Page

Dalil Tidak Menutupi Dahi Dan Tangan Ketika Sujud Dalam Shalat



Bab: Sifat Shalat

Sub-bab:
Sujud: Bentuknya dan Dzikir Di dalamnya

...
Kita melangkah pada pembahasan menyingkap dahi dan dua tangan (yakni tidak menutupinya dengan sesuatu-pen) dalam sujud. Kami katakan: menurut asalnya, dalam sujud itu seorang Muslim harus dalam kondisi tidak menutupi dua tangan dan dahinya dengan sesuatu. Ini merupakan keadaan yang biasa ditetapi oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya, sehingga jika salah seorang dari mereka menyalahi hukum asal ini maka Rasulullah Saw. akan mengingatkannya dan ia pun kembali pada hukum asal ini. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari Iyadh bin Abdullah, bahwa dia berkata:

“Nabi Saw. melihat seseorang sujud di atas lingkaran serban, lalu beliau memberikan isyarat dengan tangannya: Angkatlah serbanmu itu. Dan beliau menunjuk pada dahinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Shalih bin Khaiwan al-Siba‘iy meriwayatkan:

“Bahwa Rasulullah Saw. melihat seseorang sujud di sisinya, dan ia mengenakan serban di atas dahinya, lalu beliau Saw. membuka serban itu dari dahinya.” (HR. Baihaqi)

Walaupun begitu, jika kondisi sangat panas atau sangat dingin sehingga sujud di atas tanah menyulitkan bagi banyak orang, maka syariat yang lurus pada saat itu telah membolehkan untuk menutupi dahi dan dua tangan, atau membentangkan pakaian/kain di atas tempat sujud untuk menghilangkan kesulitan itu dan memberi kelapangan pada orang-orang. Dari Anas bin Malik ra., ia berkata:

“Jika kami shalat di belakang Rasul di tengah hari, maka kami bersujud di atas kain-kain kami sebagai pelindung dari panas.” (HR. Bukhari dan an-Nasai)

Abu Dawud dan Ahmad meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Kami shalat bersama Rasulullah Saw. di hari yang sangat panas, sehingga jika salah seorang dari kami tidak mampu melekatkan wajahnya di tanah maka dia membentangkan kainnya, lalu dia bersujud di atasnya.”

Ibnu Majah meriwayatkan pula hadits ini, di dalamnya disebutkan:

”…Jika salah seorang dari kami tidak mampu…”

Dengan demikian, adanya penghalang antara dahi dan dua tangan dengan tanah itu dibolehkan, karena tidak ada kemampuan, atau tidak ada kekuatan, atau karena sangat panas. Begitu pula dibolehkan karena sangat dingin, seperti orang yang shalat di malam yang sangat dingin di lapangan terbuka, atau seperti orang yang bersujud di atas salju. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas ra.:

“Bahwa Nabi Saw. shalat dengan memakai satu kain dan menyelendangkannya di pundaknya. Beliau berlindung dengan ujungnya dari panas dan dinginnya tanah.” (HR. Ahmad)

Berlindung dengan ujungnya: yakni melindungi diri beliau dari panas dan dingin dengan bagian ujung selendang yang dikenakannya.

Inilah hujjah untuk membantah orang yang melarang sujud di atas kain yang dipakai. Sedangkan orang yang membolehkan sujud di atas kain yang tidak dipakai, yang dilemparkan ke bawahnya agar menjadi seperti hamparan, maka memang betul inilah hujjah. Begitu pula hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abdurrahman dari ayahnya dari kakeknya -Tsabit bin Shamit ra.:

“Bahwa Rasulullah Saw. shalat di Bani Asyhal dan beliau mengenakan kain yang dibelitkan di tubuhnya. Beliau Saw. meletakkan tangannya di atas kain tersebut guna melindunginya dari dinginnya kerikil.” (HR. Ibnu Majah)

Ahmad meriwayatkan hadits ini dengan redaksi kalimat:

“Nabi Saw. datang kepada kami, lalu beliau shalat mengimami kami di masjid Bani Abdul Asyhal. Aku melihatnya meletakkan tangannya di dalam kainnya jika beliau bersujud.”

Walhasil, sujud di atas ujung serban yang dipakai, ujung kopiah atau ujung songkok, atau sujud dengan sarung tangan di telapak tangan, itu boleh-boleh saja jika ada udzur panas atau dingin. Jika tidak panas atau dingin maka dimakruhkan menutup dahi dan dua tangan, meski demikian shalatnya tetap diterima dan sah.

Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)