Page

Indahnya Menikah Dalam Agama



Kabar bahagia datang dari dai kondang Aa Gym. Anak keempatnya, Ghaitsa Zahira Shofa, telah melepas masa lajang, Sabtu (7/3/2015). Yang istimewa, pernikahan ini adalah antara hafizh dan hafizhah Al-Qur’an. Kedua mempelai kenal saat mengaji pada guru yang sama di sebuah pesantren. Pernikahan Ghaitsa dan Maulana menuai sorotan di jejaring sosial. Pasalnya, menantu Aa Gym, Maulana Yusuf, ini melafalkan 30 juz Al-Qur’an, 24 jam sebelum prosesi ijab-kabul. SaatYusuf membacakan hafalan Al-Qur’an, banyak yang menangis haru.

Yusuf mempersembahkan mas kawin emas 10 gram dan 1 dirham. "Alhamdulillah Aa sangat bersyukur Ghaitsa Zahira Sofa mendapatkan jodoh yang sama-sama penghafal Qur’an, semoga menjadi pengamal Al-Qur’an," ucap Aa Gym.

Duhai, siapakah yang tidak ingin sebahagia Aa Gym? Di zaman serba kapitalis saat ini, ada sepasang pengantin yang menikah atas dasar agama dengan begitu khidmat dan syahdu. Tanpa kemewahan dan hura-hura. Semua orang pun mendoakan, meyakini dan optimistis bahwa pernikahan dua sosok yang taat pada agama ini akan mampu membentuk keluarga sakinah, mawadah, dan rahmah.

Bukan hanya itu, semua juga sangat yakin, mempelai ini akan membentuk keluarga yang langgeng sampai akhir hayat. Mereka pasti akan melahirkan generasi-generasi emas yang kelak menjadi manusia bertakwa dan pejuang agamanya.

Nah, seharusnya pernikahan seperti ini yang menjadi teladan masyarakat. Bukan pernikahan ala artis yang dibesar-besarkan. Ya, bandingkan dengan perhelatan nikah Raffi Ahmad-Nagita Slavina misalnya. Selain dipuji fans-nya, kemewahan dan kehebohan prosesi nikah mereka justru menjadi cibiran. Banyak yang tak yakin pernikahan itu akan langgeng. ”Ah, nikahnya saja heboh, ntar juga cerai,” begitu komentar miring banyak orang. Apalagi yang sedang ramai diperbincangkan saat ini, pernikahan artis Jessica Iskandar -meskipun non Muslim- yang penuh rekayasa. Selain didahului hamil di luar nikah, juga penuh kebohongan. Sungguh tidak layak dijadikan teladan.

Begitulah, betapa indahnya jika pernikahan yang sakral itu dilakukan dua insan yang sama-sama bertakwa. Dilandasi oleh agama, bertujuan untuk mengejar akhirat. Nah, bisakah kita, sebagai orangtua, memiliki anak menantu seperti ini? Atau kita sebagai anak, mendapatkan jodoh yang shaleh/shalihah?

Sebagai orangtua, kita memiliki peran menyiapkan generasi cemerlang yang berkepribadian Islam. Mendorong anak untuk memantaskan diri menjadi pribadi mulia yang layak mendapatkan jodoh terbaik. Bukankah pepatah mengatakan, buah tak jatuh jauh dari pohonnya? Jika mengharapkan anak menantu yang shalih-shalihah, orangtua harus menjadi shalih-shalihah juga. Orang tua juga bergaul dan membangun relasi dengan orang yang shalih-shalihah. Sebagai anak, juga selayaknya memantaskan diri menjadi pribadi shalih/shalihah. Menempa diri dengan ilmu agama, intim dengan Al-Qur’an, bersahabat dengan pengajian dan bergaul dengan teman-teman yang juga shalih-shalihah. Anak yang taat pada Allah SWT, meneladani Rasulullah SAW dan berbakti pada orangtua. Anak yang senantiasa menjaga harga diri, nama baik dan kehormatan diri dan keluarga.

Demikianlah, orangtua dan anak seharusnya berlomba-lomba menjadi manusia terbaik di mata Allah SWT. Niscaya Allah SWT akan memberikan menantu atau jodoh terbaik pula. Wallahu'alam. [] kholda

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 147, Maret-April 2015
---