Page

Gerakan atas dasar kepartaian ideologi Islam

 

Sesungguhnya kutlah (kelompok gerakan) yang benar yang dapat membangkitkan umat tidak boleh berasaskan jam'iyah, yang menetapkan sistem keorganisasiannya bahwa kutlah (kelompok gerakan) itu akan melakukan kerja-kerja sosial tertentu dalam bentuk kerja atau perkataan, propaganda-propaganda tertentu, atau hanya melakukan kerja-kerja praktis saja, atau hanya melakukan aktifitas dengan perkataan saja. Kutlah (kelompok gerakan) semacam tak boleh muncul di ten­gah-tengah umat yang merindukan kebangkitan. Kutlah (kelompok gerakan)-kutlah (kelompok gerakan) tidak boleh berdiri atas dasar kepartaian yang bukan berda­sarkan mabda', seperti yang sudah ada di dunia Islam sejak PD I sampai dengan saat ini.
Suatu kutlah (kelompok gerakan) yang benar adalah sebuah kutlah (kelompok gerakan) yang berdiri atas dasar kepartaian beridiologi Islam, ruh Islam merupakan ruh bagi bangunan partainya. Fikrah itu merupakan jati diri dan rahasia kehidupannya. Benih awalnya adalah manusia-manusia yang telah menyatu di dalam dirinya fikrah dan thariqah Islam, sehingga merupakan manusia yang mencer­minkan fikrah itu dalam kebersihan dan Kerja praktis misaln­ya menyantuni anak yatim, kerja melalui perkataan misalnya aktivitas pendidikan.
kejernihannya ketika berfikir, manusia yang menampilkan thariqah itu dalam langkah-langkahnya yang jelas dan istiqo­mah.
Apabila terdapat ketiga faktor ini ; fikrah yang dalam, thariqah yang jelas, manusia yang bersih, maka berarti telah tercipta benih utamanya, lalu benih ini akan bertambah banyak menjadi benih-benih berupa halaqoh ula hizb (qiyadah hizb). Apabila halaqoh ula telah terbentuk berarti telah muncul sebuah kutlah (kelompok gerakan) Islami itu. Sebab, halaqoh ula terse­but tidak lama kemudian akan berubah menjadi sebuah kutlah (kelompok gerakan). Pada saat itulah kutlah (kelompok gerakan) tersebut akan membutuhkan ikatan kepartaian yang menyatukan orang-orang yang meyakini fikrah dan thariqahnya. Ikatan kepartaian itu adalah aqidah Islam yang terpancar darinya falsafah Hizb, serta tsaqofah yang sejalan dengan mafahim Hizb. Dan pada saat itu terbentuk­lah sebuah kutlah (kelompok gerakan) Hizbiyah (kelompok kepartaian) yang akan mengarungi samudra kehidupan. Kutlah (kelompok gerakan) ini akan menghadapi suasana panas dan dingin, ditiup angin badai dan sepoi-sepoi, suasana jernih dan keruh silih berganti. Jika fak­tor-faktor tersebut di atas telah terpenuhi berarti telah terjadi pengkristalan fikrahnya, telah jelas thariqahnya dan orang-orangnya telah siap, ikatannya telah kuat dan mampu melakukan langkah-langkah praktis dalam kerja dan dakwahnya. Ia sekarang telah berubah dari sebuah kelompok kepartaian menjadi sebuah hizb mabda'iy (partai idiologis) penuh, yang bergerak demi sebuah kebangkitan yang benar. Inilah sebuah kutlah (kelompok gerakan) yang benar yang jati dirinya adalah fikrah karena fikrah merupakan tonggak kehidupannya.
Adapun bagaimana munculnya takatul Hizbi mabda'iy (kelompok kepartaian ideologis) di dalam suatu umat yang menghendaki kebangkitan, yang muncul secara alami. Inilah penjelasannya.
Umat merupakan satu tubuh yang tidak terpisah-pisahkan, maka umat dalam bentuk utuhnya adalah seperti manusia. Sebagaimana manusia, apabila ia sakit parah --yang hampir membawanya kepada kematian-- kemudian mulai berangsur-angsur sembuh, maka kesembuhan itu menjalar ke seluruh tubuhnya menyeluruh. Demikian pula umat yang mengalami kemunduran, mereka bagaikan orang yang sakit, apabila kesembuhan itu mulai menyebar di dalamnya maka kesembuhan itu menyebar ke seluruh tubuh umat, karena umat merupakan satu kelompok manusia yang satu. Kehidupan bagi umat adalah fikrah yang disertai thariqah untuk menerapkan fikrah. Dari gabungan keduanya, fikrah dan thariqah, terciptalah mabda', yakni mabda' Islam.
Semata-mata adanya mabda di tengah umat tidaklah cukup untuk membangkitkan kehidupan dalam umat. Tetapi tertunju­kinya mereka pada mabda', dan ditempatkannya mabda' dalam aktivitas kehidupan merekalah yang menjadikan umat itu hidup. Sebab, kadangkala mabda' telah ada di kalangan umat dalam warisan tasyri' (perundang-undangan), tsaqofah, dan sejarah tetapi mereka mengabaikan penggabungan antara keduanya. Dalam situasi seperti ini, semata-mata adanya fikrah dan thariqah, tak akan menciptakan kebangkitan.
Kehidupan biasanya akan menjalar pada umat tatkala umat mengalami goncangan yang hebat dalam masyarakat, yang menga­kibatkan timbulnya rasa kebersamaan. Rasa kebersamaan ini akan membuat mereka berfikir, menghasilkan berbagai premis sebagai hasil dari pencarian sebab musabab goncangan terse­but, serta cara-cara yang dekat dan jauh untuk membebaskan diri dari goncangan itu. Premis ini disertai dengan berba­gai analisanya, secara alami akan menghasilkan sebuah kesim­pulan benar. Pemikiran semacam ini terus dihubungkan dengan logikanya (alur berfikirnya) yang alami atau dengan premis-premisnya yang disertai dengan penjelasannya. Dengan kesi­nambungan pengkaitan tersebut akan memperluas aktivitas pemikiran tersebut, sehingga mencakup masa lalu, saat ini dan masa depan umat, sejarah bangsa-bangsa dan umat lain, peristiwa-peristiwa yang terjadi, berbagai pemikiran bangsa-bangsa dan cara-cara kebangkitan mereka, dengan berbagai perbandingan dan mempertimbangkan. Dalam situasi seperti ini akal mendapatkan petunjuk ke mabda' Islam , yaitu fikrah dan thariqahnya, kemudian memahami dan mengimaninya, setelah premis-premis mantiqiyahnya jelas kebenarannya dan kelaya­kannya (kewenangannya) dan kesimpulannya. Tertunjukinya masyarakat pada mabda' terjadi secara masal dalam jam'ah, karena perasaan/hati nurani mereka membawa ke arah kesimpu­lan semacam ini.

 Bacaan: Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI