Page

Pasca Khilafah Utsmani Kalahkan Armada Nasrani



Suasana Pasca Kekalahan Armada Nasrani

Orang-orang Aljazair menyamakan kekalahan armada Nasrani yang dipimpin oleh Charles Quint itu dengan kekalahan Pasukan Fil (tentara Gajah yang dipimpin Raja Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah) seperti yang disebutkan dalam Surat Al Fiil. Dalam sebuah surat yang ditulis rakyat Aljazair kepada Sultan Sulaiman, di sana disebutkan: “Sesungguhnya Allah Swt. telah menurunkan adzab-Nya kepada Charles V dan bala tentaranya dengan siksaan seperti yang menimpa pasukan gajah. Dia jadikan tipu-daya mereka sia-sia dan Allah menurunkan kepada mereka angin putting-beliung dan ombak bergulung. Allah hancur-leburkan mereka di tepian-tepian pantai sebagai pasukan yang tawanan atau mati terbunuh. Tidak ada seorangpun pasukan musuh yang tidak tenggelam, kecuali sedikit.” (AI-Daulah AI-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftaraa 'AIaiha, hlm. 2/920.)

Semua penduduk Aljazair, baik penduduk asli maupun kaum muslimin pendatang dari Andalusia, mereka sama-sama mengirimkan surat pada bulan berikutnya kepada Sultan Sulaiman mengabarkan tentang kekalahan Charles V. Mereka berterima kasih kepada Sultan Utsmani karena telah terlibat menolong kaum muslimin di Afrika Utara, khususnya kaum pelarian dari Andalusia. Dalam surat itu disebutkan antara lain:

"Sesungguhnya penduduk Andalusia telah pernah meminta pertolongan kepadanya (maksudnya Sultan Utsmani) dan dia telah menolongnya. Pertolongannya inilah yang menjadi salah satu sebab selamatnya kaum muslimin dari tangan orang-orang kafir jahat dan telah mampu memindahkan kaum muslimin ke negeri Islam dan menjadi rakyat pemerintahan Utsmani yang ikhlas. Aljazair menamakan dirinya dengan nama Tuan serta berada di bawah kekuasaan Tuan yang mulia. Kini hati-hati yang merana menjadi bahagia dan yang terpecah menjadi bersatu kembali.” Surat itu juga berisi permintaan kepada Sultan akan dua hal. Pertama, mereka meminta bantuan militer tambahan untuk membantu Aljazair, sebab ia merupakan negeri kaum muslimin dan menjadi “kuburan" bagi orang-orang kafir dan penjahat. (AI-Daulah AI-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftaraa 'Alaiha, 2/921.)

Kedua, mereka juga meminta agar Sultan mengembalikan Khairuddin Pasya pada posisinya semula sebagai penguasa Aljazair. Khairuddin dianggap sebagai sosok yang mampu mengendalikan negeri dan menggairahkan situasi batin yang lesu. Dia telah membuat hati orang kafir menjadi gentar dan dengan armadanya mampu menghancurkan negeri orang-orang kafir yang durhaka... Sesungguhnya dia akan menjadi karunia besar bagi negeri Aljazair dan akan membuat orang-orang musyrik merasa takut dan bingung. (AI-Daulah AI-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftaraa 'Alaiha, 2/921.)

Pasca kekalahan armada Spanyol, Sultan Sulaiman memberikan gelar Pasya kepada Hasan Agha At-Thusyi karena perannya sangat besar dalan menyelamatkan negeri Aljazair dan mengosongkan wilayah perairan Laut Tengah dari ancaman armada-armada Spanyol yang baru menderita luka besar dan ingin membalas dendam kembali. Maka berangkatlah kapal-kapal Utsmani menuju pesisir-pesisir Spanyol dan Italia. Di sana terjadilah perang demi perang sehingga menimbulkan rasa takut dan khawatir di tempat-tempat tersebut Pasukan Utsmani berhasil menduduki tempat itu dan mengambil harta-benda sebagai rampasan perang. (Harb Tsalatsa Mi'ah Sanah, hlm. 213.)

Khairuddin Barbarosa akhirnya kembali ke Kota Aljir dalam rangkaian Jihad panjang membela Islam dan mempertahankan negeri. Dengan taufik Allah kepada kaum muslimin serta keikhlasan hati mereka, maka mereka mampu mengalahkan armada besar Spanyol. Peperangan itu membuat Khairuddin tergerak untuk memeriksa kembali kondisi internal Aljazair. Setelah itu dia bersama armadanya mulai bergerak kembali menuju negeri Spanyol untuk mengirimkan kepedihan dan sengsara. Negeri-negeri Eropa akhirnya kembali mempertimbangkan secara serius ancaman pemerintahan Utsmani. Dengan peristiwa itu maka goncanglah markas orang-orang Spanyol di Wahran dan beberapa wilayah lain di Afrika Utara. (Al-Maghrib Al-Arabi Al-Kabir, Syauqi Athaullah Al-jamal, hlm. 9.) Di sisi lain, kabilah Sa'di juga mampu mengalahkan orang-orang Portugis dan mengambil-alih benteng Santa Cruz.

