Page

Tolak Separatisme, Saatnya Tegas!

 HTI anti separatisme

Belasan ribu warga Papua turun ke jalan untuk menuntut pembubaran organisasi separatis Komite Nasional Papua Barat (KNPB). ”Segera bubarkan KNPB! Kalau tidak, jangan salahkan massa yang bertindak!" ujar salah seorang orator di depan para anggota DPRD Papua, Rabu (2/6/2016) siang di Jayapura.

Massa juga menuntut pemerintah agar mengusut tuntas semua pejabat yang terlibat. “Usut tuntas eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang terlibat langsung memberikan dukungan kepada KNPB! Siapapun orangnya dan apapun jabatannya," pekik sang orator.

Dalih adat, yang biasa digunakan KNPB untuk upaya separatis juga disinggung massa. ”Jangan mengotori nama adat, demi referendum!" tegas orator.

Paginya, massa berkumpul di Lapangan Trikora, Abepura. Panitia acara pun sengaja mensetting dengan mendirikan panggung, selain dipakai untuk orasi sekaligus memberikan arahan agar pelaksanaan aksi ini bisa berjalan dengan tertib. "Kurang lebih diikuti belasan ribu massa yang berasal dari wilayah Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom,” ujar panitia.

Bukan hanya perwakilan dari tokoh-tokoh masyarakat, dalam aksi itu tampak pula orasi dari TNI dan Polri. Kemudian massa konvoi menggunakan sepeda motor ke Gedung DPRD Papua.

Dalam pantauan Media Umat, sempat terjadi insiden pemukulan yang dilakukan oleh peserta kepada salah seorang pengguna kendaraan bermotor yang melintasi jalannya aksi di Lapangan Trikora. Pasalnya, pengguna jalan yang diduga pro KNPB tersebut meneriakkan kata-kata cacian terhadap massa. Hal ini memicu kemarahan beberapa peserta yang mendengarkan langsung. Yang kemudian terjadi upaya pengejaran serta dihadang oleh massa lainnya. Sebelum menjurus pada tindakan yang lebih berbahaya, beberapa peserta lainnya langsung berusaha melerai.

Sebelumnya aksi serupa dilakukan oleh sejumlah masyarakat asli Kokoda, Sorong, Papua Barat yang menolak Gerakan Separatis Papua Merdeka dan menolak kehadiran organisasi yang gencar mengopinikan pemisahan Papua dari Indonesia yaitu KNPB dan Gerakan ULMWP. Aksi mereka berlangsung di Komplek Kokoda, Kota Sorong, Sabtu 28 Mei 2016. Aksi demo dan deklarasi itu dipimpin oleh Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kota Sorong, Esau Gogoba.

Dalam deklarasi tersebut mereka menghimbau masyarakat Sorong untuk berhati-hati terhadap propaganda pecah-belah yang dilakukan oleh kelompok separatis yang telah meresahkan dan mereka berharap agar aparat pemerintah dan keamanan bertindak tegas terhadap siapapun yang mengusik keamanan dan ketertiban masyarakat Kota Sorong..

Usai deklarasi penolakan KNPB dan ULMWP, masyarakat Kokoda yang dipimpin oleh Esau membentangkan beberapa spanduk yang bertuliskan, "ULMWP dan KNPB apa yang telah kau perbuat untuk anak adat. Hentikan penipuan dengan mengatasnamakan adat untuk kepentingan pribadi".

Meski sudah jelas organisasi KNPB-lah yang gencar mengopinikan propaganda separatisme dan masyarakat banyak yang menolak KNPB, akan tetapi belum terlihat jelas tindakan dari pemerintah untuk menindak organisasi tersebut.

Seperti yang diutarakan oleh pengamat politik internasional Budi Mulyana (Aktivis HTI) yang menilai pemerintah tidak menyadari kasus separatisme ini. ”Pemerintah Indonesia semestinya menyadari hal ini. Dan menjadikannya untuk lebih tegas lagi dalam penanganan separatisme di Papua,” ujarnya.

"Demo penolakan terhadap KNPB dan ULMWP oleh masyarakat adat Sorong Papua menunjukkan bahwa ada kepentingan di balik isu separatisme Papua dari Indonesia,” ungkap Budi.

Ia juga menilai bahwa masyarakat sebetulnya sudah sadar ada kepentingan pribadi di balik separatisme tersebut, "Bahkan disebut bahwa hal itu adalah kepentingan pribadi. Yang kalau kita melihat kiprahnya, tentunya disupport oleh kepentingan asing,” katanya.

Melihat latar belakang KNPB, memang terlihat ada campur tangan asing dalam upaya separatisme, dilihat dari dukungan untuk KNPB dari deklarasi London yang membahas tentang kemerdekaan Papua Barat, yang dihadiri oleh pimpinan negara-negara Pasifik.

Budi juga menegaskan jika masyarakat sudah mendukung, tidak ada toleransi lagi untuk asing. "Tidak ada alasan untuk tunduk pada tekanan asing dan antek-anteknya, ketika masyarakat Papua mendukung utuhnya negeri ini," pungkasnya. []

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 176, Juni-Juli 2016
---