Page

Perjuangan Umat Islam


 

Ada sebagian ormas Islam yang menempuh arah perjuangan melalui jalur politik praktis. Berdirilah partai Islam/berbasis massa Islam. Secara praktis, keberadaan partai Islam/berbasis massa Islam belum memberikan pengaruh signifikan bagi penegakkan Islam dan pembelaan masalah keumatan. Sikap yang muncul adalah kompromi. Dalam kasus Century, partai tersebut terbelah sikap. Pada saat Pilkada, sering koalisi dilakukan hanya sebatas kepentingan, bahkan bila perlu koalisi dengan partai Kristen. Arah perjuangan pun menjadi tidak jelas.
Layaknya perjalanan, perjuangan ormas Islam memerlukan arah yang jelas. Bukan sekadar jelas, tujuan tersebut juga benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Tapak demi tapak perjuangan Nabi Muhammad saw. menggambarkan dengan jelas bahwa arah perjuangan beliau adalah tegaknya kehidupan Islam secara kâffah. Gerbang keberhasilannya adalah tegaknya masyarakat Islam di Madinah. Secara ringkas, meminjam ungkapan Ali bin Nayif Suhud, “Tujuan hijrah Nabi saw. ke Madinah adalah untuk menegakkan negara yang menerapkan Islam (ad-Dawlah al-Islamiyyah), mengemban dakwah Islam, dan bersungguh-sungguh melakukan jihad di jalan-Nya sehingga tidak ada lagi fitnah di muka bumi ini.” (Al-Mufashal fî Ahkâm al-Hijrah, I/24).
Para Sahabat dan generasi berikutnya melanjutkan dengan menjaga penerapan Islam kâffah dalam sistem Khilafah.
Dari dulu tetap saja ada dua kutub besar dalam langkah perjuangan umat, yakni gerakan kultural dan gerakan struktural (politik). Ada yang berupaya untuk memisahkannya. Ormas bergerak di tataran kultural, sedangkan partai politik bergerak di tataran struktural. Padahal realitas menunjukkan tidak perlu ada dikotomi gerakan kultural dengan gerakan politik. Rasulullah saw. sejak diberi wahyu tak kenal lelah melakukan apa yang sekarang dikenal dengan gerakan kultural. Beliau menyampaikan dakwah untuk memberikan pemahaman tentang akidah, syariah dan dakwah. Terjadilah revolusi pemikiran; dari semula meyakini banyak Tuhan menjadi tauhid; sebelumnya menyembah sesama manusia menjadi menyembah Pencipta manusia; tolok ukur materialistik berubah menjadi halal-haram; orientasi hidup dunia berubah total menjadi meraih akhirat tanpa melupakan dunia; dll. Muncullah budaya tauhid, persaudaraan (ukhuwah), memperhatikan fakir miskin, berpihak pada kaum yang lemah (dhu’afa) dan dilemahkan (mustadh’afîn), anti kezaliman/kefasikan/kekufuran, menentang kecurangan dalam timbangan, dll.
Berikutnya, lahirlah generasi Sahabat binaan Nabi saw. yang berkepribadian Islam (syakshiyah islamiyyah) dan berkarakter. Mereka berjuang di tengah-tengah masyarakat. Inilah sisi gerakan kulturalnya.
Namun, Rasulullah saw. tidak berhenti sampai di situ. Hasil dari gerakan kulturalnya itu berproses menjadi kelompok orang yang berjuang secara politik. Mereka tidak berhenti pada diri sendiri. Pribadi-pribadi itu mengorganisasi diri dalam perjuangan politik di tengah-tengah umat.
Al-Quran menjelaskan bagaimana Rasulullah dan Sahabat menentang keras sikap Abu Lahab sebagai penguasa kala itu (lihat QS al-Lahab), mengeluarkan sikap terhadap kebijakan para pembesar yang melegalisasi pembunuhan bayi perempuan (QS at-Takwir), dll. Mereka melakukan perang pemikiran (shirâ’ al-fikri), propaganda dan perjuangan politik (kifâh siyâsi), pencerdasan kepada publik dan peningkatan daya sosial yang menekankan pada semangat perlawanan terhadap kefasikan/kezaliman/kekufuran. Ini menggambarkan bahwa gerakan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para Sahabat merupakan gerakan politik.
Berdasarkan hal ini jelas bahwa arah perjuangan ormas Islam tidak boleh mendikotomikan gerakan kultural dengan gerakan struktural (politik). Artinya, ormas Islam tetap harus berpolitik tetapi tidak boleh terjebak “politik praktis” (baca: politik sekular). Mengapa? Sebab, secara fundamental, politik sekular tidak mengijinkan sekaligus menentang berkuasanya hukum Islam. Politik sekular hanya akan memalingkan arah gerakan Islam itu sendiri. Selain itu, berpolitik bukan berarti terjebak untuk terseret-seret kekuatan politik tertentu. Bila tidak, umat Islam hanya akan menjadi pelengkap penderita seperti terjadi selama ini. Mereka hanya dibutuhkan suaranya pada saat Pilkada atau Pemilu. Setelah itu, selesai urusan. Justru aktivitas politik ormas Islam adalah berjuang menerapkan syariah Islam itu sendiri. Ormas Islam bersama segenap komponennya harus mengusung politik Islam yang sesungguhnya. Hanya dengan cara demikian ormas Islam akan dapat mengarahkan kondisi masyarakat dan negara ini.
Ormas Islam memadukan gerakan kultural dan struktural seperti tadi. Namun, ia tetap harus menetapkan prioritas dalam meraih tujuan untuk melanjutkan kehidupan Islam tadi. Karenanya, perjuangan ormas Islam harus mengarah pada tujuan tegaknya Islam secara kâffah, tanpa melupakan masalah temporer yang muncul seperti kristenisasi, kemiskinan, liberalisasi, cengkeraman asing, dll. Mereka melakukan dakwah di tengah umat untuk memberbaiki masyarakat dan melakukan perubahan total dengan Islam. Hasilnya, lahirlah kader pembaruan ideologis, munculnya kesadaran umat, tumbuhnya gerakan kaum Muslim yang melakukan perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman.

