Oleh : Nazril Firaz
Al-Farizi
Teringat kembali pada
tahun kemarin tepatnya pada tanggal 8 Mei 2017 ada PKB, Ansor dan PBB yang siap
untuk menampung kader "eks" HTI saat menjelang pencabutan BHP HTI.
Lalu kemudian pada tanggal 12 Mei 2017 disusul oleh PKS siap menampung kader
"eks" HTI, disusul lagi pada tanggal 21 Juli 2017 PPP pun menyatakan
siap menampung kader "eks" HTI.
Kemudian pada tanggal
12 September 2018 baru-baru ini tim koalisi pemenangan Jokowi pun menyatakan
hal sama, siap menampung suara kader "eks" HTI yang berjuta-juta via
PBB.
Mudah sekali dan bisa
kita baca akal pikiran mereka mengapa mereka mengharapkan itu dan mengatakan
lagi hal seperti itu. Kita kembalikan kepada beberapa perkara :
1. Mereka sekedar
untuk memenuhi kepentingannya sendiri agar memenangkan pemilu dengan meminta
suara dari kader "eks" HTI.
2. Mereka melakukan
pencitraan seolah iba dan mencari perhatian yang lagi-lagi untuk kepentingan
memenangkan kekuasaan politik demokrasi.
3. Mereka menyangka
bahwa kondisi kader "eks" HTI berceceran bagai gembel jalanan yang
seolah kebingungan dan tak punya wadah lagi sehingga mereka mau membuka pintu
menerima kader "eks" HTI.
Untuk poin 1 dan 2
tidak perlu dibahas, sudah kita ketahui itulah politik kepentingan di dalam
demokrasi, memang seperti itu sudah menjadi tabi'atnya, yaitu kepentingan
abadi.
Untuk poin ke-3 ini
pada tahun kemarin kami pernah membuat tulisan berjudul "Kedahsyatan
Ikatan Aqidah dan Tsaqafah Sebagai Ikatan Tertinggi". Tulisan itu
membantah sekaligus menjelaskan soal sangkaan bahwa kader "eks" HTI
seolah linglung berceceran tak jelas.
Mereka menyangka bahwa
ikatan yang mengikat para kader HTI hanya sekedar kemaslahatan dan posisi tugas
keorganisasian saja sehingga pada saat "dibubarkan" sudahlah selesai,
berakhir, linglung, berceceran menjadi gembel. Itulah yang ada di pikiran
mereka.
Lalu pertanyaannya,
mengapa mereka berpikir seperti itu?
Jawabannya sudah
dijelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin di dalam kitab At-Takattul al-Hizby bahwa
salah satunya soal ikatan yang mengikat diantara mereka hanyalah :
1. Ikatan kemaslahatan
2. Ikatan tugas-tugas
struktur keorganisasian
Maka jangan heran
lihatlah pergerakan partai-partai mereka hanya bergerak disaat ada kemaslahatan
yang menguntungkan mereka, tetapi jika kemaslahatan itu sudah dicapai atau
tidak berhasil dicapai, maka lenyaplah pergerakan dari partai-partai ini. Atau
bahkan di dalam internal partai sendiri pun pecah karena saling mengejar
maslahat sehingga terjadi dualisme.
Lihatlah mereka
bergerak menjelang pesta demokrasi 5 tahunan dengan mengemis memelas kasih
kepada orang-orang agar dapat meraih simpati dan suara agar kepentingannya
terpenuhi, termasuk salah satunya mengemis kepada kader HTI.
Mereka bisa menyangka
bahwa kader HTI pun sekedar diikat oleh maslahat dan tugas organisasi,
dikarenakan pada partai mereka sendiri pun memang antar kadernya sebatas diikat
oleh kemaslahatan dan tugas keorganisasian semata, dan hanya itu yang mereka
tau dan mereka sadari. Sehingga mereka pun menyangka seperti itu kepada Hizbut
Tahrir.
Padahal ikatan yang
mengikat antar kader HTI dan Hizbut Tahrir seluruh penjuru dunia adalah ikatan
Aqidah dan Tsaqafah yang mana ikatan ini tidak ada hubungannya dengan soal
apakah jika partai "bubar" lalu kader pun bubar, dakwah berhenti.
Tidak ada hubungan dan tidak masalah sama sekali. Ikatan ini akan tetap ada
meski dianggap "dibubarkan" oleh para pembenci Khilafah.
Ikatan ini muncul dari
aqidah itu sendiri yang memancarkan berbagai penjelasan serta solusi jawaban
terhadap berbagai permasalahan kehidupan. Dan perlu diingat dakwah ini pun
takkan pernah terhenti karena sepanjang ada Ideologi Islam, maka hal itulah yang
mendorong dakwah takkan pernah terhenti ini.
Jadi sampai kapanpun
ajakan dan tawaran apapun tidak ada gunanya dan tidak berguna dari kalian itu.
Camkan
itu baik-baik wahai kalian para pelaku Demokrasi.
[Nazril FA]