Page

Felix Siauw: Revolusi Di Ujung Jari


muktamar khilafah

Dulu saya selalu bertanya-tanya, bagaimana mungkin kita dapat mengopinikan Islam, padahal media-madia hampir semuanya dimiliki oleh pihak yang anti kepada Islam? Yang alih-alih mengopinikan Islam secara baik, bahkan justru sebisa mungkin memberikan stigma negatif bagi Islam dan kaum Muslim.

Kita bisa lihat dalam pemberitaan-pemberitaan yang lalu. Saat ditangkap seorang yang diduga teroris misalnya, media langsung menyorot segala sesuatu yang berkaitan dengan Islam seperti sajadah, buku-buku Islami sampai gambar Ka'bah. Seolah-olah ingin mengopinikan, semakin Islami Anda maka akan semakin dekat Anda dengan terorisme.

Pernyataan yang menyudutkan Islam ditayangkan terus-menerus, tak berimbang dengan pernyataan lain yang lebih logis tapi membela Islam. Media berseberangan dengan Islam, dan pasalnya kebanyakan orang dipengaruhi oleh media, bagaimana caranya?

Tapi saya yakin, Allah ya pasti punya cara, yang perlu kita lakukan toh hanya perintah Allah yaitu beriman dan meyakini akan pertolongan Allah itu, dan beramal seshalih-shalihnya, semaksimal mungkin yang kita mampu. Pasti ada jalannya, Rasulullah dan sahabatnya pun sudah berkali-kali membuktikannya.

Siapa sangka itu terjadi di zaman kita. Revolusi komunikasi via media sosial menjungkirbalikkan semua logika. Media mainstream semisal TV dan koran kehilangan pangsa pasar yang sangat besar, generasi baru digital lebih banyak menghabiskan waktunya di internet, di media sosial.

Yang berarti, informasi menjadi sesuatu yang lebih egaliter, tidak lagi didikte dari atas ke bawah, tapi horizontal antar kita. Artinya, umat lebih mudah untuk mendapatkan kebenaran, sebab siapa saja pada zaman media sosial ini bisa menjadi sumber berita.

Memang ada kurang dan lebihnya, hoax yang semakin umum di antara kita, cyber-bullying, sampai tiadanya privasi menjadi kekurangan. Hanya saja kelebihannya juga banyak, opini bisa cepat dibentuk di antara umat, dan umat lebih bisa satu perasaan.

Lihat saja, bagaimana heroisme para mujahid Ciamis. Opini umum yang tadinya buruk terhadap aksi #BelaQuran 212, sebab dikaitkan dengan makar, menggoyang negara, dan sarat politis, dihabisi bahkan dibalikkan secara indah lewat langkah-langkah kaki mereka. Bahasa medianya killer content.

Walau media mainstream menutupi, tapi jiwa-jiwa yang jujur tidak bisa tidak, tertaut satu sama lain, haru bercampur bangga juga malu menjalar dengan cepat, menggerakkan para mujahid Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, untuk melakukan hal yang serupa, berjalan kaki berjamaah menuju ibukota. Mereka ingin membuktikan, tak ada yang bisa melawan panggilan iman. Epik!

Peserta Aksi #BelaQuran 212 menjadi saksi bagaimana saat perasaan umat menjadi satu sebab opini umum berpihak pada mereka. Jutaan massa yang berkumpul di ibukota tak buyar oleh panas, tetap khusyuk dalam hujan, tetap damai walau hati mereka terluka, tetap berbagi walau mereka berkekurangan.

Allah punya cara, dan kita tak punya kesempatan lebih baik daripada hari-hari ini dalam membentuk opini positif bagi Islam dan perjuangan dakwah. Sebab hari-hari ini bukan awak media yang menentukan apa yang jadi pembicaraan, tapi ide dan jari-jari kitalah yang menentukan. Opini ada di ujung jari, tergantung kita mau berpartisipasi atau hanya jadi penonton.

Bendera Rasulullah yang dulu ditakuti dan diopinikan negatif, bisa disukai, diarak, digiring, diangkat dengan bangga oleh kaum Muslim, bahkan ibu-ibu pun berfoto welfie dengan bangga dengan bendera itu. Beberapa channel televisi nasional dan merek roti terkenal sudah merasakan efek kebangkitan opini umum kaum Muslim ini.

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita turut serta membentuk opini positif ini, terus-menerus berjuang sampai umat sepakat dengan penegakan syariah dan khilafah? Walau hanya dengan mengklik like dan share postingan positif tentang Islam? Kalau belum, bisa jadi Anda belum serius dalam dakwah!

Felix Y. Siauw: Member @YukNgajiID
---

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 187