Page

Kecerdasan Untuk Mendapatkan Petunjuk



KH Asmuni Marhanang
Jadilah Seperti Ikan Di Laut

KH Asmuni Marhanang merupakan guru para tokoh agama di Samarinda. Ia mewarisi ilmu dasar para guru seperti almarhum KH Tajudinnor (Guru Bendang), KH Ahmad Mardhani, KH Jakfar Kadrie dan sederet tokoh agama lainnya.

Menurut lelaki kelahiran Samarinda, 18 Agustus 1941 ini, pentingnya kesungguhan dalam menjaga keistiqamahan mengabdikan diri untuk umat Islam. Sudah 50 tahun lebih lamanya, sejak tahun 1960. KH Asmuni berkecimpung di dunia pesantren, baik sejak sebagai santri selama 7 tahun lamanya maupun sebagai pengajar dan pendiri sekaligus pembina pesantren.

Masyarakat Samarinda sudah sangat familiar pada sosok yang saat menimba ilmu di Ponpes Darussalam Martapura, Kalimantan Selatan hanya berjarak tiga tingkat di bawah Syeikh KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Sekumpul).

KH Asmuni merupakan tokoh agama yang sangat berhati-hati dalam pelaksaan pesta pernikahan (walimatul ursy), sebab ia senantiasa menginginkan adanya tempat terpisah untuk tamu laki-laki dan perempuan untuk mendapat keberkahan di hadapan Allah SWT. Meskipun hal tersebut tidak begitu familiar di tengah masyarakat namun ia tetap istiqamah menjaga hal tersebut.

“Sebab yang berhak menilai kita sebagai manusia hanyalah Allah SWT bukan manusia,” ujarnya kepada Media Umat.

Terakhir, sebelum Media Umat berpamitan, ia berpesan, “Jadilah seperti ikan-ikan yang ada di laut, meskipun hidup di air asin tetapi rasa daging mereka tidak terpengaruh dengan tempat hidup mereka, rasa dagingya tetaplah tawar, tidak asin. Seperti itu juga kita sebagai manusia, meskipun hidup di tengah-tengah masyarakat yang jauh dari syariat Allah tetapi bukan berarti juga terpengaruh untuk jauh dari aturan Allah melainkan tetap senantiasa menjaga segala aktivitas yang dilakukan berhukum hanya kepada hukum Allah SWT.” []

Membuat Jalan Kecerdasan Untuk Mendapatkan Petunjuk

Yayasan Pondok Pesantren Sabilarrasyad, Lok Bahu, Sungai Kunjang, Samarinda, Kaltim

Karena lokasinya begitu jauh dari kota dan susah untuk dijangkau oleh kendaraan bermotor, KH Dja'far Sabran (almarhum) dan KH Asmuni Marhanang serta sejumlah warga menerobos pelosok hutan dan rawa-rawa. Mereka hanya berjalan kaki melewati jalan setapak mulai dari PLTD Karang Paci sampai perbatasan antara Desa Bendang dan Lokasi II, dengan jarak tempuh sekitar sembilan kilometer.

Lalu sampailah di tanah yang lapang namun sebagiannya masih rawa-rawa. Dengan semangat dan penuh keikhlasan di sanalah didirikan pondok pesantren. Menuju ke lokasi itu tidak mudah memang, tapi bagi yang ingin mendapatkan petunjuk tentu saja akan bersemangat menapakinya. Maka pesantren itu pun oleh Kyai Dja'far diberi nama jalan kecerdasan untuk mendapatkan petunjuk (Sabilarrasyad).

"Semangat untuk menggembleng santri agar dapat menegakkan sunnah Rasulullah Muhammad SAW di tengah-tengah masyarakat yang membuat kami ikhlas dan rela bersusah payah seperti itu,” ungkap Kyai Asmuni yang merupakan pimpinan sekaligus pendiri Sabilarrasyad mengenang kejadian 31 tahun lalu, kepada Media Umat, Sabtu (29/8) di kompleks Yayasan Pondok Pesantren Sabilarrasyad, Kelurahan Lok Bahu, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda, Kalimantan Timur.

Dan alhamdulillah, meskipun berada cukup jauh dari pusat Kota Samarinda, namun Sabilarrasyad tetap menjadi favorit bagi para orang tua untuk menyantrikan anak-anaknya.Terlebih tatkala dibangun jalan yang membuat akses ke pesantren yang luasnya delapan hektar jadi sangat mudah.

Pesantren yang pada tahun pertama hanya berjumlah 19 santri, telah meluluskan sekitar 1500 santri, setiap tahunnya membina sekitar 280 siswa-siswi dengan sekitar 35 staf pengajar.

Sabilarrasyad berdiri sejak 1984 atas dasar inisiatif Kyai Ja'far almarhum. Kyai Ja'far sendiri merupakan guru dari Kyai Asmuni, saat Kyai Asmuni menimba ilmu di Madrasah Islamiyah Samarinda pada tingkat ibtidaiyah dan Tsanawiyah, sebelum ia melanjutkan menimba ilmu ke Ponpes Darussalam Martapura, Kalimantan Selatan.

Selain mendidik santri dengan perpaduan kurikulum salafiyah dan Kemenag, pesantren pun mendidik santri di bidang usaha agrobisnis melalui kerja sama dengan Sapronak-salah satu perusahaan ayam pedaging dengan total isi kandang 15 ribu ekor ayam.

Sabilarrasyad masuk nominasi the best three dari sekian banyak mitra yang bergabung dengan perusahaan tersebut. Adanya kerjasama ini diharapkan para santri bisa menguasai ilmu berupa ketrampilan bagaimana membuka usaha dengan cara bermitra dan bagaimana cara beternak yang benar khususnya pada ayam pedaging sehingga pada saat mereka keluar dari Pondok Pesantren mereka bisa hidup mandiri tanpa harus selalu bergantung terhadap orang lain.

Suasana syukur senantiasa mewarnai pesantren tersebut. Termasuk ketika ada kelulusan. Tak ada hingar bingar. Adanya selamatan. Sederhana, tanpa ada suasana hura-hura terlebih coret-coretan ataupun konvoi ke jalan. Begitu penuturan Zamah Syari, S.HI selaku estafet kepemimpinan Ponpes sejak tahun 2010, yang tidak lain juga merupakan putra ke-5 dari Kyai Asmuni.

Alumnus-alumnusnya sampai saat ini sebagian besar di antara mereka ada yang meneruskan studinya di Sekolah Menengah Atas, Perguruan Tinggi baik dalam daerah maupun luar daerah, memperdalam kitab-kitab kuning dan sebagian mereka yang berkiprah di masyarakat sebagai pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh agama, pendidik bahkan ada juga di antara mereka yang mengabdikan dirinya di pondok untuk meneruskan cita-cita dan niat tulus Kyai Dja'far dan Kyai Asmuni Marhanang. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 157, September 2015
---