Page

Mengembalikan Ayat Suci Ke Posisi Tertinggi



Akibat Demokrasi

Sikap negara yang meletakkan konstitusi di atas ayat suci, menurut Ketua DPP HTI Shiddiq Al-Jawi akibat penerapan prinsip demokrasi dalam bernegara. Demokrasi itu prinsip utamanya adalah kedaulatan di tangan rakyat (sovereignty belongs to the people). Maknanya, manusialah yang membuat hukum, bukan yang lain. ”Penerapan demokrasi inilah yang menjungkirbalikkan segala norrna agama, yang kemudian menjadi subordinat atau ditundukkan di bawah hukum buatan manusia," jelas pengasuh rubrik Ustadz Menjawab di Media Umat.

Dengan prinsip demokrasi ini, negara berusaha menempatkan ayat konstitusi (hukum positif) di atas ayat suci (norma syariah Islam). "Jelas ini adalah pandangan yang bermasalah,” tandasnya.

Ia menjelaskan, bagi seorang Muslim, hukum Islam itu posisinya lebih tinggi daripada hukum buatan manusia. ”Jadi masalah ini tidak main-main, karena sudah menyangkut urusan keimanan bagi seorang Muslim,” tuturnya.

Ia kemudian mengutip Firman Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 50. ”Afahukmal jaahiliyyati yabghuun. Wa man ahsanu minallahi hukman liqaumiyyuuqinun”. ("Apakah hukum Jahiliyah [hukum selain Islam] yang mereka kehendaki? Dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”)," ucap Shiddiq.

Posisi Ayat Suci

Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Yahya Abdurrahman menegaskan, hukum dan aturan Allah SWT pun harus ditempatkan di atas hukum dan aturan buatan manusia. Apalagi hukum dan aturan Allah SWT yang sempurna pasti membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Ia menilai, tidak layak umat Islam berpijak pada paham sekulerisme yang sesat dan menyesatkan, yang telah merendahkan kedudukan Al-Qur’an di bawah konstitusi. Padahal Allah SWT telah berflrman: “Dialah Yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya” (TQS. al-An'am: 61).

”Tidak ada hukum yang lebih baik, adil dan bijaksana selain hukum Allah SWT semata,” tandasnya.

Ia pun mengutip firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah [5]: 49 yang artinya: "Hendaklah kamu memutuskan perkara di tengah-tengah mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka."

Ayat itu, jelasnya, mengharuskan kaum Muslim tunduk dan ridha terhadap syariah Allah SWT. Mereka harus selalu merujuk pada hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits dalam menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan mereka.

”Tidaklah pantas seorang lelaki Mukmin maupun perempuan Mukmin, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara, memiliki pilihan lain dalam urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (TQS. al-Ahzab [33]: 36).

Cara Mewujudkan

Shiddiq Al-Jawi menjelaskan langkah menuju upaya menjadikan ayat suci sebagai konstitusi tertinggi. Pertama, harus ada dakwah Islam kepada publik yang terus menerus untuk menjelaskan keunggulan dan dan keutamaan syariah Islam, termasuk dakwah untuk menjelaskan kebatilan demokrasi yang menjadi sumber penolakan keunggulan syariah Islam.

Kedua, harus ada formulasi syariah Islam yang komprehensif dalam segala bidang kehidupan, yang terwujud dalam sebuah rancangan konsitusi syariah Islam.

Ketiga, harus ada negara yang berkomitmen kuat untuk menerima rancangan konstitusi syariah Islam tersebut. Dan tak ada negara yang paling layak untuk menerapkan rancangan konstitusi syariah Islam itu, kecuali negara khilafah.

Habib Rizieq Shihab:

Ayat Suci Di Atas Ayat Konstitusi

  “Saya juga mengingatkan, bagaimana Allah menyindir di surat Al-Maidah ayat 50 terhadap mereka yang tidak mau menggunakan hukum Allah, yang tidak mau tunduk kepada hukum Allah. Apa yang Allah katakan untuk mereka? Apakah mereka menghendaki hukum jahiliyah? Apakah mereka menghendaki ketetapan jahiliyah? Selanjutnya Allah menyatakan, tidak ada satupun hukum, dari makhluk manapun, yang lebih baik dari hukum Allah, bagi mereka yang yakin beriman kepada Allah.
  Karena itu kepada segenap kaum Muslimin Indonesia, tancapkan dalam sanubarimu yang paling dalam, bahwa hukum Allah di atas segalanya. Bahwa ayat suci adalah di atas ayat konstitusi. Kenapa? Karena ayat suci adalah kalam Ilahi Firman Ilahi. Hingga menjadi harga mati untuk dipatuhi, untuk ditaati. Tidak boleh diganti. Tidak boleh direvisi.”

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 188
---