Page

Bahaya Di Balik Slogan Kebangkitan Perempuan Versi Kaum Feminis




Oleh: Crafty Rini Putri, Penulis Buku Be an Active And Productive Muslimah



Perempuan adalah ujung tonggak peradaban. Sebab keberlangsungan generasi tergantung pada perempuan. Perempuan memiliki daya tarik yang menyita perhatian kaum feminis yang senantiasa menyerukan kesetaraan dan keadilan gender. Mereka menciptakan berbagai gerakan demi mencapai tujuannya. Kita mengenal Gerwani (Gerakan Wanita indonesia), juga LSM yang difasilitasi oleh pemerintah seperti Dharma Wanita dan PKK. Semua itu sengaja dilahirkan untuk mendukung kebijakan pemerintah. Gerakan feminis sejatinya mempromosikan demokrasi dan ide-ide sekuler yang menghasilkan kebebasan yang kebablasan.



Buktinya, RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) diperjuangkan habis-habisan oleh mereka. Dengan anggapan pencapaian hak-hak perempuan, kaum feminis memandang RUU KKG sebagai payung hukum yang akan menjembatani kesetaraan dan keadilan gender. Salah satunya akan terbuka Iebar kesempatan bagi perempuan untuk masuk ke dunia politik praktis dan meraih kekuasaan. Jika perempuan tampil sebagai pembuat kebijakan untuk publik (policy maker), tentu akan mudah bagi kaum feminis mengencangkan ide kesetaraan gender.



Sejatinya campur tangan perempuan dalam kekuasaan politik sekuler ini salah satu indikator pemberdayaan perempuan dalam tujuan pembangunan milenium (MDGs). Jadi ini adalah sebuah makar. Makar yang alih-alih membangkitkan perempuan, justru menjerumuskan perempuan pada kesesatan. Sebab di dalam Islam, perempuan dan laki-laki sama kedudukannya di hadapan Allah SWT, yang membedakan keduanya adalah ketakwaannya.



Namun perempuan dengan peran dan kedudukannya berbeda dengan laki-laki. Sebagai contoh, perempuan memiliki kedudukan sebagai ibu dan pengatur rumah (ummu wa rabbatul bait). Perempuan mengandung, melahirkan, dan menyusui, sedangkan laki-laki tidak. Laki-laki digariskan sebagai penopang nafkah keluarga, perempuan tidak wajib. Laki-laki yang dibolehkan menjadi penguasa, sedangkan perempuan tidak. Jadi, peran dan kedudukan perempuan dan laki-laki berbeda, tidak dapat disetarakan di dalam semua sisi.



Selain itu, kaum feminis juga membuat hari khusus untuk perempuan. Baik Hari Ibu (22 Desember) maupun Hari Perempuan internasional (8 Maret) bukan hanya sekadar seremonial perayaan belaka. Tahun ini (2015) adalah 100 tahun Hari Perempuan Internasional (HPI). Tema yang diangkat oleh perempuan di seluruh penjuru negeri dalam HPI ini tentang akses pendidikan yang menekankan bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan adalah dasar bagi misi global dalam mencapai persamaan hak dan martabat bagi semua.



Saat ini masyarakat umum menganggap hari ibu sebagai momentum untuk mengungkapkan terima kasih dan kasih sayang kepada ibu. Namun kalangan feminis mengkampanyekan misinya. Seperti yang digalakkan oleh Kowani bersama Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (KPPPA) dan seluruh organisasi perempuan se-Indonesia. Tema yang diangkat pada Peringatan Hari Ibu (PHI) ke 87 ini adalah kesetaraan perempuan dan laki laki.



Di antara subtema yang diambil adalah perempuan dan laki-laki setara untuk Indonesia maju, toleransi dan kerukunan untuk keutuhan NKRI dimulai dari keluarga. Ini jelas berbahaya dan menjadi ancaman serius bagi Muslimah serta generasi Muslim.



Dapat kita bayangkan upaya keras dari kaum feminis untuk meraih tujuannya. Jadi, sebagai Muslimah yang memiliki kesadaran idologis (Islam), tidak boleh diam. Kita harus mengusung politik Islam (mengurusi urusan umat) di tengah kaum Muslimah. Agar Muslimah menyadari makna politik yang shahih dan ikut memperjuangkan Islam. Inilah momen yang sangat tepat untuk melawan kampanye kesetaraan gender dari kaum feminis dengan kampanye "Perempuan Mulia dengan Islam”. Mari kita galakkan slogan ini. Mari kita melawan kampanye busuk dari kaum feminis dengan Islam yang agung. []



Sumber: Tabloid Media Umat edisi 163, Desember 2015

---