Page

Menyoal Deklarasi PTN Melawan Radikalisme



Pergolakan polemik yang menerpa negeri ini menyerupai bola salju yang kian hari semakin membesar. Dari sekiannya, isu yang bertahan tetap aktual sejak Mei 2017 adalah pemberitaan Perppu Ormas. Hingar bingar euforia kebijakan Presiden mengeluarkan Perppu Ormas tampaknya menjadi bumerang dan celakanya malah disetujui DPR menjadi UU. Sehingga DPR tampak menjadi Dewan Perwakilan Rezim.

Terlihat hadirnya aksi protes oleh berbagai kalangan, bahkan dari elemen mahasiswa dan para pakar hukum menolak dengan lantang dari berbagai penjuru negeri. Bukan tanpa sebab. Kajian yang mendalam dan menyeluruh, menghasilkan kesimpulan bahwa Perppu Ormas sangat berbahaya. Selainnya, tercium agenda politik di balik terbitnya Perppu tersebut.

Disinyalir Perppu ini sebagai alat untuk membungkam suara-suara kritis terhadap pemerintah, dan terutama seruan Islami sebagaimana yang gencar dilakukan oleh ormas-ormas Islam.

Di satu sisi pemerintah melalui Kemenristekdikti melakukan berbagai agenda dengan tema melawan radikalisme. Kegiatan tersebut mengarah kepada perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Dan pada 25-26 September 2017 telah dilakukan focus group discussion yang dihadiri kurang lebih 80 pimpinan perguruan tinggi negeri bersama Presiden, Kemenristekdikti, Menteri Agama, dan Kapolri. Kegiatan ini bertempat di Bali. Tema yang menjadi topik yakni upaya perumusan solusi atas ideologi yang mengancam negeri ini. Tidak berhenti di situ, perguruan tinggi se-Indonesia menggelar kuliah akbar pada 28 Oktober dengan tema yang sama. Momentum sumpah pemuda yang menjadi ajang tahunan disulap sebagai wahana pemerintah untuk publikasi bahaya radikalisme.

Jika mencermati dengan spesifik argumentasi yang dibangun pemerintah menyoal radikalisme, mengerucut pada ideologi yang berkala disuarakan oleh ormas Islam.

Sebut saja HizbutTahrir Indonesia yang sangat gencar mendakwahkan penerapan syariah Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. Bukan semata dalam ranah individu, tetapi elemen sosial hingga negara adalah keharusan. Sebab Islam adalah diin yang sempurna. Hal ini didasari dengan dalil Al-Qur’an dan hadits. Lalu oleh sebagian pihak, perjuangan HTI yang bersifat pemikiran dan tanpa kekerasan tersebut dikait-kaitkan dengan ISIS dan berbagai pemboman. Tentunya hal ini akan berdampak kepada pemikiran mahasiswa yang hadir. Terutama mereka yang kurang memahami atau tidak sama sekali tentang islam yang merupakan ideologi yang wajib diperjuangkan umat, hingga syariah Islam menjadi dasar hukum dalam sendi-sendi kehidupan.

Namun bagi yang telah memahami Islam dan berdakwah atasnya adalah sebaliknya. Tidak akan terpengeruh sedikitpun. Bahkan seruan radikalisme perspektif pemerintah terkesan lemah. Sebab tidak memiliki kekuatan pemikiran yang konsisten dan mendasar.

Selebihnya, terkesan ngawur dan menunjukkan doktrin atas kesepakatan yang mereka desain atas status radikalisme. Deklarasi dan seruan melawan radikalisme oleh perguruan tinggi harus disikapi dengan berimbang, dicermati secara intelektual, serta dianalisis secara mendalam dan menyeluruh. Sikap kritis ini untuk mencegah adanya pendistorsian terhadap ajaran Islam khilafah, sehingga tidak menjadi sebagaimana yang diungkapkan oleh Menkopolhukam, Kapolri dan surat undangan yang disebar Menristekdikti.

Perlu ditegaskan bahwa khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam. Dan mendakwahkan Islam merupakan kewajiban sebagai seorang Muslim.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 207