Page

Puasa Sunnah Enam Hari Di Bulan Syawal



Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal

Disunahkan bagi seorang Muslim setelah menyelesaikan puasa Ramadhan dan merayakan hari raya Idul Fitri untuk melanjutkan berpuasa di bulan Syawal, yakni berpuasa enam hari darinya.
Barangsiapa yang melakukan hal itu setiap tahun maka seolah-olah dia telah berpuasa ad-dahru (berpuasa setiap hari sepanjang tahun). Hal ini karena kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh kali, dan satu hari dilipatgandakan menjadi sepuluh hari, di mana satu bulan Ramadhan dinilai menjadi sepuluh bulan, dan enam hari puasa Syawal bernilai enam puluh hari, yakni dua bulan. Sehingga dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah berpuasa Ramadhan yang bernilai sepuluh bulan, kemudian dia berpuasa dua bulan, sehingga totalnya 12 bulan.

Puasa enam hari ini tidak harus dilakukan langsung setelah hari raya, juga tidak harus dilakukan secara berturut-turut. Yang diminta oleh syariat semata-mata puasa enam hari saja dari bulan Syawal, enam hari yang manapun dan bagaimanapun darinya.

Inilah sejumlah hadits yang menyebutkan hal itu:

1. Dari Abu Ayub al-Anshari ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, lalu diikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka seperti berpuasa ad-dahru (puasa tiap hari sepanjang tahun).” (HR. Muslim [2758], Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan ad-Darimi)

Hadits ini diriwayatkan pula oleh al-Bazzar [1060] dari jalur Abu Hurairah ra.

2. Dari Tsauban bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Puasa bulan Ramadhan (senilai) dengan puasa sepuluh bulan, dan puasa enam hari dari bulan Syawal (senilai) dengan puasa dua bulan, maka (semua) itu senilai dengan puasa setahun.” (HR. an-Nasai [2873] dalam as-Sunan al-Kubra)

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah [1715], Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi. Ibnu Majah meriwayatkannya dengan lafadz:

“Barangsiapa yang berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fithri maka (sama dengan puasa) setahun penuh. Barangsiapa yang membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.”

Sanad hadits ini berstatus shahih. Semua riwayat hadits ini memiliki dilalah yang cukup jelas.

Para ulama yang sangat menganjurkan puasa enam hari di bulan Syawal ini di antaranya adalah as-Syafi'i, Ahmad, dan Dawud. Pendapat ini diriwayatkan berasal dari as-Sya'bi, Maimun bin Mahran. Di sisi lain, Abu Hanifah dan Malik memakruhkan puasa enam hari ini. Dalam al-Muwaththa dinyatakan: “sesungguhnya dia, yakni Malik, tidak mengetahui seorang ahli ilmu dan ahli fikih yang melakukannya. Seorangpun dari kalangan salaf tidak ada yang memberitahukan hal itu kepadaku, dan sesungguhnya ahli ilmu memakruhkan puasa tersebut, khawatir hal itu menjadi satu bid'ah, di mana orang-orang bodoh dan tak berpengetahuan telah mengikutkan Ramadhan dengan sesuatu yang lain, jika mereka mengetahui hal itu sebagai rukhshah dalam pandangan ahli ilmu, dan melihat mereka (ahli ilmu-pen.) mengamalkannya.”

Sungguh saya merasa sangat heran dengan pendapat yang dilontarkan dua imam ini, yakni Abu Hanifah dan Malik, ketika mereka berdua memakruhkan puasa enam hari di bulan Syawal. Padahal nash-nash yang jelas-jelas memiliki dilalah yang qath'i (qath'i ad-dilalah) menunjukkan bahwa puasa enam hari itu sangat dianjurkan. Pernyataan Malik dalam al-Muwaththa bahwa dia tidak mengetahui seorangpun dari ahli ilmu dan ahli fikih melakukannya, dan bahwa orang-orang bodoh kadangkala menyertakan sesuatu yang lain dengan Ramadhan, juga pernyataan Abu Hanifah dan Malik yang memakruhkan puasa enam hari dengan alasan kadangkala orang menyangka puasa itu diwajibkan atas mereka, semua itu merupakan pernyataan yang kontradiktif dengan nash-nash shahih yang ada, sehingga tidak layak untuk dipertimbangkan sama sekali. Karena lemahnya dan sangat mudahnya untuk dibantah, maka saya tidak perlu membahas pernyataan mereka ini panjang lebar. Semoga Allah Swt. mengampuni dua imam yang mulia ini.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Tuntunan Puasa Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah