Page

Ketika Berpuasa Sunah Menghadiri Undangan Makan



Seseorang yang Berpuasa Sunat Jika Diundang:

Jika seseorang yang berpuasa sunat diundang makan, maka disyariatkan baginya untuk memenuhi undangan itu. Dia tidak perlu merasa terhalang memenuhi undangan itu dengan alasan sedang berpuasa. Justru seharusnya dia berangkat. Jika dia berkehendak, maka dia bisa berbuka dan memakan hidangan. Tetapi, dia bisa juga tetap berpuasa, seraya memberitahukan orang yang mengundangnya bahwa dia sedang berpuasa, lalu dia mendoakan kebaikan untuknya. Berikut ini sejumlah nash terkait topik ini:

1. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian diundang, maka penuhilah, dan jika dia sedang berpuasa maka berdoalah, dan jika dia sedang berbuka maka makanlah.” (HR. Muslim [3520], Abu Dawud, dan Tirmidzi)

Falyushalli: kata ini disebutkan sesuai dengan pengertian bahasa, yakni berdoa. Hal ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan an-Nasai dalam as-Sunan al-Kubra [10059] dari jalur Abdullah bin Mas'ud ra. dengan redaksi:

“Jika salah seorang dari kalian diundang maka penuhilah, jika dia berbuka maka makanlah, dan jika dia berpuasa maka hendaknya dia mendoakan keberkahan.”

2. Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian diundang makan, padahal dia sedang berpuasa, maka katakanlah sesungguhnya aku sedang berpuasa. (HR. Muslim [2702], an-Nasai, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan ad-Darimi)

3. Dari Anas ra.:

“Rasulullah Saw. mengunjungi Ummu Sulaim, lalu dia (Ummu Sulaim) menghidangkan kurma kering dan mentega. Beliau Saw. berkata: “Kembalikanlah mentega kalian ke wadahnya dan kurma kering kalian ke tempatnya, karena aku sedang berpuasa.” Kemudian beliau Saw. berdiri menuju salah satu sisi rumah itu, lalu beliau Saw. shalat sunat. Setelah itu memanggil Ummu Sulaim dan penghuni rumahnya.” (HR. Bukhari [1982], Ahmad, Ibnu Saad dalam at-Thabaqat al-Kubra)

Dilalah hadits-hadits ini begitu jelas.

Kita perhatikan hadits berikut: dari Abu Juhaifah, ia berkata:

“Nabi Saw. mempersaudarakan antara Salman dengan Abu Darda. Kemudian Salman mengunjungi Abu Darda, dan dia melihat Ummu Darda (hidupnya) sangat bersahaja. Maka dia bertanya kepadanya: Ada apa dengan engkau ini? Ummu Darda berkata: Saudaramu, Abu Darda sudah tidak butuh dunia lagi. Lalu datanglah Abu Darda, kemudian ia membuatkan makanan untuk Salman dan berkata: Makanlah. Dia berkata: Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Salman berkata: Aku tidak akan makan hingga engkau makan. Dia berkata: Kemudian Abu Darda pun makan. Ketika malam tiba, Abu Darda pergi melaksanakan shalat malam. Salman berkata: Tidurlah! Kemudian Abu Darda pun tidur. Tetapi dia bangun lagi untuk shalat malam. Lalu Salman berkata: Tidurlah. Ketika tiba di penghujung malam, Salman berkata: Sekarang bangunlah. Keduanya melaksanakan shalat malam. Kemudian Salman berkata kepada Abu Darda: Sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak, dirimu memiliki hak, dan keluargamu pun memiliki hak, maka tunaikanlah hak itu kepada setiap yang berhak. Lalu Abu Darda mendatangi Nabi Saw. dan menceritakan peristiwa itu kepadanya. Maka Nabi Saw. bersabda: “Salman benar.” (HR. Bukhari [1968], Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan at-Thabrani)

Daruquthni [2/176] dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Sesungguhnya saudaramu itu melakukan shalat sepanjang malam dan berpuasa sepanjang hari, dan dia sudah tidak butuh lagi pada wanita dunia. Lalu datang Abu Darda yang kemudian disambut oleh Salman. Abu Darda lalu menyodorkan makanan kepadanya, tetapi Salman berkata kepadanya: Makanlah. Abu Darda berkata: Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Salman berkata: Aku bersumpah kepadamu agar engkau berbuka. Dan dia berkata: Aku tidak akan makan hingga engkau makan. Abu Darda pun makan bersamanya...”

Hadits ini mengandung beberapa hukum, antara lain: seseorang yang berpuasa sunat boleh memutuskan puasanya. Hal ini telah dibahas secara lengkap dalam topik “Mengqadha Puasa Sunat” dalam bab “Mengqadha Puasa”. Kesetimbangan dalam ibadah itu adalah sesuatu yang disyariatkan, di antara ibadah itu adalah berpuasa dan qiyamullail. Selain itu, menunaikan hak isteri lebih didahulukan daripada puasa sunat dan qiyamullail. Dan orang yang mengundang makan boleh mendorong seseorang yang berpuasa -yang diundangnya- untuk berbuka.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Tuntunan Puasa Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah