Page

Demokrasi Dari Akidah Sekuler



Bila mengaitkan fakta demokrasi dengan sumber hukum Islam, maka sebenarnya tidak ada alasan apapun bagi umat Islam untuk menerima demokrasi. ”Karena demokrasi sistem kufur, haram mengambilnya, menerapkannya dan menyebarluaskannya,” tegas Ustadz Rokhmat S Labib dalam Halqah Aamah Lil UIama, Ahad (12/6/2016) di Aula Kantor DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Crown Palace, Soepomo, Jakarta Selatan. Di hadapan sekitar 70 kyai pesantren, ustadz, dan tokoh ormas Islam yang berdatangan dari Jabodetabek dan sekitarnya, Rokhmat menyebutkan lima alasan telak mengapa kaum Musllimin harus menolak demokrasi.

Pertama, demokrasi tidak terpancar dari akidah Islam, tidak ada hubungannya dengan wahyu. Bahkan tidak ada hubungannya dengan agama apapun. Sehingga dari poin ini saja sudah selesai. Sudah cukup dikatakan sebagai sistem kufur. Mengapa dikatakan kufur? Karena sistem itu cuma ada dua, yakni sistem Islam dan sistem kufur. Tidak ada yang ketiga.

"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" ungkap Rokhmat membacakan dalilnya yang dikutip dari Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 50.

Kedua, secara akidah, demokrasi terpancar dari akidah sekuler. Akidah yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama boleh ada, tidak dibunuh tetapi agama hanya boleh dalam urusan privat. Sedangkan urusan publik, mengatur masyarakat apalagi mengatur negara, ekonomi, pendidikan dan seterusnya, itu semua harus disterilkan dari agama. Itulah kapitalisme. "Ketika agama tidak boleh mengatur urusan publik lantas siapa yang mengatur? Nah, demokrasilah yang mengisi,” jelasnya.

Ia menegaskan, demokrasi sangat jelas bertentangan dengan akidah Islam. Sebab, akidah Islam itu akidahnya La ilaha ilallah Muhammadarasulullah, yang mewajibkan seluruh aturannya diterapkan baik di ruang privat maupun di ruang publik.

Ketiga, demokrasi berdiri di atas dua pilar, yakni kedaulatan di tangan rakyat dan rakyat adalah sumber kekuasaan dalam arti kekuasaan yang paling tinggi itulah rakyat. Artinya, rakyat punya kehendak yang tidak boleh dicegah, tidak boleh dilarang apapun keinginannya harus dituruti. Tidak boleh ada yang memaksa.

”Jelas ini bertentangan dengan Islam. Karena menurut Islam, Allah SWT saja yang mempunyai hak itu semua,” beber Rokhmat.

Keempat, berbagai macam keputusan, memang tidak semua, tetapi sebagian besar keputusan didasarkan pada suara terbanyak. Dalam pandangan Islam keputusan hukum tidak boleh didasarkan pada suara terbanyak. Memang voting bisa digunakan untuk perkara-perkara yang hukumnya mubah (boleh). ”Tetapi yang pasti dalam memutuskan hukum tidak boleh menggunakan suara terbanyak," tegasnya.

Kelima, demokrasi meniscayakan kebebasan, yang hanya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Sebab kalau rakyat tidak bebas, maka rakyat tidak punya kedaulatan. Sehingga rakyat bebas untuk berakidah, bebas untuk memiliki, bebas untuk berpendapat. Jelas semuanya bertentangan dengan Islam.

”Itu semua menjadi sumber berbagai macam kerusakan dunia. Lihat bagaimana free sex marak, aliran sesat marak, ekonomi-kapitalisme menggelembung karena kebebasan kepemilikan, pendapat-pendapat yang menentang Islam dibiarkan dengan alasan kebebasan berpendapat,” pungkasnya.

Dalam acara yang ditutup dengan doa bersama tersebut tampak hadir KH Abdul Ghani, (Pimpinan Pesantren Al Kindi, Cipayung, Depok, Jawa Barat), KH Muhammad Sholeh (MUI Gunung Sindur, Bogor) dan Ustadz Ammar (DDII Tangsel). []

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 176, Juni-Juli 2016
---