Page

Diwan-Diwan Di Era Khilafah Umayyah



Pada era Khilafah Umayyah, dibentuk tiga diwan, yaitu Diwan al-Jundi (tentara), Diwan al-Kharaj (penghasilan tanah Kharaj), dan Diwan Rasa'il (persuratan).

Sejak awal pembentukannya, Diwan al-Jundi (tentara) dibuat sedemikian rupa dengan bahasa Arab. Karena pembentukannya dimulai sejak 'Umar menugaskan orang-orang cerdas di kalangan bangsa Arab, seperti 'Uqail bin Abi Thalib, Makhramah bin Naufal dan Jubair bin Muth'im. Mereka ini dikenal sebagai para penulis Quraisy. Diwan ini khusus mengurusi urusan tentara. Diwan ini awalnya dibentuk oleh 'Umar di Madinah, namun dalam perkembangannya mempunyai cabang di beberapa daerah.

Diwan ini kemudian disebut Diwan al-Jundi atau Diwan al-Muqatilah. Karena pemberian yang diberikan melalui diwan tersebut hanya berlaku untuk tentara yang ikut berperang, dan namanya sudah dicatat dalam diwan.

Pada zaman 'Umayyah, diwan ini juga ada di beberapa pos lain, selain yang sebelumnya sudah dikenal di zaman Khulafa' Rasyidin, antara lain tampak dengan adanya Diwan al-Jundi di Qinisrin, Khurasan, dan Jazirah. Bahkan, ketika wilayah Afrika sudah establish di bawah kepemimpinan Hissan bin an-Nu'man al-Ghassani tahun 83 H, di sana dibentuk beberapa diwan. Dengan begitu, Afrika ini menjadi pangkalan strategis militer di era Khilafah Umayyah. Dari sanalah, tentara khilafah bergerak menuju ke Maroko bagian atas, hingga sampai ke Andalusia di Spanyol.

Sedangkan Diwan al-Kharaj (penghasilan tanah Kharaj), ada yang ditulis dalam bahasa Persia, khususnya wilayah bekas Kerajaan Persia, seperti Irak. Ada yang ditulis dengan bahasa Romawi, bagi bekas wilayah Kerajaan Romawi, seperti Syam (Suriah, Libanon,Yordania dan Palestina). Ada yang ditulis dengan bahasa Koptik, khususnya di Mesir. Karena para penulisnya adalah penduduk setempat, yang lebih mengusai bahasa lokal. Sementara kaum Muslim tidak menguasai bahasa mereka.

Namun, setelah al-Hajjaj bin Yusuf diangkat menjadi wali di Irak, terjadi perubahan. Biasanya penulisan dilakukan dalam bahasa Persia diganti dalam bahasa Arab. Ini tidak hanya terjadi di Irak, tetapi juga di Syam. Dengan memanfaatkan jasa Abu Tsabit bin Sulaiman bin Sa'ad, seorang penulis surat di era Khilafah al-Walid bin 'Abdul Malik.

Sedangkan diwan di Mesir yang ditulis dalam bahasa Koptik, telah dialihbahasakan dalam bahasa Arab pada era Abdullah bin 'Abdul Malik, Amir Mesir, pada zaman al-Walid bin ‘Abdul Malik. Karena itu, semua diwan yang asalnya ditulis dalam bahasa lokal, akhirnya ditulis dalam bahasa Arab. Diwan al-Kharaj (penghasilan tanah Kharaj) ini sendiri mengatur urusan pendapatan dan pengeluaran negara.

Sedangkan Diwan Rasa'il (persuratan) adalah diwan yang mengeluarkan surat kepada para wali dan 'amil di seluruh wilayah. Semuanya ditulis dalam bahasa Arab, karena bahasa Arab merupakan bahasa resmi negara.

Mereka juga mempunyai apa yang disebut Diwan Khatim (stempel). Diwan ini bertugas untuk menyetempel surat-surat, setelah surat-surat tersebut selesai ditulis. Para Khalifah ketika itu memilih orang terpercaya dan amanah dari kalangan bekas budak mereka untuk menyimpan stempel Khalifah. At-Thabari menyebutkan nama-nama orang yang menangani penulisan diwan untuk para Khalifah ini. Di antaranya yang paling populer adalah 'Abdul Hamid bin Yahya.

Selain itu, ternyata ada diwan lain, yaitu Diwan at-Thiraz (model/bentuk), yang tugasnya menyediakan pakaian Khalifah, para pejabat dan isteri Khalifah. Mulai dari mendesain, menjahit hingga merawat pakaian mereka. Juga ada Diwan al-Hadats (peristiwa), yang tugas utamanya adalah memperhatikan keamanan negara. Urusan ditangani oleh kepala kepolisian, yang mempunyai beberapa tugas, antara lain membantu Qadhi Muhtasib menginspeksi pasar, memonitor transaksi jual-beli, timbangan dan mengeksekusi keputusan Qadhi. [] har dari berbagai sumber

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 138, Nopember 2014
---