Page

Dalil Pakaian Untuk Shalat

Pakaian Tatkala Shalat

Seorang Muslim, baik laki-laki ataupun perempuan, diperintahkan dan diwajibkan untuk menutupi auratnya dalam shalat. Selain itu, dianjurkan (jika laki-laki) untuk memakai pakaian tambahan selain pakaian yang bisa menutup aurat, dengan mengenakan sesuatu dari kain yang dilekatkan pada dua pundaknya atau salah satunya. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Janganlah salah seorang dari kalian melakukan shalat dengan memakai satu kain, di mana tidak ada sesuatupun (yang dikenakan) pada dua pundaknya.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat Ahmad terdapat kalimat:

“Pada bahunya tidak ada sesuatupun (yang dikenakannya)."

Sedangkan di dalam riwayat Ahmad yang lain terdapat kalimat:

“Pada pundaknya tidak ada sesuatupun (yang dikenakannya).”

Dalam bentuk mufrad.
Ahmad meriwayatkan dari jalur Kaisan:

“Bahwa dia melihat Rasulullah Saw. keluar dari tempat masak hingga tiba di sumur, dan Beliau Saw. memakai kain sarung, tidak memakai selendang. Lalu Beliau Saw. melihat seorang hamba sedang shalat di samping sumur, dan beliau melepas sarung lalu mengenakan kainnya. Kemudian shalat dua rakaat…”

Tawasyuh artinya memasukkan dan mengenakan kainnya di bawah ketiak sebelah kanan dan mengikatkannya pada pundak sebelah kiri.

Makruh hukumnya bagi seorang Muslim menutup mulutnya dengan menggunakan kainnya. Dengan kata lain, makruh mengenakan penutup muka (bercadar) dalam shalat. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata:

“Rasulullah Saw. melarang laki-laki menutup mulutnya dalam shalat.” (HR. Ibnu Majah)

Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan darinya juga:

“Bahwa Rasulullah Saw. melarang melabuhkan kain dalam shalat, dan laki-laki menutup mulutnya.” (HR. Ibnu Hibban, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, al-Hakim, dan hadits ini dishahihkan dan disepakati oleh ad-Dzahabi)

Seorang Muslim dimakruhkan shalat dalam keadaan menyelimuti tubuh dengan satu kain, yakni menyelubungi badan dengan satu kain dan meluruhkannya hingga ke bawah, di mana tidak satu bagian kain pun yang terangkat di satu sisi manapun, dan tidak ada yang tersisa darinya satu ruang pun untuk mengeluarkan kedua tangannya dari dalam, seperti mengenakan kain yang lebar di atas kepalanya atau dua pundaknya, lalu tubuhnya diselubungi dari semua sisinya, sementara kedua tangannya tetap berada di dalam. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.:

“Bahwasanya Rasulullah Saw. melarang dari dua cara berpakaian: as-shamma (menjadikan pakaiannya di atas salah satu pundaknya, tetapi bagian badan yang sebelah tetap terbuka, tidak tertutup oleh kain), dan seorang laki-laki memakai satu kain di mana pada kemaluannya tidak ada sesuatupun (yang menutupinya).” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Jika seorang Muslim melaksanakan shalat, maka dimakruhkan menahan kainnya. Seharusnya dia membiarkan kainnya itu jatuh apa adanya, tanpa perlu mengangkatnya, menggulungnya atau menghimpun di antara dua kakinya. Dari Abdullah bin Mas'ud ra.:

“Kami diperintahkan untuk tidak menahan rambut, kain, dan juga tidak berwudhu dari tempat yang diduga sebagai tempat membuang kotoran di jalan." (HR. Ibnu Majah)

Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Nabi Saw. bersabda: “Aku diperintahkan untuk tidak menahan rambut dan kain.” (HR. Ibnu Majah)

Kami dapati dalam dua hadits ini ada tambahan tentang apa yang kami nyatakan, terutama tentang kain, yakni makruhnya menahan rambut. Dan hukum ini terkait dengan laki-laki yang memiliki rambut panjang terurai. Orang seperti ini sangat jarang di zaman modern kita ini, sehingga siapa saja yang rambutnya panjang, hendaknya dia membiarkannya untuk terurai jatuh di bumi tatkala sujud, tanpa perlu menjalin atau membolak-balikkannya.

Rasulullah Saw. telah melarang beberapa jenis pakaian. Seorang mushalli sudah seharusnya menjauhkan diri dari jenis-jenis pakaian ini. Dia tidak boleh shalat dengan memakai pakaian dari sutera, pakaian hasil gashab (hasil rampasan), pakaian yang diperoleh dari harta yang haram, pakaian yang khusus untuk perempuan sehingga bisa menyerupai perempuan, dan beberapa jenis pakaian lainnya.

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah
(artikel blog ini tanpa tulisan arabnya)