Setelah Raja Portugis Jean III mendengar kabar perebutan benteng itu, dia segera memerintahkan orang-orang Spanyol di Asifa dan Azmur untuk secepatnya meninggalkan tempat itu. Raja Jean III mengirim surat kepada duta besarnya di Madrid tanggal 22 Ramadhan 948 H/Desember 1541 M. Charles V juga membaca surat itu. Dalam surat itu disebutkan tentang sebab-sebab penarikan pasukan Spanyol dari markas militernya di Asifa dan Azmur. Dalam kondisi yang sangat kritis ini, kekuatan orang-orang Sa'di semakin bertambah kuat, karena mendapat bantuan pemerintahan Utsmani. Penguasa Sa'di kini mempunyai meriam Utsmani dan peralatan perang yang lengkap. Di samping itu juga ada tentara-tentara terlatih. Kekuatan mereka itu tampak saat pengepungan Santa Cruz sehingga membuat Spanyol sulit mempertahankan dua basis militernya itu. Namun dengan hengkangnya Spanyol dari Azmur dan Asifa, bukan berarti mereka telah sepenuhnya meninggalkan Maghrib (Afrika Utara). Pemerintah Spanyol memerintahkan agar Mazkan dibentengi dengan kuat, karena pelabuhan itu bisa dipakai sepanjang tahun. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li lnqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 328.)

Di sini kita bisa melihat sejauh mana bantuan pemerintahan Utsmani kepada kekuatan-kekuatan Islam di Maghrib dalam menghadapi orang-orang Nasrani di sana. Tidak aneh, jika pemerintahan Utsmani sangat antusias membantu orang-orang Sa’di untuk mengikis eksistensi Portugis di wilayah-wilayah Selatan Maghribi. Barulah setelah itu Ustmani berniat menyeberang menuju Andalusia, untuk merebut kembali wilayah Islam itu. Sebab Maghrib merupakan merupakan titik penyeberangan paling dekat menuju Andalusia. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li lnqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm.328.)

Nasib Charles Quint

Kegagalan Charles Quint dalam perang laut di Aljazair bukan hanya berpengaruh bagi diri Kaisar sendiri, tetapi juga berpengaruh besar bagi Kekaisaran Spanyol, bahkan berpengaruh di dunia secara umum. Dalam sebuah syair Arab disebutkan:

Tanyakanlah kepada Charles, berapa banyak tentara kami?
Yang ada dalam benaknya, hanyalah gertakan-gertakan.
Lalu dia persiapkan armada dan pasukan banyak.
Namun ternyata, dia harus menelan pil pahit yang sangat getir.

Kabar kekalahan Charles V laksana petir yang menyambar seluruh Eropa. Berita kekalahan itu bergerak cepat, menimbulkan wabah ketakutan. Saat itu tidak ada lagi sekutu bagi Charles V, selain Henry III, Raja Inggris. Sedangkan Duck de Clave, Raja Denmark dan Skandinavia sudah bergabung dengan Perancis.

Kemenangan ini juga membawa dampak sangat positif di Afrika Utara. Sedangkan kaum Nasrani Eropa dilanda wabah ketakutan membayangkan serbuan yang sewaktu-waktu dilakukan oleh kaum muslimin. Charles V tidak berpikir lagi untuk melakukan ekspedisi ke Aljazair. Wibawa Khairuddin dan Hasan Agha membumbung tinggi di Eropa, baik di mata orang khusus maupun umum. Sampai-sampai, jika mereka melihat mangkuk besar dari jauh, mereka bayangkan mangkuk itu adalah Khairuddin. Hingga teriakan putus-asa bergema di mana-mana, keluh-kesah merebak sedemikian banyak. Sementara itu penduduk lari dari rumah-rumah, ladang-ladang, serta tempat berdagang. Mereka ketakutan sendiri oleh bayangannya sendiri.

Jika ada badai atau angin ribut di laut, maka orang-orang Eropa membayangkan bahwa Khairuddin Barbarosa sedang mengaduk-aduk lautan dan ingin menenggelamkan kapal mereka. Ketakutan itu sudah sampai ke batas yang tidak wajar, sehingga orang-orang Spanyol dan Italia jika melihat ada kejahatan, pencurian, atau terjadi sebuah kerusakan, wabah penyakit, atau kelaparan, mereka segera menyalahkan Khairuddin dan sahabat-sahabatnya sebagai penyebab semua itu. Dalam syair yang populer mereka berkata: (Khairuddin Barbarosa, hlm. 200.)
Barbarosa... Barbarosa...
Kau pemilik semua kejahatan
Tak satupun rasa sakit dan perbuatan
Yang menyakitkan dan menghancurkan
Kecuali sebabnya ada pada dirinya Dia adalah perompak Yang tidak ada bandingannya di dunia." (Majalah Tarikh Wa Hadharah AI-Maghrib, diterbitkan Fakultas Sastra di Aljazair tahun 1969, no. 6, hlm. 5934.)

Hasan Agha Ath-Thusi sendiri setelah menunaikan tugas sucinya, beliau wafat pada tahun 951 H/ 1544 M. Setelah wafat, para pemuka negara sepakat untuk mendudukkan Haji Bakir sebagai penggantinya. Sementara penguasa di Istanbul mengangkat Hasan bin Khairuddin sebagai pemimpin baru sebagai pemimpin di wilayah itu. (Tarikh 'Aam Al-Jazair; Abdur Rahman Al-Jallali, 3/84.)


Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----