Page

Ketika Hanya Ada Satu Khalifah



Sejak zaman Nabi hidup, umat Islam hanya mempunyai seorang kepala negara. Ketika Nabi SAW wafat, estafet kepemimpinannya digantikan oleh para penggantinya, yang baginda SAW sebut sendiri dengan istilah khulafa', jamak dari khalifah. Di setiap era khilafah, mulai dari Khulafa' Rasyidin, Khulafa' Bani Umayyah, 'Abasiyyah dan terakhir 'Utsmaniyyah, hanya ada satu khalifah. Karena mereka memahami hadits Nabi, ”Idza buyi'a li khalifataini faqtulu al-akhira minhuma [jika dibaiat dua khalifah, maka bunuhlah yang terakhirdi antara keduanya].” (HR. Muslim)

Karena itu, dalam kitab Tarikh al-Khulafa' yang ditulis oleh Imam as-Suyuthi, jelas urutannya. Tidak pernah ada dua khalifah. Meski wilayahnya mengalami pasang surut. Luas wilayah Khilafah Umayyah, misalnya mencapai 15 juta km2, mengalami penyusutan di era Khilafah Abbasiyah menjadi 11 juta km2, tetapi kemudian mengalami perluasan di era Khilafah 'Utsmaniyyah higga 20juta km2, atau dua kali lipat wilayah Amerika Serikat. Wilayahnya yang meliputi tiga benua, Asia, Eropa dan Afrika, tetapi khalifahnya tetap satu.

Bahkan, ketika terjadi perang saudara di zaman khilafah, seperti dalam kasus Abdul Malik vs Abdullah bin Zubair, Marwan bin Muhammad vs Abul Abbas, al-Amin vs al-Makmun, Khumarawaih vs al-Mu'tadhid, mengapa ujungnya harus integrasi. Bukan dibagi dua. Bukankah masing-masing amir sudah memegang wilayah lebih besar? Mengapa para ulama mendukung keharusan integrasi? Mengapa tidak seperti pembagian Romawi, Romawi Timur dan Barat?

Mengapa Amir Abdurrahman ad Dakhil, setelah menjadi amir di Spanyol, tidak mau menyatakan diri sebagai khalifah, padahal dia sebelumnya berasal dari Dinasti Bani Umayyah, dan sudah memegang penuh wilayah Spanyol Portugis. Mengapa dia membiarkan Khalifah Abu Jafar al-Manshur sebagai khalifah satu-satunya, padahal kapal-kapal Khilafah 'Abbasiyah tak sanggup menguasai Spanyol? Ada kesan Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol-Portugis) cenderung bersikap aman seperti Taiwan sekarang. Jika sekarang ada prinsip "satu Cina", dulu ada "satu khilafah".

Abad XII, Shalahuddin aI-Ayyubi mendedikasikan kemenangannya atas Mesir dan al-Quds untuk Khilafah 'Abbasiyah. Hal yang sama dilakukan oleh Yusuf bin Tasyfin, ketika menaklukkan seluruh Andalusia. Apa susahnya mereka menjadikan wilayahnya menjadi negara sendiri? Kekuatan militer mereka tampaknya di atas 'Abbasiyah.

Bani Buwaih, Bani Seljuk, Bani Khuwarism, Bani Ayyub, kaum Mamluk dan Bani Utsman senantiasa membaiat Khalifah 'Abbasiyah. Padahal militer khilafah tak sekuat militer mereka, bahkan di era Bani Buwaihid, militer Abbasiyyah sepenuhnya dalam kendali mereka. Sampai mereka pun mengangkat jabatan Amir al-Umara'.

Tahun 1453, ketika Muhammad al-Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel, dia pun mempersembahkan kemenangan itu kepada Khalifah Abbasiyah yang ketika itu ada di Mesir. Padahal, kekuasaan Muhammad al-Fatih jauh di atas kekuasaan sang khalifah. Tahun 1517, Khalifah al-Mutawakkil meminta bantuan kepada Sultan Salim I (Bani Utsman, cucu Muhammad al-Fatih). Setelah Khalifah al-Mutawakkil menyerahkan kekuasaannya kepada Sultan Salim, setelah berhasil membersihkan Mesir dari cengkraman Mamluk dan Shafawid. Penyerahan kekuasaan dari Khalifah al-Mutawakkil kepada Sultan Salim ini pun menandai era baru, dari Khilafah Abbasiyah di Mesir, ke Khilafah Utsmaniyah di Istambul, Turki.

Dari fakta-fakta di atas, apa logika yang mendasari pemikiran para penguasa kaum Muslim, seperti Shalahuddin al-Ayyubi, Qutuz hingga Muhammad al-Fatih, sehingga kekuasaan yang mereka genggam tak lantas membuat mereka silau? Sebaliknya mereka tetap setia mengakui khalifah mereka, apa yang ada dalam isi kepala dan hati mereka?

Apa yang membuat para fuqaha, amir, dan panglima militer dan orang-orang hebat lainnya, seperti ”tercuci otaknya" sehingga tidak berani melangkah dan menjadikan kekuasaan mereka menjadi negara bangsa, padahal kekuasaan mereka begitu luar biasa? Karena mereka masih meyakini dan mengamalkan hadits Rasulullah SAW di atas.

Jadi di mana logikanya, Islam, umat Islam dan khilafah dikatakan memecah-belah persatuan dan kesatuan negara? []har

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 197
---

SMS/WA Berlangganan Tabloid Media Umat: 0857 1713 5759