Page

Sekali Lagi, Khilafah Bukan Ancaman



Tuntutan sebagian pihak untuk mewaspadai penyebaran (ajaran Islam) khilafah dengan alasan mengancam bangsa ini, tentu sangat kita sayangkan. Untuk itu kita perlu kembali menegaskan, bahwa kewajiban penegakan khilafah adalah bagian dari kewajiban syariah Islam. Dalil-dalilnya sangat jelas, bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma' sahabat. Tidaklah mengherankan kalau semua sahabat dan para Imam Mazhab sepakat tentang kewajiban pengangkatan khalifah, meskipun terkadang mereka berselisih siapa yang layak menjadi khalifah. Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim misalnya mengatakan: ”mereka [para sahabat] telah sepakat wajib atas kaum Muslimin mengangkat seorang khalifah.”

Kalaupun ada yang berseberangan, hanyalah segelintir orang saja. Sebagaimana yang dijelaskan Imam Qurthubi dalam Al-Jami' li Ahkamil Qur'an: "Tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya hal itu (mengangkat khalifah) di antara umat dan para imam [mazhab], kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-Asham, yang dia itu memang 'asham' (tuli) dari syariah. Demikian pula setiap orang yang berkata dengan perkataannya serta mengikutinya dalam pendapatdan mazhabnya.”

Lantas bagaimana mungkin, siapapun yang beriman kepada Allah SWT, menganggap kewajiban yang berasal dari Allah SWT menjadi ancaman? Apalagi khilafah akan menerapkan syariah Islam secara totalitas yang akan membawa kebaikan bagi semua manusia (rahmatan lil 'alamin). Bagaimana mungkin, syariah Islam, yang berasal dari Allah SWT, yang memiliki sifat ar-Rahman dan ar-Rahim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang), kalau diterapkan memberikan keburukan pada masyarakat?

Justru apa yang kita saksikan dan rasakan sekarang ini, tanpa khilafah, tanpa syariah Islam, bukan hanya umat Islam tapi juga umat manusia, hidup diliputi banyak persoalan yang tidak bisa diselesaikan. Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan pada Maret 2015 sebesar 10,86 persen atau 28,01 juta orang. Jumlah yang tidak sedikit.

Sementara Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat sebanyak 19,4 juta penduduk Indonesia tidur dengan perut lapar setiap hari. Korupsi juga masih merajalela yang berakibat kerugian yang sangat besar bagi negara.

Ditambah lagi dengan penyakit yang muncul akibat penyimpangan seksual. Menurut data Kemenkes, sejak tahun 2005 sampai September 2015, terdapat kasus HIV sebanyak 184.929 yang didapat dari laporan layanan konseling dan tes HIV.

Perlu kita tegaskan, semua ini merupakan buah dari sistem kapitalisme-sekuler yang dianut oleh negara ini. Lihatlah, meskipun banyak pihak yang mengklaim negara ini berideologi Pancasila, tapi kenyataannya yang dipraktekkan adalah kapitalisme. Sistem ekonominya neoliberal, sistem politiknya demokrasi, sementara pluralisme dan liberalisme dijadikan sebagai pandangan hidup.

Seharusnya, saat ada umat Islam yang memperjuangkan syariah Islam, ditanggapi secara terbuka. Sebab, syariah Islam justru merupakan solusi nyata bagi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini. Bukan sebaliknya, malah dianggap ancaman. Sudah sangat jelas yang harus kita jadikan musuh adalah ideologi kapitalisme dan negara-negara imperialis yang mengusungnya. Merekalah musuh sejati kita, bukan Islam, bukan syariah Islam, dan bukan pula umat Islam yang memperjuangkannya.

Kita tentu patut curiga, tudingan anti Pancasila, anti NKRI, justru upaya untuk menjauhkan umat dari syariah Islam, yang pada gilirannya adalah upaya untuk mempertahankan ideologi penjajah kapitalisme yang nyata-nyata membawa penderitaan terhadap rakyat. Sebab, yang paling takut syariah Islam dan khilafah tegak adalah negara-negara imperialis seperti Amerika Serikat, Inggris dan sekutu-sekutunya. Karena mereka tahu, hanya dengan tegaknya khilafah yang menerapkan syariah Islam-lah yang bisa menghentikan penjajahan mereka.

Ketakutan yang sama terjadi ketika penjajah Belanda mengkriminalkan siapapun yang memiliki pemikiran yang berhubungan dengan syariah Islam dan khilafah. Seperti yang ditulis koran Het Nieuws van Dag voor Nederlandsch-Indie, pada tanggal 10 Juni 1915: ”Siapa saja yang menghidupkan di antara penduduk pribumi gagasan sesat yang ada hubungannya dengan Khalifah Turki, pada dasarnya melakukan tindakan pengkhianatan terhadap kekuasaan kami.”

Untuk itu, kita seharusnya tidak lagi terjebak dalam strategi klasik penjajah: pecah-belah dan adu-domba. Strategi yang telah memperlemah kita di masa penjajahan. Dan tampaknya strategi ini kembali diulangi oleh penjajah. Mereka mengadu-domba umat Islam termasuk para ulama dan tokoh-tokohnya. Yang muncul kemudian adalah sikap saling curiga dan menghancurkan. Padahal sudah seharusnya sesama umat Islam itu adalah bersaudara, saling memperkuat, bukan saling memperlemah.

Bukankah Rasulullah SAW sudah memperingatkan tentang larangan menzalimi sesama Muslim? Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ”...Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya...” Allahu Akbar! []farid wadjdi

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 186
---