Page

Rezim Pemerintah Anti Islam, Imajinatif?



Pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pereira bahwa isu Jokowi unfriendly dengan umat Islam hanya imajinatif, menarik untuk kita kritisi. Sebagaimana yang diberitakan Republika (15/1/2018), Ketua DPP PDI Perjuangan itu menampik isu yang selalu dialamatkan kepada Presiden Joko Widodo dan PDIP yang selalu unfriendly atau tidak bersahabat dengan umat Islam. Menurutnya, isu tersebut tidak benar dan hanya imajinatif yang dibuat untuk menjatuhkan Presiden Jokowi dan PDIP. Pernyataan Andreas ini terkait berbagai serangan yang selalu dialamatkan kepada PDIP dan Presiden Jokowi setiap jelang tahun politik, seperti Pilkada dan Pilpres. Menurutnya, dalam demokrasi sikap kritis oleh lawan politik boleh, tapi jangan melakukan kampanye hitam seperti isu-isu komunis dan anti Islam.

Namun, opini yang berkembang di tengah-tengah kaum Muslimin tentang sikap rezim Jokowi yang kurang bersahabat terhadap umat Islam bukanlah muncul begitu saja. Tidak ada asap kalau tak ada api. Cara pandang keliru terhadap umat Islam dengan menganggap umat Islam sebagai ancaman telah membuat beberapa kebijakan rezim Jokowi ini dipandang tidak bersahabat dan sarat dengan permusuhan terhadap umat Islam.

Aksi Bela Islam, yang berjalan damai, tanpa kekerasan, kemudian dituding didalangi kelompok radikal Islam. Demikian pula saat muncul seruan dari para ulama dan ormas -ormas Islam untuk tidak memilih pemimpin kafir seharusnya dilihat sebagai hal yang biasa saja. Karena dalam Islam memang haram memilih pemimpin kafir, namun dicap oleh rezim sekarang sebagai sikap anti kebhinnekaan.

Ada kesan kuat yang muncul bahwa ulama dan tokoh-tokoh Islam yang dianggap mengancam kepentingan rezim dikriminalisasi. Ormas Islam dicabut status badan hukumnya secara zhalim tanpa proses pengadilan. Suara umat Islam yang kritis dan berdasarkan syariah Islam pun dibungkam dan dituding sebagai penghasutan, kebencian, makar, anti kebhinnekaan, radikal hingga teroris. Tuntutan penerapan syariah Islam dituding ancaman negara. Kewajiban mengangkat khilafah Islam yang merupakan ajaran Islam dikriminalisasi dan dimonsterisasi.

Saat umat Islam bersama-sama menyuarakan solidaritas mereka untuk saudara Muslim Rohingya, muncul tudingan solidaritas Muslim Rohingya digoreng untuk menjatuhkan Jokowi. Tidak hanya itu, dibangun opini bahwa petaka pembantaian Muslim Rohingya digunakan oleh kelompok-kelompok radikal untuk melakukan tindakan terorisme.

Ketidakadilan sikap aparat penegak hukum juga dirasakan umat Islam. Dengan alasan menyebarluaskan kebencian, SARA, dan radikalisme, situs-situs yang banyak dimiliki aktivis Islam, termasuk akun-akun sosial media yang bersikap kritis pada rezim diberangus. Aparat dengan sigap menahan mereka yang berpihak terhadap Aksi Bela Islam, karena dianggap menyebarkan meme atau tulisan yang dianggap menghina. Sementara akun-akun pro-Jokowi, yang kerap menghina Islam dan ulama, tampak seperti dibiarkan.

Ulama yang berperan penting dalam Aksi Bela Islam dikriminalisasi. Ustadz Alfian Tanjung, yang sudah dibebaskan dari pengadilan Surabaya ditangkap lagi. Padahal yang disuarakan adalah ancaman terhadap komunisme/ PKI, yang memang masih ada dan berbahaya. Sementara itu, Victor Laiskodat yang dalam ceramahnya menghina ajaran Islam yang mulia Khilafah Islamiyah tidak dipermasalahkan. Tidak hanya itu, Victor juga menuding partai-partai tertentu sebagai pendukung radikalisme. Pidatonya pun seperti memprovokasi masyarakat luas secara langsung atau tidak langsung untuk melakukan pembunuhan.

Yang menyedihkan lagi, ada kesan kuat rezim sekarang mengadu domba sesama umat Islam. Dengan mendekati satu komponen Islam dan membenturkan dengan komponen umat Islam yang lain. Ada kesan bahwa tindakan persekusi masif terhadap ulama-ulama atau mubaligh yang pro Aksi Bela Islam, seolah dibiarkan dilakukan oleh sesama kelompok Islam. Strategi stick and carrot pun dilakukan, ulama atau kelompok yang sejalan dengan rezim diangkat, sementara yang tidak sejalan diberikan sanksi.

Cara-cara dengan politik belah bambu dan adu-domba ini, tentu sangat berbahaya. Berarti, rezim dengan sengaja telah menciptakan kondisi konflik horisontal sesama umat Islam. Walhasil, kalau rezim sekarang tidak mengubah cara pandang terhadap umat Islam, apalagi bertindak semakin represif, anggapan tidak bersahabat bahkan anti-Islam, sangat mungkin semakin menguat.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 212