Page

Sekolah Dalam Sejarah Khilafah



Nabi SAW telah mengajarkan konsep, ”long life education” [pendidikan seumur hidup]. Sejak diutus menjadi Nabi dan Rasul di Makkah, hingga baginda wafat di Madinah, pendidikan ini sangat diperhatikan oleh Nabi SAW. Tak ada waktu yang berlalu, kecuali di atas ada proses pembelajaran yang dilakukan oleh baginda SAW kepada para sahabatnya.

Meski pada zamannya belum ada sekolah, sebagai tempat proses belajar dan mengajar, sebagaimana di era-era berikutnya, tetapi Nabi SAW telah melakukan proses belajar dan mengajar itu di Masjid Nabawi, dan di manapun baginda SAW berada. Para sahabat pun menimba ilmu dari Nabi SAW tak terpaku hanya di masjid, tetapi di manapun baginda berada, di sana mereka belajar dari Nabi.

Sekolah sebagai tempat pendidikan formal baru diperkenalkan pada abad ke-5 H. Karena banyaknya halqah di masjid-masjid, akhirnya para penguasa kaum Muslim berinisiatif mendirikan bangunan khusus untuk menampung halqah-halqah yang terus berkembang tersebut. Di antara halqah-halqah yang kemudian dipindahkan ke sekolah adalah Universitas al-Azhar, yang dibangun tahun 378 H.

Lembaga pendidikan dalam Islam pun berkembang, karena banyaknya wakaf dari umat Islam. Sampai sekarang, Universitas al-Azhar bisa memberikan beasiswa dari wakaf umat Islam yang diproduktifkan sejak zaman Khilafah Abbasiyyah. Ibn Katsir menuturkan, tahun 383 H, Wazir Abu Nashr Sabur bin Ardasyir membeli rumah di Kurkh, direnovasi, dan dijadikan sebagai tempat kitab yang banyak sekali. Setelah itu, diwakafkan kepada para fuqaha'. Kelak, tempat ini disebut Dar al-'Ulum. Masih menurut Ibn Katsir, ini adalah sekolah pertama yang diwakafkan, sebelum Sekolah an-Nidzdmiyyah dibangun.

Setelah itu, diikuti dengan upaya yang sama di beberapa wilayah lain. Di Suriah, misalnya, berdiri Sekolah Shadiriyyah, tepatnya di Damaskus pada tahun 391 H. Ini kemudian diikuti oleh Wali Damaskus, Rasa' bin Nadzif, yang membangun Sekolah Rasa'iyyah. Pada awalnya, sekolah ini hanya menjadi pusat pembelajaran bagi warga setempat. Tetapi, seiring waktu, sekolah-sekolah ini pun mulai terkenal di luar, dan mendapat perhatian luas, sehingga banyak penuntut ilmu datang dari luar.

Sejak era Nidzam al-Malikat-Thusi [408-485 H/ 1018-1092 M], mulai lahir sekolah negeri yang dibiayai negara, dengan seragam dan pakaian khas. Khususnya bagi para syeikh dan pendidiknya. Untuk mengabadikan namanya, maka disebutkan dengan Sekolah Nidzamiyyah. Di sini, secara khusus dikaji ilmu fikih dan hadits. Para pelajar pun dipenuhi kebutuhan dasarnya, seperti sandang, papan dan pangannya. Bahkan, merekapun mendapatkan uang saku per bulan.

Setelah itu, sekolah sejenis berkembang di Irak dan Khurasan. Sampai tak ada satu kota pun, kecuali pasti ada satu sekolah. Sekolah ini berkembang, bahkan hingga menjangkau tempat-tempat terpencil. Ketika di sebuah daerah ada seorang ulama', maka untuknya dibangunkan sekolah. Kemudian sekolah tersebut diwakafkan kepadanya. Sekolah-sekolah tersebut dilengkapi dengan perpustakaan. Para pelajarnya pun bisa menempuh ilmu dengan gratis.

Ulama' yang terkenal sebagai pengajar di Sekolah Nidzamiyyah ini adalah Imam aI-Haramain al-Juwaini, guru Imam al-Ghazali, dan Imam al-Ghazali sendiri. Bahkan, dalam satu riset, disebutkan bahwa output dari Sekolah Nidzamiyyah ini adalah lahirnya generasi Shalahuddin al-Ayyubi, yang mampu mengalahkan tentara Salib, membersihkan Universitas al-Azhar dari pengaruh Syiah Fatimiyyah, serta menyatukan kembali Khilafah 'Abbasiyyah. Wallahu a'lam. []har dari berbagai sumber

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 155
---