Pertama, Sifat Sembelihan yang
Layak (Sah) Sebagai Aqiqah
Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya, al-Majmu', ”Hewan yang layak (sah) disembelih
sebagai aqiqah adalah domba yang dewasa dan kambing yang dewasa yang sudah
memiliki gigi seri (gigi depan). Domba dan kambing itu harus selamat dari
cacat. Karena aqiqah adalah mengalirkan darah secara syar'i (sesuai dengan
tuntunan Islam) maka sifat-sifat hewan yang disembelih untuk aqiqah sama dengan
sifat-sifat hewan yang disembelih untuk kurban…”
Sifat-sifat hewan yang
disembelih sebagai aqiqah harus sama dengan sifat-sifat hewan yang disembelih
sebagai kurban.
Kedua, Waktu Penyembelihan Hewan
Aqiqah
Menurut sunnah Nabi,
penyembelihan hewan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahirannya
dengan menghitung hari kelahirannya. Jadi, hewan aqiqah hanya terhitung
disembelih pada hari keenam jika hari kelahiran tidak dihitung. Apabila sang
anak dilahirkan pada malam hari maka dihitung dari hari setelah malam kelahiran
itu.
Penyembelihan hewan
kurban dilaksanakan pada hari ketujuh, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan
oleh al-Baihaqi dari Abdullah ibn Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi s.a.w.,
beliau bersabda,
"Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, hari
keempat belas, dan hari kedua puluh satu.” (Hadits shahih, silakan
lihat: Shahih al-Jami’ (4132)
diriwayatkan oleh al-Baihaqi' (9/303), ath-Thabrani dalam ash-Shaghir halaman 149 dan dalam al-Ausath (1/143) dalam riwayat tersebut
terdapat nama Isma’il ibn Muslim, ia dinyatakan dha'if
karena banyak berbicara dan berdusta)
Samurah ibn Jundab
r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda,
”Setiap anak yang dilahirkan itu tergadai dengan
aqiqahnya, yaitu seekor kambing yang disembelih untuknya pada hari ketujuh,
lalu si anak diberi nama dan rambut kepalanya dicukur.” (Hadits shahih.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam kitab Qurban
(1575) ia berpendapat hasan shahih, Abu
Dawud dalam kitab Qurban pada bab: al-'Aqiqah (2838) dan Ibnu Majah (3165).
Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Shahih
at-Tirmidzi (1229)
Menurut penganut
Mazhab Hanbali, aqiqah disembelih pada hari ketujuh dan seterusnya, kelipatan
tujuh. Mereka memiliki beberapa riwayat untuk itu.
Sedangkan menurut
penganut Mazhab Syafi'i disebutkan bahwa penyebutan tujuh itu untuk ikhtiyar
(pilihan) bukan keharusan. Rafi'i menambahkan bahwa waktu penyembelihan hewan
aqiqah dimulai dari kelahiran bayi.
Imam Syafi'i berkata,
”Makna hadits itu adalah penyembelihan aqiqah diusahakan tidak ditangguhkan
hingga melewati hari ketujuh. Namun jika memang belum sempat beraqiqah sampai
sang bayi telah mencapai usia baligh, maka gugurlah tanggung jawab orang yang seharusnya
mengaqiqahkannya. Tetapi jika sang anak ingin beraqiqah untuk dirinya sendiri
maka ia boleh melakukannya.
Hadits-hadits yang
menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing adalah
hadits-hadits yang memiliki kelebihan (jika dibandingkan dengan hadits-hadits
yang menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan satu kambing).
Disunnahkan memakan
hewan aqiqah, boleh juga menghadiahkannya atau menyedekahkannya kepada orang
lain, karena aqiqah adalah menyembelih hewan yang hukumnya sunnah muakkad maka
hukumnya sama dengan hewan kurban.
Rafi'i berkata,
”Sunnah memberikan bagian kaki dari hewan aqiqah kepada bidan, dokter atau
dukun bayi (yang membantu proses kelahiran) sebagaimana yang disebutkan dalam
sunan al-Baihaqi, dari Ali r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. memerintahkan Fathimah
r.a., “Timbanglah rambut al-Husain, kemudian
bersedekahlah dengan perak (seberat rambut yang ditimbang) dan berikanlah
bagian kaki hewan aqiqah kepada wanita yang membantu proses kelahiran”
(diriwayatkan secara mauquf sampai pada Ali r.a.).
Bacaan: Ahmad ibn
Mahmud ad-Dib, Aqiqah:
Risalah Lengkap Berdasarkan Sunnah Nabi, Qisthi Press