Page

“Prestasi” Ekonomi Jokowi Dan Demokrasi


Mereka Bicara

Muhammad Asdar, Ketua Majelis Guru Besar FE Universitas Hasanuddin:
Dijajah Asing

Kita ini bangsa dengan mayoritas penduduk Islam tetapi pengamalan Islamnya sangat lemah. Itu yang pertama, yang kedua, kita bermasalah karena kita sudah dijajah oleh asing. Kemudian UU yang dihasilkan DPR sekitar seratusan yang nyata-nyata mendukung asing.

Juga terjadi ketidakadilan antara pembangunan Indonesia barat dengan timur, juga bantuan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil. Dampak lanjut dari semua itu terjadi kesenjangan sosial dan kemiskinan yang besar, baik kemiskinan struktural, budaya, dll semua sangat-sangat nyata, daya beli masyarakat juga sudah berkurang, tidak ada lagi subsidi, tidak ada kepastian harga.

Hanya sistem Islam sebagai jawaban dari semua permasalahan ini. Sistem politik, sistem ekonomi, sistem hukum dan lainnya harus pakai Islam secara kaffah. []

Muhammad Hatta Taliwang, Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta:
Dibiayai Kekuatan Pemilik Modal

Terpilihnya Jokowi merupakan output dari sistem juga. Kalau tidak ada kelompok-kelompok pemodal, tidak mungkin orang sekelas Jokowi ini bisa tampil hingga menjadi presiden tanpa ada modal besar dari kelompok-kelompok besar. Itu yang saya sebut ada operasi untuk intelijen, ada operasi untuk intelektual, ada operasi untuk media massa, ada operasi untuk partai, ada operasi untuk LSM dan lain-lain. Semua secara sistemik dibiayai oleh kekuatan pemilik modal ini. Sistem itulah yang mengatur kita sekarang. []

Hidayatullah Muttaqin, Pengamat Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat:
Penyebabnya Utamanya Sistem Buruk

Penyebab utama buruknya prestasi Jokowi adalah sistem yang buruk yang meliputi sistem demokrasi dan sistem ekonomi kapitalis. Sistem politik demokrasi melahirkan penguasa yang tidak amanah, kebijakan yang berorientasi untuk kepentingan para sponsor pemilu.

Sedangkan sistem ekonomi kapitalis melahirkan kesengsaraan rakyat karena kebijakan menjadi liberal, negara pun tunduk pada kepentingan para pemilik modal / konglomerat dan negara-negara asing. []

Enny Sri Hartati, Direktur The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF):
Selesaikan Akar Masalahnya

PLN selama ini merugi dan Pertamina selama ini merugi. PLN merugi karena sumber bahan bakunya didominasi BBM yang relatif lebih mahal daripada gas atau batubara sehingga produk outputnya akan mahal. Kenapa sumber persoalan ini yang tidak diselesaikan pemerintah? Mengapa pasokan gas dan batubara untuk PLN tidak dipenuhi sehingga PLN tidak rugi dan masyarakat tidak harus menanggung beban kenaikan TDL terus?

Selama tidak ada perubahan struktur bahan baku di PLN, juga penyelesaian utang yang menumpuk, salah kelola energi Tangguh dan lain sebagainya itu tidak diselesaikan maka TDL akan naik terus. Makanya, setiap persoalan harus diselesaikan dari akar masalahnya terlebih dahulu. Jadi tidak hanya yang terlihat di permukaan seperti, “PLN merugi ya sudah naikkan saia TDL-nya.”

Elpiji (gas minyak bumi yang dicairkan/liquefied petroleum gas/LPG) juga demikian, elpiji terus naik karena impor. Persoalannya mengapa harus impor? Mengapa tidak mengelola karunia Allah yang begitu besar yakni gas alam cair (liquefied natural gas, LNG)? Inilah masalahnya, pemerintah tetap mau ambil jalan pintas atau memang berpikir untuk menyelesaikan persoalan masyarakat? Kalau ingin menyelesaikan persoalan masyarakat semestinya bila kita mempunyai energi yang murah. []

Arim Nasim, Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI:
Rezim Pemalak Rakyat!

Pemerintah akan menaikkan pajak dan menambah utang. Itu konsekuensi logis dari penerapan sistem ekonomi kapitalis, ketika sumberdaya alam diserahkan kepada pihak swasta dengan liberalisasinya, maka pemerintah memalak rakyat dalam bentuk pajak sehingga pajak ditingkatkan baik jumlah pembayar pajak (intensifikasi pajak) atau menambah obyek pajak (ektensifikasi pajak) bahkan warteg pun rencananya akan dipajak, tol kena pajak, transaksi atau belanja di atas 250.000 akan kena pajak atau bea materai karena mengejar setoran agar target pajak 1.400 trilyun bisa terpenuhi.

Ini betul-betul menunjukkan rezim pemalak, tapi ironisnya para pengusaha justru malah diberi keringan pajak atau insentif pajak. Luar biasa memang rezim Jokowi ini pengabdiannya terhadap para kapitalis semua keinginan kapitalis difasilitasi walaupun harus mencekik rakyat. []

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 147, Maret-April 2015
---