Page

Resep Kebangkitan




Oleh Juminten

Kemakmuran. Satu kata yang begitu diimpikan tapi sangat sulit diwujudkan. Coba saja tanya ke emak-emak, terutama saat akhir bulan, “Makmurkah dirimu, Mak?”

Jawabannya sudah bisa ditebak, “Ogak, Jum!”

Apalagi di tengah resesi begini. Tiga kuartal berturut-turut Indonesia mengalami kontraksi. PHK meningkat, daya beli _ngesot_ tak tertahankan. Kemakmuran semakin jadi angan-angan.

*Anatomi Kemakmuran*

Banyak yang bilang, kemakmuran suatu negara ditentukan oleh sistem ekonomi dan politiknya. Daron Acémoglu dan James Robinson dalam buku _Why Nations Fail_ serta Douglass North dalam _Violence and Social Orders_ sama-sama sepakat, semakin demokratis suatu negara maka rakyatnya akan semakin makmur.

Benarkah? Jujur saja Jum tidak sepakat dengan ini. Amerika Serikat kurang demokratis apa, Cuy? Kenyataannya, kemakmuran hanya dinikmati oleh 1% orang terkaya.

Joseph Stiglitz sampai mengatakan, _“America had created a marvelous economic machine, but evidently one that worked only for those at the top. Of the 1% for the 1% by the 1%.”_

*Schöpferische Zerstörung*

Supaya kemakmuran tidak hanya dimiliki oleh segelintir orang, J. Schumpeter menganjurkan perubahan lewat _Schöpferische Zerstörung_. Apa itu? Proses berkelanjutan untuk memusnahkan institusi lama yang buruk sembari menghasilkan yang baru dan baik.

Gampangannya, rakyat sipil disuruh menghancurkan institusi pemerintahan yang ada. Nanti hukum alam akan menciptakan yang baru. Mirip dengan dialektika materialisme Karl Marx kae, Mak.

Apakah _Schöpferische Zerstörung_ berhasil mencatatkan kemakmuran? Ternyata ogak juga. Tuh, Uni Sovyet paska Revolusi Bolshevik malah terpecah jadi negara-negara kecil.

Jadi, apa yang bisa menghasilkan kebangkitan, Jum?

*MMQ An-Nabhani*

Sesungguhnya, kebangkitan suatu bangsa tidak ditentukan oleh letak geografisnya, rasnya, sumber daya alamnya, sikap politik elitnya, atau bahkan siapa penjajahnya. Kebangkitan ditentukan oleh pemikiran masyarakatnya.

Berkaitan dengan pemikiran, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani acapkali menyinggung 3 (tiga) istilah khas, yaitu mafahim, maqayis, dan qanaat (MMQ).

Membangkitkan masyarakat dimulai dengan memantapkan aqidahnya, kemudian MMQ-nya. Perilaku masyarakat pun akan ikut berubah mengikuti MMQ-nya.

Jika semua proses ini berjalan dengan baik, dan sebuah kelompok kuat dalam masyarakat menerima MMQ yang ditawarkan, maka lahirnya sebuah negara baru hanya tinggal masalah waktu. []