Page

Perjalanan Muhammad Bersama Pamannya Ke Syam, Dan Kisah Buhaira



11. Perjalanan Muhammad Bersama Pamannya Ke Syam, Dan Kisah Buhaira

Ketika Muhammad telah berumur dua belas tahun, Abu Thalib pergi bersama rombongan pedagang menuju Syam. Di saat mereka bersiap-siap dan sepakat untuk berangkat, Rasulullah Saw. ikut bersama rombongan yang di dalamnya ada Abu Thalib. Abu Thalib berkata, “Demi Allah, aku akan membawamu bersamaku, sebab aku dan dia tidak dapat berpisah selamanya.”
Setelah lama berjalan sampailah mereka di kota Bushra. Di Bushra ada tempat pertapaan rahib. Tempat itu tidak pernah sepi dari rahib yang sedang belajar dan mengajarkan ilmu tentang agama Nasrani yang terdapat dalam kitab-kitab yang mereka wariskan dari generasi ke generasi -seperti yang mereka tuturkan. Rahib yang ada ketika itu bernama Buhaira.
Sebelumnya, rombongan itu sudah biasa melewati tempat tersebut, namun rahib itu tidak pernah berbicara, apalagi menemui mereka. Ketika rombongan itu sudah dekat dengan tempat pertapaannya, maka dia membuat makanan yang banyak untuk mereka. Hal itu dia lakukan karena dia melihat sesuatu dari tempat pertapaannya, sesuatu itu adalah Muhammad Saw. yang sedang bersama rombongan, dan awan yang selalu menaungi mereka. Ketika mereka berada di bawah pohon yang tidak jauh dari tempatnya, dia melihat awan juga menaungi pohon itu, serta dahan-dahannya yang mengarah pada Rasulullah saw, sehingga Rasulullah Saw. dapat berteduh di bawahnya. Wallahu a’lam.
Setelah melihat itu semua, Buhaira turun dari tempat pertapaannya, kemudian dia menemui mereka dan berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuatkan makanan untuk kalian, dan aku akan merasa senang jika kalian bisa hadir semua untuk menikmatinya, baik yang besar maupun yang kecil, budak maupun yang merdeka.”

Salah seorang dari mereka berkata, “Demi Allah, punya hajat apa, hai Buhaira? Sebelumnya, kamu belum pernah berbuat seperti ini terhadap kami. Padahal, kami sudah biasa lewat di sini, maka apa hajatmu hari ini?” Buhaira berkata, “Benar, apa yang kamu katakan, namun sekarang kalian adalah tamuku, sehingga aku ingin memulyakan dan menghidangkan makanan untuk kalian, maka aku berharap kalian semua sudi menikmatinya.”
Mereka semua berkumpul di tempat Buhaira, sedang Rasulullah Saw. mereka tinggalkan di bawah pohon bersama kendaraan mereka, sebab Rasulullah Saw. masih kecil. Ketika Buhaira mengamati orang-orang yang ada di tempatnya, dia tidak melihat di antara mereka adanya sifat-sifat seperti yang dia ketahui dari kitabnya.
Buhaira berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, adakah dari kalian yang tidak turut menikmati hidangan ini.” Mereka berkata, “Wahai Buhaira, semuanya ada di sini, kecuali seorang anak kecil yang kami tinggalkan bersama kendaraan kami, sebab dia masih terlalu kecil menurut kami.” Buhaira berkata, “Kalian jangan berbuat seperti itu, panggillah dia, sehingga dia juga dapat menikmati hidanganku bersama kalian.”
Salah seorang dari mereka berkata, “Demi Lata dan Uzza, kami merasa dilecehkan karena tidak mengajak putra Abdullah bin Abdul Muththalib menikmati hidangan bersama kami.” Lalu orang itu pergi, dan tidak lama kemudian dia datang dengan Muhammad Saw. dan membawanya duduk di tengah-tengah mereka.

Ketika Buhaira melihat Rasulullah Saw., maka mulailah dia mengamati fisik dan gerak-geriknya, akhirnya Buhaira menemukan bahwa sifat-sifat itu ada pada putra Abdullah bin Abdul Muththalib. Setelah mereka selesai menikmati hidangan dan meninggalkannya. Buhaira mendatangi Rasulullah Saw. dan berkata, “Wahai anak kecil, aku bertanya kepadamu tentang kebenaran Lata dan Uzza, atau beri tahu aku apa itu Lata dan Uzza.” Buhaira berkata begitu karena dia mendengar di antara mereka bersumpah dengan Lata dan Uzza. “Kamu jangan bertanya kepadaku tentang Lata dan Uzza, sebab tidak ada sesuatu yang paling aku benci selain keduanya,” jawab Rasulullah Saw.
Buhaira berkata, “Sungguh, kamu tidak akan memberi tahu apa yang aku tanyakan.” Muhammad Saw. berkata, “Bertanyalah kepadaku tentang sesuatu yang kamu anggap lebih penting.” Maka mulailah Buhaira bertanya kepadanya tentang keadaan tidurnya, gerak-geriknya, dan kejadian-kejadian yang pernah dialaminya. Semua jawaban Rasulullah Saw. sesuai dengan sifat-sifat yang diketahui Buhaira dari kitabnya.
Kemudian Buhaira membuka punggung Rasulullah Saw., lalu dia melihat stempel kenabian ada di antara dua pundaknya, ini juga persis dengan sifat yang diketahui dari kitabnya.
Setelah merasa cukup puas, Buhaira mendekati pamannya Abu Thalib. Buhaira berkata, “Mengapa anak ini bersamamu?” “Dia anakku,” jawab Abu Thalib. Buhaira berkata, “Bukan, ini bukan anakmu, sebab tidak mungkin dia begini kalau saja ayahnya masih hidup.” Abu Thalib berkata, “Yang benar, dia adalah putra saudaraku.” Buhaira berkata, “Bagaimana dengan ayahnya?” Abu Thalib berkata, “Wafat sejak dia dalam kandungan ibunya.” Buhaira berkata, “Kamu benar, sekarang bawa pulang kembali keponakanmu, dan berhati-hatilah dengan orang-orang Yahudi, sebab kalau mereka tahu, pasti mereka akan berbuat buruk kepadanya. Sebenarnya dalam diri keponakanmu tersimpan sesuatu yang sangat besar. Untuk itu, bawalah dia segera ke negerinya.”

Apa yang dikatakan Buhaira tidak berpengaruh sedikitpun pada diri Muhammad Saw., beliau tidak pernah mengingatnya, dan beliau tidak punya keinginan untuk memimpin kaumnya. Sehingga akhirnya wahyu turun kepadanya, dan beliau menerima pucuk kepemimpinan umat.

Bacaan: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press