Page

Terkenal Dirindukan Umat, Bukan Diidolakan


Memilih jalan dakwah, memang bisa berefek pada kepopuleran. Benar. Karena seringnya kontak, mengisi pengajian, update status Islami, memajang foto-foto kegiatan keislaman dan sejenisnya, berefek pada popularitas. Itu sebuah keniscayaan. Efek samping yang tak diharapkan. Mau tidak mau, terjadi, berbanding lurus dengan seringnya melakukan interaksi dakwah dengan masyarakat.

Entah tingkat kepopulerannya di dunia nyata, baik di level sekolahan, kampus, kantor, RT, RW, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, nasional maupun internasional. Entah populer di media seperti di koran, radio atau televisi. Entah kepopulerannya di dunia maya seperti Facebook, Twitter, Youtube, Instagram dan sejenisnya.

Entah populer dengan brand-brand yang berbeda-beda sesuai keahlian. Ada yang dilabeli pakar zikir, pakar sedekah, pakar keluarga, pakar anak, pakar wanita, pakar ekonomi Islam, dll. Entah terkenal dengan brand sebagai trainer, praktisi, inspirator, penulis, pengisi ceramah atau sekadar statuser (pembuat status, red).

Nah, menjadi terkenal –walau bukan tujuan utama (dan jangan sampai jadi tujuan)-itu tidak mudah. Sudah banyak orang-orang terkenal yang mengakui, menjadi populer itu sejatinya menyiksa. Lantas bagaimana menyiasati ”keterkenalan” tersebut?

1. Jaga Diri

Harus ekstra hati-hati dalam segala hal. Baik bersikap, berucap maupun bertindak. Jangan sampai keseleo lidah atau salah langkah. Apalagi di era digital, di zaman media sosial, setiap orang telah menjelma menjadi selebritas. Postingan apapun jadi perhatian para followernya. Salah jempol bertindak, rusak susu sebelanga. Begitulah risiko orang terkenal. Apalagi terkenal dengan brand sebagai ”orang saleh”.

2. Jaga Attitude

Harus membiasakan diri tampil menyenangkan semua orang. Bersikap lebih ramah, lebih antusias, lebih perhatian dan lebih baik lagi. Bukankah berakhlak mulia memang perintah agama? Walaupun, mungkin karakter dasar kita memang tak bisa ditinggalkan. Artinya, tetaplah menginjak bumi, menjadi diri sendiri. Tidak pura-pura, tapi tulus melakukannya.

3. Jaga Image

Inilah tantangan orang terkenal. Harus mampu menjaga citra, walaupun tak perlu melakukan pencitraan. Terus memantaskan diri menjadi pribadi terbaik, tapi tidak dengan berpura-pura menjadi baik. Caranya, menjaga aktivitas sesuai prioritas hukum syara'. Karena, hal mubah saja, terkadang dipersoalkan dan bisa menjatuhkan image. Memang, kita adalah manusia biasa. Tak luput dari salah dan dosa. Tidak sempurna.

4. Jaga Hati

Ini yang sangat sulit, karena hanya dia dan Allah yang tahu. Menjaga diri dari penyakit riya', gila sanjungan dan haus pujian. Juga, menjaga kelurusan niat, bahwa kita melakukannya demi ridha Allah SWT. Bukan demi eksistensi diri, demi dipuji, apalagi demi materi. Sudah menjadi kelaziman, semakin terkenal seseorang, "tarifnya" kian melangit. Niatnya kok jadi ke duit. Ini yang tidak boleh terjadi.

5. Jaga Privasi

Begitu nama mulai menanjak, biasanya masyarakat mulai kepo. Ingin tahu luar dalam tentang si terkenal. Baik profil lengkap dirinya maupun keluarganya. Baik aktivitas kesehariannya maupun isi pikirannya. Dipantengi kegiatannya atau status-status di DP atau media sosialnya. Bahkan dikorek pula masa lalunya. Begitulah ulah orang yang sudah mulai mengidolakan. Ya, jangan salah! Pengemban dakwah pun punya penggemar.

Nah, di sinilah kita harus berhati-hati menjaga privacy. Mampu memilah mana yang bisa dibagikan ke masyarakat, mana yang tidak. Misal saat ceramah, apakah perlu menjadikan pengalaman hidup kita sebagai contoh? Apakah itu akan memperkuat keyakinan jamaah, atau sebaliknya, malah meruntuhkan keyakinan mereka terhadap kita? Nah, kita harus pandai-pandai memilah dan menelaahnya.

Demikianlah, semoga kita menjadi pribadi yang kian mawas diri.Tak takut melakukan aktivitas dakwah dan siap menerima risiko. Selalu ingat Allah SWT, sebaik-baik penjaga hati. Seraya penuh harap, agar kita menjadi ustadz/ustadzah yang dirindukan umat. Bukan merindu diidolakan, tapi dijadikan rujukan kebenaran. []

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 174, Mei-Juni 2016
---