Page

Puasa Sunah 9 Hari Pertama Di Bulan Dzulhijjah



b. Puasa Sembilan Hari Di Bulan Dzulhijjah

Sub-judul di atas berarti puasa pada sembilan hari pertama di bulan Dzulhijjah. Amal shaleh, termasuk puasa, di sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah adalah lebih utama dari jihad fi sabilillah, kecuali jika sang mujahid mendermakan diri dan hartanya di dalamnya.
Allah Swt. telah bersumpah dengan sembilan hari pertama dari bulan Dzulhijjah pada empat ayat pertama surat al-Fajr:

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu.” (TQS. al-Fajr [89]: 1-4)

Diriwayatkan oleh Ahmad [14565], an-Nasai, al-Bazzar, at-Thabari, Ibnu al-Mundzir, al-Baihaqi, dan dishahihkan oleh al-Hakim, dari Jabir ra., dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Sesungguhnya al-‘asyr itu sepuluh hari bulan kurban, al-watr adalah hari Arafah, as-syaf'u adalah hari kurban.

1. Dari Ibnu Abbas ra.. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Tiada amal shaleh di beberapa hari lebih dicintai Allah melebihi hari-hari ini, yakni sepuluh hari.” Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, tidak juga dengan jihad fi sabilillah? Beliau Saw. bersabda: “Ya, tidak juga dengan jihad fi sabilillah, kecuali jika orang itu keluar membawa dirinya dan hartanya (untuk berjihad) lalu dia tidak pulang kembali membawa salah satu pun dari keduanya dari jihad itu.” (HR. Ibnu Majah [1727], Abu Dawud, Ahmad, ad-Darimi dan al-Baihaqi)

Tirmidzi meriwayatkan hadits ini dan ia berkata: hadits Ibnu Abbas ini adalah hadits hasan gharib shahih.

Diriwayatkan pula oleh at-Thabrani dalam kitab al-Mu'jam al-Ausath [1777] dari jalur Ibnu Mas'ud dan dari jalur Abu Qatadah ra. [4398].

2. Dari Hunaidah bin Khalid dari isterinya, dari sebagian isteri-isteri Nabi Saw.:

“Bahwa Rasulullah Saw. biasa berpuasa sembilan hari dari bulan Dzulhijjah, pada hari Asyura, dan tiga hari dari setiap bulan, Senin yang pertama dari bulan itu dan dua Kamis.” (HR. an-Nasai [2417])

Ahmad [26991] meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Dari Hafshah dia berkata: Empat hal yang tidak biasa ditinggalkan Nabi Saw.: puasa hari Asyura, sepuluh (hari pertama dari bulan Dzulhijjah), tiga hari dari setiap bulan, dan dua rakaat sebelum shalat subuh.”

Abu Dawud [2437] meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Rasulullah Saw. biasa berpuasa sembilan hari dari bulan Dzulhijjah, hari ‘Asyura, dan tiga hari dari setiap bulan, pada Senin yang pertama dari bulan itu dan hari Kamis.”

Adapun hadits yang diriwayatkan dari Aisyah ra., ia berkata:

“Aku tidak melihat Rasulullah Saw. berpuasa pada sepuluh hari sama sekali.” (HR. Muslim [2789], Abu Dawud, an-Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Maka hadits ini hanya menunjukkan batas pengetahuan Aisyah, dan ucapan ini bersifat menegasikan (an-nafyu), sedangkan hadits-hadits kami di atas bersifat menetapkan (al-itsbat), di mana penetapan (al-itsbat) lebih kuat daripada pengingkaran (an-nafyu). Karena itu, siapa yang melihat dan mengetahui suatu perkara menjadi hujjah yang mengalahkan orang yang tidak melihat dan tidak mengetahui perkara itu. Berdasarkan hal itu, hadits ini tidak layak menasakh hadits-hadits yang mengatakan sunahnya puasa tersebut.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Tuntunan Puasa Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah