Page

KEBIJAKAN PEMERINTAHAN Gubernur Khilafah Utsmaniyah SALEH RAYIS



KEBIJAKAN PEMERINTAHAN SALEH RAYIS

DALAM melakukan kebijakan di negeri Aljazair, Saleh Rayis berusaha untuk merealisasikan dua hal: Pertama, merealisasikan kesatuan secara umum antara wilayah-wilayah yang ada di Aljazair. Kedua, memasukkan sisa-sisa gurun di Aljazair sebagai bagian dari kesatuan, sehingga dia bisa memusatkan diri untuk Andalusia.

Sedangkan dalam kebijakan luar negerinya, dia menginginkan terwujudnya tiga hal: (1) Mengusir Spanyol untuk selama-lamanya dari Aljazair; [2] Meletakkan batasan yang pasti agar tidak ada serangan mendadak yang dilakukan oleh pemerintahan Maghrib (Maroko) pimpinan Al-Sa'di; (3) Mengumumkan jihad umum lewat darat dan laut dengan cara memimpin pasukan Islam untuk merebut negeri Andalusia. (Juhud AI-Utsmaniyyun Li Inqadzi Al-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 366.)

Saleh Rayis memulai awal pemerintahannya dengan melakukan konsolidasi internal. Dia mampu menundukkan kerajaan-kerajaan kecil berkat pengaruh pemerintahan Utsmani. Dengan demikian, posisi pemerintahan Utsmani menjadi lebih kuat dari masa-masa sebelumnya. Setelah itu Saleh Rayis memulai perjalanannya menuju wilayah Maghrib paling barat. Perjalanannya ini diuntungkan dengan kondisi yang sedang berkembang di dalam negeri. Dia bekerja sama dengan salah seorang keluarga Bani Waththas yang sedang kehilangan harapan dalam menghadapi pendudukan Spanyol.

Maka bergeraklah pasukan Utsmani bersama Abi Hasun Al-Waththasi dan terjadilah benturan kekuatan antara pasukan Muhammad Syaikh Al-Sa'di dengan pemerintahan Utsmani di dekat Badis (lokasi pendaratan armada Utsmani), dan kekalahan berada di pihak Al Sa'di. Dengan ini, maka terbukalah kesempatan bagi kekuatan Utsmani untuk melanjutkan serangan ke jantung kota. Sebelum tahun 963 H / 1553 M, kota Tazah telah jatuh ke tangan pemerintahan Utsmani yang saat itu sedang terlibat perang dengan pasukan Al Sa'di dalam sebuah peperangan terus-menerus. Di antaranya dalam sebuah peperangan paling besar di Kadiyah Al-Makhali di Fas, tatkala pasukan Utsmani yang dibarengi oleh Abu Hasun maju menuju Fas yang kemudian berhasil masuk pada tanggal 3 bulan Shafar tahun 964 H/ 8 januari 1554 M. (AI-Maghrib fi ’Ahdi Al-Daulat Al-Sa’diyyah, hlm. 80-81.) Sejak saat itulah Maghrib resmi menjadi bagian dari pemerintahan Utsmani, imam-imam masjid mengucapkan khutbahnya dengan menyebut-nyebut nama Sultan Utsmani. (Bidayat Al-Hukm Al-Maghribi fis Sudan AI-Gharbi, hlm. 91.)

Kejadian ini semakin menambah kerisauan pasukan Portugis dan Spanyol, karena mereka melihat armada-armada Utsmani telah menguasai sebagian pelabuhan-pelabuhan yang berada di wilayah Maghrib yang berdekatan dengan pusat-pusat pendudukan mereka. Itu artinya, mereka sudah dekat menuju Andalusia. Dalam surat yang dikirim Raja Portugis jean III kepada Kaisar Charles V, bisa kita baca bagaimana ketakutan itu merayap di tubuh mereka. Dia menulis surat, agar Kaisar segera melakukan intervensi di Maghrib dengan tujuan untuk menghadang lajunya pasukan Utsmani ke negeri itu. Sebab kedatangan mereka merupakan ancaman besar terhadap kekuasaan Portugis dan Spanyol. (AI-Maghrib fi ’Ahdi Al-Daulat Al-Sa’diyyah, hlm. 81.)

Saleh Rayis tinggal di Kota Fas selama empat bulan. Dalam masa tinggalnya selama itu, dia menjamin kemantapan kedudukan pemerintahan Utsmani di tempat itu. Selama di sana dia tidak meninggalkan jihad melawan orang-orang Spanyol. Dia mengirimkan sekelompok pasukan ke pedusunan Maghrib dan berhasil mengambil-alih benteng Badis (Falin) dari tangan pasukan Spanyol. (Harb Tsalatsa Mi 'ah Sanah, hlm. 342.) Selain itu, Saleh Rayis juga berupaya menggantikan Buhasun dengan Syarif Al-Idrisi Al-Rasyidi Maulana Bukabar untuk menjalankan roda pemerintahan di bawah pemerintahan Utsmani, sesuai permintaan kelompok Sufi. Namun pemberontakan sipil memaksa Saleh Rayis mengembalikan Buhasun ke kursi pemerintahan. Pada saat itu, dia menekankan pada Buhasun untuk memenuhi persyaratan pemerintahan Utsmani dalam menjaga wilayah kekuasaan dengan cara mengumandangkan khutbah dengan menyebutkan Sultan Utsmani, serta memberikan tempat bagi tentara Utsmani di Bilathah. (Athwar Al-Alaqah AI-Maghribiyya fi AI-Utsmaniyyah, lbrahim Syahathah, hlm. 147.)

