Page

Dalil Shalat Berjamaah Dua Kali



Shalat Jamaah Di Masjid Sebanyak Dua Kali

Dalam satu masjid boleh dilaksanakan dua kali shalat atau lebih secara berjamaah, yang satu mengikuti yang lain. Juga diperbolehkan bagi seseorang yang telah shalat secara berjamaah sebelumnya untuk mengikuti shalat jamaah yang lain. Shalat yang terakhir ini dipandang sebagai nafilah baginya, sama seperti ia shalat seorang diri pada mulanya, kemudian ia masuk dalam shalat jamaah. Dari Abu Said al-Khudri ra.:

“Bahwa Rasulullah Saw. melihat seorang lelaki sedang shalat seorang diri, maka beliau bertanya: “Adakah seseorang yang mau bersedekah pada lelaki ini di mana ia mau shalat bersamanya?” (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban, al-Hakim, Ibnu Khuzaimah, dan Tirmidzi)

Hal ini telah dijelaskan sebelumnya dalam topik “jamaah bisa terlaksana dengan adanya seorang imam dan seorang makmum.”
Ahmad meriwayatkan hadits ini dengan redaksi kalimat:

“Bahwa seorang laki-laki memasuki masjid sedangkan Rasulullah Saw. telah shalat bersama para sahabatnya. Lalu Rasulullah Saw. bertanya: “Siapakah yang mau bersedekah pada lelaki ini di mana ia mau shalat bersamanya?” Maka berdirilah seorang laki-laki dari kaum itu, dan ia pun shalat bersamanya.”

Orang-orang yang berada di masjid telah melaksanakan shalat secara berjamaah bersama Rasulullah Saw., dan shalat yang mereka laksanakan saat itu adalah shalat dhuhur sebagaimana dijelaskan dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad. Kemudian datang seorang laki-laki setelah kaum Muslim selesai melaksanakan shalat jama’ah mereka. Laki-laki itu berdiri melaksanakan shalat seorang diri. Kemudian Rasulullah Saw. meminta seseorang dari sahabatnya yang telah shalat bersama beliau Saw. secara berjamaah untuk berimam pada laki-laki ini dan shalat bersamanya secara berjamaah, sehingga sahabat yang satu ini telah melaksanakan shalat sebanyak dua kali secara berjamaah dalam satu masjid karena perintah Rasulullah Saw. Hal ini menunjukkan bolehnya melaksanakan satu (jenis) shalat sebanyak dua kali dalam satu masjid.

Dari Jabir bin Abdillah ra.:

“Muadz bin Jabal ra. telah melaksanakan shalat isya bersama Rasulullah Saw., kemudian ia mendatangi kaumnya, dan ia pun mengimami mereka shalat isya.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Muadz bin Jabal yang telah melaksanakan shalat secara berjamaah bersama Rasulullah Saw., kemudian pergi ke masjid kaumnya dan mengimami mereka shalat yang sama. Dalam kasus ini, Muadz telah melaksanakan shalat secara berjamaah sebanyak dua kali. Berdasarkan hal ini kami tegaskan kembali pernyataan kami di awal pembahasan, bahwa dua kali shalat secara berjamaah boleh dilaksanakan dalam satu masjid, dan boleh juga bagi orang yang telah shalat secara berjamaah untuk kembali mengikuti shalat jamaah yang lain. Dari Busr bin Mihjan dari Mihjan:

“Bahwa dia berada dalam satu majelis bersama Rasulullah Saw., kemudian seseorang mengumandangkan adzan untuk shalat. Rasulullah Saw. berdiri (melaksanakan shalat) lalu kembali, sedangkan Mihjan berada di tempat duduknya. Rasulullah Saw. bertanya kepadanya: “Apa yang menghalangimu untuk shalat, bukankah engkau seorang lelaki Muslim?” Mihjan menjawab: “Benar, tetapi aku telah melaksanakan shalat bersama keluargaku.” Rasululah Saw. berkata kepadanya: “Jika engkau datang, maka shalatlah bersama orang-orang, walaupun engkau telah shalat.” (HR. an-Nasai, Malik, Ahmad, Ibnu Hibban, al-Hakim dan ia menshahihkannya)

Shalat yang kedua dipandang sebagai shalat nafilah, berdasarkan hadits yang berasal dari Yazid bin al-Aswad, yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai, Tirmidzi dan ad-Darimi. Hadits tersebut telah kami muat dalam pembahasan “hukum dan keutamaan shalat berjamaah” point 4, di dalamnya tertera:

“…Ya Rasulullah, sesungguhnya kami sudah shalat dalam perjalanan. Beliau Saw. berkata: “Jangan lakukan lagi. Jika salah seorang dari kalian telah melaksanakan shalat dalam perjalanan, kemudian mendapati shalat bersama imam maka hendaklah ia shalat (kembali) bersamanya, karena shalat (yang kedua) itu baginya menjadi nafilah.”

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)