Page

Berhenti Dari Terpaksa Berhadats Terus



Beberapa Masalah (Perkara)

Masalah yang Pertama

Sesuatu yang membatalkan “kesucian dari hadats besar,” itu dipandang sebagai sesuatu yang membatalkan wudhu juga, seperti bersetubuh, keluar mani, murtad dari Islam, haid, dan nifas. Kami tidak menyebutkannya dalam perkara yang membatalkan wudhu, karena kami merasa cukup untuk memasukkannya dalam perkara yang mewajibkan mandi. Rincian hal tersebut telah kami jelaskan.

Masalah Kedua

Ketika seseorang yang berhadats terus-menerus itu bisa sembuh, seperti orang yang tidak bisa mengendalikan diri mengeluarkan air kencing atau kentut, atau wanita yang mengeluarkan darah istihadhah (bukan haid), maka wudhunya menjadi batal ketika kesembuhan itu didapatkan (ketika penyakitnya sembuh, maka saat itu pula wudhunya batal). Karena thaharah mereka adalah thaharah yang darurat (maksudnya terpaksa yang mendapat rukhshah), yang dinilai berdasarkan penyakitnya.
Yang mirip dengan mereka adalah orang yang dipasangi belat (bilah pembalut tulang yang patah), ketika lukanya sembuh atau belat pembalut patah tulangnya dibuka, maka batallah wudhunya.
Semua kondisi ini seperti kondisi tayamum, kondisi suci seseorang yang bertayamum tergantung pada ada atau tidak adanya air. Ketika ada air maka batallah kondisi sucinya dan batallah tayamumnya.

Sumber: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)