Page

Badan Siber Melahirkan Kekhawatiran



Oleh: Dr. Kusman Sadik

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah resmi dibentuk setelah ditandatanganinya Perpres No.53 Tahun 2017. Secara logis, ada sejumlah kekhawatiran terhadap keberadaan badan yang langsung di bawah Presiden tersebut.

Pertama, badan siber tersebut berpotensi dapat meredam sikap kritis masyarakat pada pemerintah. Khususnya ketika sikap kritis tersebut disampaikan di media sosial. Padahal media sosial sendiri saat ini telah menjadi sarana paling favorit untuk menyampaikan sikap dan pemikiran masyarakat.

Secara umum, tingkat ancaman keamanan dunia maya dapat dikategorikan tiga, yaitu ancaman siber (cyber threat), kejahatan siber (cyber crime), dan perang siber (cyber conflict). Masalahnya, ketiga kategori tersebut tidak memiliki definisi spesifik, sehingga bersifat multitafsir yang sangat tergantung pada siapa yang menafsirkan.

Misalnya, kritik kepada pemerintah di media sosial bisa saja dikategorikan sebagai ancaman siber (cyber threat). Pasalnya kritik tersebut dapat saja dianggap menimbulkan kegaduhan dan ketegangan publik. Apalagi jika yang mengkritik tersebut memiliki followers yang cukup banyak di media sosial.

Bahkan kritik semacam itu dapat saja mereka kategorikan sebagai perang siber (cyber conflict) karena dianggap sudah menyerang wibawa pemerintah. Badan siber memiliki kewenangan untuk menafsirkan apakah hal tersebut terkategori ancaman, kejahatan, atau bahkan perang siber. Tentu saja penafsiran semacam itu sangat berbahaya karena bersifat subyektif dan sarat dengan kepentingan politik.

Kedua, bagi umat Muslim badan siber tersebut dikhawatirkan dapat berpotensi mengekang dakwah. Pasalnya umat Muslim yang dalam dakwahnya menyerukan penerapan syari'ah secara kaaffah bisa saja mereka tuding radikal, anti-kebhinnekaan, atau melakukan hate-speech. Apalagi jika di dalam dakwahnya tersebut umat Muslim mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan syari'ah.

Misalnya saat umat Muslim mengkritik kebijakan ekonomi neoliberal berupa penyerahan sumber daya alam kepada asing ataupun penjualan berbagai aset negara. Hal tersebut dikritik karena bertentangan dengan syariah dalam bidang ekonomi. Yakni terkait hukum syariah pengelolaan harta milik umum (milkiyatul 'ammah) dan harta milik negara (milkiyatud daulah) yang dilarang oleh syara' untuk diserahkan kepada asing.

Ketika dakwah semacam itu disampaikan di area publik melalui media sosial bisa saja kemudian ditafsirkan oleh mereka sebagai bentuk ancaman, kejahatan, atau bahkan perang siber dari kelompok radikal. Apalagi kalau dakwah tersebut tidak sekadar mengkritik kebijakan pemerintah. Namun juga disertai ajakan untuk menerapkan syariah secara kaffah dalam sistem khilafah sebagai solusi terhadap problem akibat penerapan ekonomi neo-liberal tersebut.

Penafsiran subyektif seperti itu akan menyudutkan aktivitas dakwah Islam yang salah satu bagian dakwah tersebut adalah melakukan koreksi terhadap penguasa (muhasabah lil-hukmi). Yakni mengoreksi segala kebijakan penguasa yang disinyalir bertentangan dengan syariah Islam.

Karenanya sikap kritis umat Muslim terhadap badan siber ini sangat diperlukan. Sebagaimana sikap kritisnya terhadap UU Ormas. Kewaspadaan dan sikap kritis tersebut diperlukan dalam rangka melindungi dakwah Islam dari upaya pengekangan dan kriminalisasi. Sebab bagi setiap Muslim, dakwah itu kewajiban dari Allah SWT sebagaimana kewajiban shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya.

Hal terpenting dari dakwah Islam adalah seruan untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah. Prosesnya dilakukan secara edukatif dan argumentatif dan bukan dengan kekerasan. Syariah Islam didakwahkan dan ditawarkan sebagai solusi terhadap berbagai problem yang membelit negeri ini. Mulai dari problem akhlak, pendidikan, ekonomi, sosial, keamanan, hingga problem politik. Jadi sangat naif kalau dakwah semacam ini dianggap sebagai ancaman.

Bagi umat Muslim dakwah untuk kembali pada syariah secara kaffah tersebut juga merupakan wujud ketakwaan dan ketundukan kepada Allah SWT. Karenanya setiap ada upaya pengekangan terhadap dakwah akan memunculkan perlawanan dari umat Muslim. Semakin kuat dan represif pengekangannya akan semakin kuat pula perlawanannya. Dalam sejarahnya yang panjang, umat Muslim tidak pernah surut dan bahkan selalu tegar dan kokoh membela dakwah Islam. Wallaahua'lam bi ash-shawaab.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 212