Persiapan Bersama untuk Merebut Andalusia

Tak ada yang menjadi fokus utama Saleh Rayis, kecuali untuk memerangi Spanyol. Tidak ada tujuan yang lebih menjadi prioritasnya, kecuali menghimpun kekuatan Islam demi membersihkan negerinya dari keberadaan pasukan Nasrani. Dia melihat bahwa pengusiran orang-orang Spanyol dari Wahran akan menjadi pekerjaan pertama kali, sebelum dia turun ke Andalusia. Namun bagaimana semua itu bisa tercapai, sedangkan Sultan Sa'di di Maghrib selalu mencari-cari celah menyerang? Demikian juga dengan Sultan Qal'ah Bani Abbas yang berada di Bajayah sedang mendeklarasikan kemerdekaannya.

Saat itu datang kabar kepada Saleh Rayis tentang lemahnya kekuatan pemerintahan Spanyol di Kota Bajayah, selain karena tentara mereka juga mendapat tekanan dan ruang geraknya semakin sempit. Saleh Rayis melihat ini sebagai peluang, maka dia segera melakukan pembersihan di wilayah Timur dari orang-orang Spanyol, sebelum dia membersihkan wilayah bagian Barat. Dengan harapan bahwa pembersihan wilayah Timur akan memiliki dampak mengembalikan Raja Bajayah ke dalam lingkungan kesatuan Islam. Di bawah tekanan penduduk, Saleh Rayis berangkat menuju kota Bajayah pada bulan Rabiul Awal 963 H/Januari 1555 M. Dia membawa pasukan dalam jumlah besar yang terdiri dari 30.000 pasukan. Di tengah perjalanan mereka mendapat bantuan dari mujahidin yang datang dari Emirat Kuku. Maka pasukan Utsmani semakin kuat dan mereka segera mengepung kota. Pada saat itu pula pasukan Utsmani datang membawa senjata dan meriam. Sementara itu kaum muslimin terus-menerus melayangkan lontaran-lontaran peluru meriam ke benteng. (Harb Tsalatsa Mi'ah Sanah, hlm. 344.) Maka berkecemuklah peperangan yang sangat sengit dan berakhir dengan keberhasilan Saleh Rayis mengambil alih Bajayah dari Spanyol pada bulan Dzul-Qa'dah tahun 963 H / September 1555 M. Penguasa Napoli (italia) tidak mampu menolong penguasa Bajayah tepat pada waktunya, (Tarikh Al-jazair AI-Hadits, Muhammad Khairu Fans, hlm. 41) sedangkan penguasa Spanyol di sana menyerah kepada kekuatan Utsmani. (Tarikh AI-jazair AI-'Aam (3/88).)

Terbunuhnya Buhasun AI-Waththasi

Buhasun menghadapi persaingan keras Muhammad Syaikh As-Sa'di yang telah mengumpulkan kekuatan dari Sus dan Hauz. Kemudian datang bala tentaranya sampai ke perairan Ahwaz Fas. (Tarikh Afriqa aI-Syamaliyyah, Charles Golian (1 / 344).) Setelah penarikan pasukan Utsmani, Buhasun telah mempersiapkan pasukan dan alat-alat perang selama 8 bulan. Setelah itu, dia memerintahkan pasukannya keluar untuk berhadapan dengan Muhammad Syaikh dan sampai di Marakisy. Tatkala kedua pasukan telah berhadap-hadapan terjadilah peperangan yang sangat sengit antara keduanya. Dalam perang itu Buhasun mampu mengalahkan pasukan Sa'di dengan kekalahan yang sangat memedihkan, hingga mereka harus lintangpukang kembali ke tempat semula.

Setelah itu Buhasun mengirimkan seseorang kepada Muhammad Syaikh dan berkata: "Keluarlah engkau dan anak-anakmu untuk menemuiku, sedangkan aku akan keluar sendiri kepadamu, dan kita biarkan kaum muslimin tidak terlibat dalam peperangan." Maka muncullah Muhammad dan dia kembali menemui orangtuanya dan enam saudaranya. Mereka semua datang mengeroyok Buhasun yang sendirian. Kemudian Buhasun berusaha mengusir mereka, hingga dia terlempar dari pelana kudanya. Saat terjatuh itulah, Buhasun ditusuk oleh Muhammad dan saudara-saudaranya. Kepalanya kemudian dipenggal, lalu dibawa kepada hadapan pasukannya. Maka seketika itu menyerahlah pasukan Buhasun tanpa melalui peperangan, dan Muhammad Syaikh mengambil alih Fas. (Tarikh AI-Daulat AI-Sa'diyyah, pengarangnya tidak menyebutkan nama, hlm. 20-21.)

Demikianlah Buhasun meninggal setelah 9 bulan menjabat kembali sebagai Penguasa Fas. Walaupun dengan kematiannya hilang kesempatan untuk mendeklarasikan kekuasaan pemerintahan Utsmani di Fas, namun peristiwa-peristiwa ini menunjukkan masih ada peluang sangat luas bagi pemerintahan Utsmani untuk menerapkan perang lokal di wilayah Maghrib. Apalagi Muhammad Syaikh Sa'di dengan mengibarkan pembersihan terhadap pasukan Utsmani di negeri-negeri Maghrib, telah membunuh lebih dari 200 orang-orang terkemuka di Fas dan utamanya dua orang fakih yang sangat terkenal, seorang hakim bernama Wali Muhammad Abdul Wahhab Az-Zaqqaq, dan seorang khatib bernama Wali Al-Hasan Ali. (Athwar AI-'Alaqaat Al-Maghribiyyah, hlm. 147.)



Referensi: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----