Page

Cara Shalat Di Atas Kendaraan Dan Hewan Tunggangan

Shalat Di Atas Hewan Tunggangan dan Kendaraan

Seorang mushalli boleh melaksanakan shalat nafilah di atas tunggangannya, seperti unta, keledai dan kuda. Boleh pula melaksanakan shalat di atas segala jenis kendaraan, seperti mobil, pesawat terbang, perahu dan kereta api, baik ketika melakukan perjalanan (safar) atau ketika sedang tinggal bermukim (hadhar). Dari Ibnu Umar ra., ia berkata:

“Aku melihat Rasulullah Saw. shalat di atas keledai, dan beliau menghadap ke arah Khaibar.” (HR. Muslim)

Nafi meriwayatkan dari Ibnu Umar ra.:

“Bahwa Nabi Saw. seringkali melaksanakan shalat di atas untanya, ke manapun hewan itu menghadapkan wajahnya." (HR. Mualim)

Dalam riwayat lain dari Nafi dari Ibnu Umar ra.:

“Bahwa Rasulullah Saw. melaksanakan shalat sunatnya ke manapun arah untanya menghadap.” (HR. Muslim)

Dari Ibnu Umar ra., ia berkata: “Nabi Saw. ditanya tentang shalat di atas perahu, dia bertanya: 'Bagaimana caraku shalat di atas perahu?’ Maka Beliau Saw. berkata: “Sholatlah di atasnya dengan berdiri, kecuali jika engkau takut tenggelam.” (HR. al-Bazzar)

Seorang Muslim disunahkan untuk menghadap kiblat ketika memulai shalat dan bertakbiratul ihram. Setelah itu, tidak menjadi masalah ke manapun unta atau hewan tunggangannya itu menghadapkan wajah. Dari Anas bin Malik ra., ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. jika akan shalat tathawwu' di atas untanya, Beliau menghadap kiblat dan bertakbir untuk shalat. Kemudian beliau membiarkan untanya, lalu beliau shalat ke manapun untanya itu menghadapkan wajah.” (HR. Ahmad)

Adapun shalat fardhu, yakni shalat yang diwajibkan, maka menurut hukum asalnya adalah harus dilaksanakan di atas tanah alias tidak boleh dilakukan di atas tunggangan. Dari Salim bin Abdullah dari ayahnya, ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. jika melaksanakan shalat sunat di atas untanya, Beliau menghadap ke manapun arahnya, dan Beliau Saw. pun berwitir di atasnya, tetapi Beliau Saw. tidak melaksanakan shalat wajib di atasnya.” (HR. Muslim)

Dari Jabir bin Abdullah ra. ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. shalat di atas untanya, ke manapun arah unta itu menghadap. Dan jika hendak shalat fardhu, Beliau Saw. turun dan kemudian menghadap kiblat.” (HR. Bukhari)

Jika seorang Muslim tidak mampu shalat di atas tanah karena turun hujan, dan tanahnya menjadi becek, maka boleh baginya untuk shalat wajib di atas tunggangannya dan di atas mobilnya, tetapi dalam kondisi ini dia tetap wajib menghadap kiblat sepanjang shalatnya. Ya’la bin Murrah ra. telah meriwayatkan:

“Bahwa Rasulullah Saw. bersama para sahabat berhenti di tanah yang sempit, dan Beliau Saw. berada di atas untanya, langit berada di atas mereka sedangkan tanah yang becek ada di bawah mereka. Tibalah waktu shalat, lalu Beliau Saw. memerintahkan pada muadzin. Muadzin pun mengumandangkan adzan dan iqamat, kemudian Rasulullah Saw. maju di atas untanya dan shalat mengimami mereka dengan memberikan isyarat. Beliau Saw. menjadikan sujud lebih rendah dari ruku, dan Beliau Saw. menjadikan sujudnya lebih rendah dari rukunya.“ (HR. Ahmad dan an-Nasai)

Apabila berada dalam kondisi takut dari musuh dan yang semisalnya, maka tidak menjadi masalah melaksanakan shalat fardhu di atas tunggangan atau di atas berbagai jenis kendaraan. Hendaknya seorang Muslim shalat sesuai dengan kondisi yang paling memungkinkan baginya, baik dengan menghadap kiblat atau tidak. Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar ra.:

“Ketika ditanya tentang shalat khauf, Ibnu Umar menggambarkannya, lalu dia berkata: “Dan jika ketakutannya lebih gawat lagi maka mereka shalat dengan berjalan kaki dan di atas kendaraan, dengan menghadap kiblat atau tidak.” Nafi berkata: Aku tidak melihat Ibnu Umar menceritakan hal itu kecuali berasal dari Rasulullah Saw." (HR. Bukhari)

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah
(artikel blog ini tanpa tulisan arabnya)