Rasulullah saw diutus di Mekah dan berjuang di sana lebih dari sepuluh tahun. Meski demikian, perubahan (taghyir) tidak terjadi di sana… Tidak mungkin dinyatakan dalam hal ini bahwa Rasul saw telah keliru dalam perjuangannya.
Demikian pula Rasulullah saw dengan pribadinya yang mulia meminta nushrah dari kabilah-kabilah sebanyak belasan kali. Meski demikian kabilah-kabilah itu tidak memenuhi permintaan Beliau dan tidak terjadi taghyir. Bahkan sebagian dari kabilah-kabilah itu menolak Beliau secara buruk… Tidak mungkin dinyatakan di sini bahwa Rasul saw telah salah dalam perjuangannya.
upaya untuk mewujudkan perubahan (taghyir) dengan perjuangan yang baik dan sempurna, memperbagus uslub-uslub dan potensi-potensi, dan berjuang di lebih dari satu tempat… Semua itu berada di dalam wilayah yang dikuasai oleh manusia, dan manusia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Manusia wajib melakukannya secara serius dan penuh kesungguhan, baik jalan itu panjang ataupun pendek. Kesulitan jalan tidak membengkokkan punggungnya. Musibah-musibah di saluran tidak melemahkan dia. Berbagai halangan tidak boleh melemahkan tekad. Akan tetapi ia harus tetap berdiri tegak dan lurus, kokoh di atas kebenaran laksana gunung yang menjulang. Ia menghisab dirinya sendiri siang dan malam atas kebaikan dan kesempurnaan amalnya. Ia bertawakkal kepada Allah dan berdoa kepadaNya siang maupun malam agar Allah menyegerakan pertolongan untuknya dan memberikan karunia kepadanya…
panjangnya jalan tidak berarti bahwa perjuangan manusia untuk mewujudkan taghyir telah gagal atau salah. Rasul saw berjuang untuk mewujudkan taghyir di Mekah, akan tetapi mereka (penduduk Mekah) justru mengusir Beliau. Beliau meminta nushrah belasan kali akan tetapi mereka menolaknya. Bahkan sebagian penolakan mereka hingga menyebabkan Beliau berdarah-darah… Kemudian nushrah terjadi di Madinah, dan bukan di Mekah yang di situ Rasul saw diutus… Tidak terpintas di dalam benak seorang pun bahwa Rasulullah Saw. telah gagal atau salah, atau bahwa Mush’ab ra., jauh lebih sempurna perjuangannya!