam aspek poli­tik, menjadikan kiblat pandangan para politikus atau orang yang bergerak dalam bidang politik. Oleh karena itu seba­gian besar kutlah, tanpa disadari, berusaha meminta bantuan kepada orang-orang asing. Maka diberbagai negeri muncullah orang-orang yang meminta bantuan kepada negara-negara asing tanpa menyadari bahwa setiap permintaan bantuan kepada orang asing dan mengandalkan kekuatan asing, apapun bentuknya, adalah suatu racun dan pengkhia­natan bagi umat Islam, walaupun niat yang baik. Mereka tidak menyadari bahwa mengikatkan masalah kita dengan orang selain kita adalah bunuh diri politis. Oleh karena itu tidak mungkin mereka berhasil mendirikan suatu kutlah apapun jika pemikirannya diracuni dengan penyerahan diri atau menggantungkan diri pada orang asing. 
 dari Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI