Page

Dalil Kaffarat Orang yang Membunuh Binatang Buruan Dalam Keadaan Berihram



Puasa yang Tidak Diberi Batasan Waktu, Yakni Puasa Orang yang Membunuh Binatang Buruan Dalam Keadaan Berihram

At-Thabari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ketika menafsirkan:

(QS. al-Maidah: 95)

Dia berkata: Jika seseorang yang sedang berihram membunuh suatu binatang buruan, maka dia diberi sanksi atas tindakannya itu. Jika dia membunuh kijang atau semisalnya, maka dia harus menyembelih kambing di Makkah. Jika tidak mendapatkan kambing maka dia harus memberi makan 6 orang miskin. Dan jika tidak mendapatkannya, maka dia harus berpuasa tiga hari. Namun, jika dia membunuh menjangan atau semisalnya maka dia harus menyembelih sapi. Jika tidak mendapatinya, maka dia harus memberi makan 20 orang miskin, dan jika tidak mendapatinya maka dia harus berpuasa 20 hari. Lain lagi jika dia membunuh burung unta, atau keledai, atau binatang liar dan semisalnya, maka dia harus menyembelih unta al-badanah. Jika tidak mendapatinya maka dia harus memberi makan 30 orang miskin. Dan jika tidak mendapatinya maka dia harus berpuasa 30 hari dan memberi makan satu mud (satu mud makanan yang mengenyangkan). Al-badanah adalah unta atau sapi yang digemukkan yang disembelih di Makkah. Ibnu Abbas menyebutkan puasa tiga hari dalam satu kondisi, berpuasa 20 hari dalam kondisi kedua, dan berpuasa 30 hari dalam kondisi ketiga, sehingga puasa di sini ditentukan berdasarkan dengan kadar binatang buruan yang dibunuh.

Saya katakan dengan ringkas: binatang buruan yang dibunuh hidup-hidup, ditaksir nilainya dengan makanan secara umum atau dari gandum, kemudian berpuasa satu hari untuk mengganti setiap mudnya. Rasulullah Saw. telah menyamakan nilai satu mud gandum dengan puasa satu hari dalam kaffarat orang yang menyetubuhi isterinya di siang hari bulan Ramadhan. Dan binatang buruan yang dimaksud di sini adalah seluruh hewan kecuali burung gagak, burung rajawali, tikus, kalajengking, dan anjing galak. Hewan-hewan ini adalah binatang keji, di mana seseorang yang berihram tidak akan dikenai sanksi jika membunuh salah satunya. Dalil atas penjelasan diatas adalah sebagai berikut:

1. Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu, sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka’bah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu, dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” (TQS. al-Maidah [5]: 95)

2. Dari Abdullah ra.:

“Aku mendengar Nabi Saw. bersabda: “Lima jenis binatang, dan dalam salah satu riwayat lima jenis binatang keji (fawasiq), di mana tidak ada dosa bagi siapa saja yang membunuhnya, (yaitu) burung gagak, burung rajawali, kalajengking, tikus, dan anjing galak.” (HR. Muslim [2873])

Dalam riwayat Muslim yang kedua [2862] dari jalur Aisyah ra. disebutkan dengan redaksi:

“Lima jenis binatang keji yang boleh dibunuh di tanah halal ataupun tanah haram, yakni ular, burung gagak, burung gagak hitam berbelang putih, tikus, anjing galak dan elang.”

Dalam riwayat ini, ular disebutkan sebagai pengganti kalajengking. Hadits ini pun diriwayatkan oleh Bukhari.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Tuntunan Puasa Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah