Page

Dalil Sunah Merapikan Rambut



5. Menyisir Rambut

Kebiasaan kaum wanita sekarang ini dengan menyemprot rambut menggunakan bahan yang bisa membuat rambut kaku sehingga nampak tebal dan lurus, atau alat elektronik yang disebut hair dryer untuk merapikan rambut dan menjadikannya nampak lebih besar dari ukurannya; semua itu boleh-boleh saja dan tidak termasuk ke dalam larangan menyambung rambut. Tidak bisa dikatakan pula perbuatan seperti itu sama dengan merubah bentuk dan ukuran rambut, sehingga disamakan dengan penipuan dan pemalsuan. Tidak bisa dikatakan seperti itu. Sebab, jika seperti itu, niscaya mengecat rambut, mengempalnya, dan menjalinnya, akan haram pula hukumnya, karena sama dengan merubah bentuk dan ukuran rambut. Padahal mengempal rambut itu boleh-boleh saja berdasarkan hadits yang diriwayatkan Bukhari:

“Dahulu Ibnu Umar berkata: Sungguh aku melihat Rasulullah Saw. mengempalkan rambut.”

Menjepit rambut agar tidak acak-acakan itu boleh-boleh saja, berdasarkan hadits Atha bin Yasar yang telah kami sebutkan dalam pembahasan memuliakan rambut.

Dari Atha bin Yasar, dia berkata:

“Ketika Rasulullah Saw. sedang berada di masjid, ada seorang laki-laki masuk dengan rambut dan janggut yang acak-acakan dan tidak beraturan. Maka Rasulullah Saw. memberi isyarat dengan tangannya pada laki-laki itu agar dia keluar, seakan beliau Saw. ingin mengatakan agar ia merapikan rambut dan janggutnya terlebih dahulu. Lalu laki-laki itu pun keluar merapikannya, dan kemudian masuk kembali. Rasulullah Saw. bersabda: “Bukankah ini lebih baik, daripada salah seorang dari kalian datang dengan rambut yang acak-acakan seperti setan.” (HR. Malik)

6. Membelah Rambut

Dibolehkan membelah rambut berdasarkan hadits Ibnu Abbas ra., dia berkata:

“Nabi Saw. kadang sering menyamai ahli kitab dalam perkara yang tidak diperintahkan. Ahli kitab suka mengurai rambut mereka, orang-orang musyrik suka membelah rambut mereka. Maka Nabi Saw. lebih suka mengurai rambut bagian depannya (membiarkannya tergerai), kemudian beliau Saw. membelahnya.” (HR. Bukhari, Muslim dan an-Nasai)

Sumber: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)