Page

Dalil Tata Cara Memisahkan Diri Dari Imam Shalat Jama’ah



Memisahkan Diri Dari Imam

Seorang makmum boleh untuk memisahkan diri dari imam di sepanjang shalatnya, asalkan ada ‘udzur yang memaksanya untuk memisahkan diri dari imam. Dan hendaknya ia tetap berpegang pada shalat yang telah dilakukannya bersama imam, lalu menyempurnakan atau meneruskan sisa rakaat shalatnya seorang diri, tanpa perlu mengulang lagi dari awal. Dari Anas bin Malik ra., ia berkata:

“Adalah Muadz bin Jabal ra. mengimami kaumnya (shalat), lalu masuklah Haram sedangkan ia bermaksud menyirami kurmanya. Ia masuk masjid untuk melaksanakan shalat bersama kaumnya. Ketika ia melihat Muadz memanjangkan shalatnya, maka ia (Haram) mempersingkat shalatnya dan kemudian pergi menyirami kurmanya. Usai Muadz melaksanakan shalatnya, dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya Haram telah memasuki masjid, ketika dia melihatmu memanjangkan shalat, dia memendekkan shalatnya dan pergi menyirami kurmanya.” Muadz berkata: “Sesungguhnya ia seorang munafik, adakah dia tergesa-gesa meninggalkan shalat hanya untuk sekedar menyirami kurmanya?” Ia (perawi) berkata: lalu datanglah Haram kepada Nabi Saw., dan Muadz ada di sisinya. Ia berkata: “Wahai Nabiyallah, sesungguhnya aku ingin menyirami kurma milikku, lalu aku memasuki masjid untuk melaksanakan shalat bersama kaum itu. Ketika (sang imam) memperpanjang shalat, aku memendekkan shalatku dan pergi menyirami kurmaku, kemudian dia (sang imam) menyangka aku seorang munafik.” Nabi Saw. menghadap kepada Muadz dan berkata: “Adakah engkau seorang penebar fitnah, adakah engkau seorang penebar fitnah? Janganlah engkau memperpanjang shalatmu bersama mereka. Bacalah sabbihisma rabbikal a’laa, wassyamsi wa dhuhaha, dan semisalnya.” (HR. Ahmad dan al-Bazzar)

Dalam riwayat dari jalur Jabir ra. diceritakan dengan lafadz:

“ ...Kemudian ia mendatangi kaumnya -yakni Muadz- lalu ia membaca al-Baqarah. Salah seorang dari kaumnya keluar memisahkan diri dan melaksanakan shalat sendiri. Lalu dikatakan kepadanya: ”Engkau telah munafik wahai fulan.” Ia berkata: “Aku tidak munafik.” Lalu orang itu mendatangi Nabi Saw...“ (HR. Ahmad)

Haram adalah seorang sahabat, yakni Haram bin Milhan. Dari Abu Buraidah al-Aslamiy ra. ia berkata:

“Sesungguhnya Muadz bin Jabal ra. berkata bahwa ia shalat mengimami para sahabatnya dalam shalat isya, lalu ia membaca iqtarabatis sa'ah. Kemudian seorang lelaki berdiri sebelum selesai (shalat), dan dia shalat sendiri dan kemudian pergi. Muadz berkata kepadanya dengan kritikan yang keras. Laki-laki itu kemudian mendatangi Nabi Saw. untuk mengadukan masalah itu kepada beliau dan mengajukan alasan pada beliau Saw., seraya berkata: “Sesungguhnya aku sedang mengangkut air.” Lalu Rasulullah bersabda: “Shalatlah engkau mengimami orang dengan membaca wassyamsi wa dhuhaha, dan surat-surat semisalnya.” (HR. Ahmad)

Dalam nash-nash ini terdapat dua hal: pertama bahwa makmum lelaki yang bernama Haram bin Milhan itu telah memutus shalatnya bersama sang imam, yakni Muadz, karena ada udzur panjangnya bacaan, sementara Haram sedang terburu-buru hendak menyirami kurmanya. Tatkala shalat Muadz begitu panjang, maka Haram memutuskannya dan melanjutkan shalat secara sendirian. Hal kedua adalah bahwa Rasulullah Saw. hanya memperingatkan Muadz dan tidak memberi peringatan kepada Haram. Dua perkara ini menunjukkan bolehnya memisahkan diri dari shalat jamaah karena adanya ‘udzur.

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)