Beberapa Perkara yang Disunahkan
untuk Berwudhu
1. Tidur:
Ketika seorang Muslim
akan tidur, maka disunahkan untuk berwudhu, sehingga dia tidur dalam keadaan
telah berwudhu. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan al-Barra bin Azib, dia
berkata: Nabi Saw. bersabda:
“Jika engkau
mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah seperti wudhu yang engkau lakukan
untuk shalat.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Berwudhu sebelum tidur
itu lebih dianjurkan lagi bagi orang yang junub. Kami katakan dianjurkan, bukan
diharuskan, mengingat hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar, dari Umar ra.:
“Bahwasanya dia
bertanya kepada Rasulullah Saw.: Apakah boleh salah seorang dari kami tidur
padahal dia dalam keadaan junub? Rasulullah Saw. menjawab: “Iya boleh, dan
berwudhu (terlebih dahulu) jika dia mau.” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
Dilalah hadits ini sangat jelas.
2. Berdzikir
mengingat Allah: Berdasarkan hadits yang diriwayatkan al-Muhajir bin
Qunfudz:
“Bahwasanya dia
mengucapkan salam kepada Rasulullah Saw. Saat itu beliau Saw. sedang berwudhu.
Beliau Saw. tidak membalas salamnya, hingga setelah selesai berwudhu barulah
beliau Saw. membalas salamnya, seraya berkata: “Sesungguhnya tidak ada yang
menghalangiku untuk membalas salammu melainkan aku tidak suka menyebut nama
Allah kecuali aku dalam keadaan suci.” (HR. Ahmad)
Juga berdasarkan
hadits yang diriwayatkan Abu Juhaim bin al-Harits, dia berkata:
“Nabi Saw. datang dari
arah telaga Jamal, lalu beliau Saw. bertemu dengan seorang laki-laki. Dia
mengucapkan salam kepada beliau Saw., tetapi beliau Saw. tidak membalas
salamnya hingga beliau menghadap dinding. Lalu beliau Saw. mengusap wajahnya
dan kedua tangannya, kemudian baru membalas salamnya.” (HR. Ahmad)
Telaga Jamal itu
adalah satu tempat dekat Madinah.
Dalil bahwa hal itu
dihukumi sunah, bukan wajib, adalah Rasulullah Saw. seringkali berdzikrullah tanpa berwudhu dan membaca
al-Qur’an -yang juga termasuk kategori dzikir- tanpa berwudhu. Aisyah ra.
berkata:
“Rasulullah seringkali
berdzikrullah dalam setiap
kesempatannya.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Ali ra. berkata:
“Rasulullah Saw.
membaca al-Qur’an dalam setiap keadaan, kecuali kondisi junub.” (HR. an-Nasai
dan Tirmidzi)
Tirmidzi berkata:
hadits ini hasan shahih.
Selain itu, dari Abu
Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Wahai Abu Hurairah,
jika engkau berwudhu maka ucapkanlah bismillah
dan alhamdulillah, karena sesungguhnya
penjagaanmu (atas dua kalimah) itu akan senantiasa menuliskan kebaikan untukmu
hingga engkau batal dari wudhu itu.” (HR. at-Thabrani)
Dari Anas, dia
berkata:
“Sejumlah sahabat
mencari air wudhu, tetapi mereka tidak menemukannya. Dia berkata: Maka
Rasulullah Saw. bersabda: “Airnya di sini.” Maka aku melihat Rasulullah Saw.
meletakkan tangannya di atas wadah yang berisi air, kemudian dia berkata:
“Berwudhulah kalian dengan menyebut nama Allah.” Dia berkata: Lalu aku melihat
air keluar dari sela jari-jemarinya, dan orang-orang pun berwudhu hingga orang
terakhir dari mereka.” (HR. al-Baihaqi)
3. Mengulang
persetubuhan: Yakni ketika seseorang
yang telah menyetubuhi isterinya ingin kembali bersetubuh sebelum mandi, maka
dianjurkan untuk berwudhu. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu
Said, bahwasanya dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Jika salah seorang
dari kalian menyetubuhi isterinya, kemudian ingin mengulang kembali, maka
hendaknya dia berwudhu.” (HR. Muslim, Ahmad dan Abu Dawud)
Hadits ini
diriwayatkan juga oleh al-Hakim dan al-Baihaqi dengan tambahan:
“Karena wudhu itu
lebih menyegarkan dirinya untuk mengulang persetubuhan.”
Tetapi lafadz ini
hanya diriwayatkan oleh Syu'bah seorang diri. Ketika orang
tsiqah meriwayatkan hadits sendirian,
maka riwayatnya itu bisa diterima, sehingga ucapan Rasulullah Saw.: “karena
wudhu itu lebih menyegarkan dirinya untuk mengulang persetubuhan,” mengalihkan
perintah wudhu tersebut menjadi mandub.
Inilah pendapat yang
dipegang oleh mayoritas kaum Muslim kecuali ahlud
dzahir (aliran dzahiriyah), di
mana mereka berpendapat wajibnya berwudhu ketika ingin mengulang persetubuhan,
dengan berpegang pada hadits yang diriwayatkan Muslim di atas. Ini merupakan
pemahaman yang kaku terhadap lafadz yang tidak bisa diterima. Maksudnya, frase fal yatawadhdha’ (hendaknya dia berwudhu) itu
menurut mereka mengandung arti wajib, tanpa mau mengkaji dan mencermati
riwayat-riwayat lainnya.
Bacaan: Tuntunan
Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Artikel terkait: