Page

Kaki Tangan Penjajahan Gaya Baru



Siapa Mereka?

Sebuah tumpeng besar setinggi 7 meter dibuat oleh relawan Jokowi di Tugu Proklamasi, Jakarta menandai kemenangan Jokowi-JK. Menjelang maghrib, tumpeng itu kemudian dipotong. Sebelumnya, doa lintas agama dikumandangkan. Tak lupa salam 'metal’ diacungkan. Jokowi pun sumringah [baca: gembira] di tengah pendukungnya.

Relawan ini berasal dari berbagai elemen. Di sana ada kader PDI Perjuangan, kelompok Kristen, kelompok kiri, kalangan liberal, pemuja HAM, dan lainnya. Mereka bersuka cita menyambut tokoh mereka ke pentas kekuasaan lima tahun ke depan.

Kalangan Minoritas

Media Katolik internasional http ://indonesia.ucanews.com/ beberapa saat setelah hasil quick count keluar, langsung menurunkan sebuah liputan berjudul: ”Kelompok Minoritas Sambut Kemenangan Jokowi Berdasarkan Quick Count”. Media ini mewawancarai kelompok-kelompok pendukung Jokowi.

Di antaranya adalah kalangan Syiah. Dedengkot Syiah Jalaludin Rahmat, berharap Jokowi bisa menyelesaikan persoalan yang dihadapi kelompok minoritas agama. ”Paling tidak, ia tidak punya beban moril untuk menindak kelompok-kelompok intoleran yang selama ini menjadi pemicu persoalan,” kata anggota DPR terpilih dari PDIP ini.

Pendeta Palti Panjaitan dari HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) Filadelfia di Bekasi, Jawa Barat, mengatakan bahwa Jokowi telah membuktikan rekam jejaknya dalam mengatasi kasus-kasus intoleransi agama.

"Ini membuat kami bisa berkata, ia bisa membawa perubahan dalam menghadapi kasus-kasus intoleransi. Selama ini persoalan kita, presiden tidak memiliki komitmen jelas. Ia memang beberapa kali mengatakan bahwa ia menghormati kebebasan beragama, tapi tidak ada langkah konkret yang ia ambil,” katanya.

Sementara itu Firdaus Mubarik, juru bicara Jamaah Ahmadiyah lndonesia (JAI), berharap Jokowi menyelesaikan masalah Ahmadiyah. ”Kami berharap kemenangan Jokowi yang hadir sebagai pemimpin dengan karakter berbeda dari pemimpin sebelumnya bisa mengatasi situasi ini. Yang kami inginkan, presiden memiliki keberpihakan tegas pada kebhinnekaan. Jokowi sudah tunjukkan itu, tidak hanya dengan kata-kata tapi juga dengan tindakan," lanjutnya.

Sedangkan Hendrikus Masan Hena, Humas Paroki St. Joannes Baptista di Parung, Bogor, Jawa Barat, meminta Jokowi bisa merevisi SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang pendirian rumah ibadah. ”Jika tidak bisa merevisi SKB itu. lebih baik menghapusnya,” tulis media tersebut.

Dukungan pun datang dari Wakil Direktur Asia Pasifik Amnesty International Rupert Abbott. Ia mendesak presiden yang baru agar melakukan suatu penilaian yang mendalam tentang hak asasi manusia di Indonesia selama satu dekade terakhir. Pihaknya juga mendesak Jokowi menghapus UU tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama dan SKB tahun 2008 tentang Ahmadiyah.

Mantan anggota DPR RI Mashadi menilai ada tiga kelompok yang sangat senang dengan Jokowi-JK menang. Mereka adalah pertama, kafir musyrik yakni Yahudi dan Nasrani; kedua, konglomerat hitam dan konglomerat Cina anti Islam; dan ketiga, kebatilan. "Realitasnya yang mendukung Jokowi kan itu," tandasnya.

Sama seperti Mashadi, Direktur IRESS Marwan Batubara sepakat para konglomerat lah yang sangat senang dengan kemenangan Jokowi. Mereka akan lebih menancapkan kukunya di sektor ekonomi.

Selain itu, menurut Marwan, adalah negara asing yang memang punya kepentingan yang terus mendominasi sektor ekonomi keuangan dan sektor-sektor lainnya secara keseluruhan baik di sisi politik, ekonomi, sosial, budaya dsb. "Atau minimal akan menguasai sumber daya alam kita, sumber daya ekonomi kita agar tetap mereka kuasai,” jelasnya.

Kaki Tangan AS

Menarik apa yang ditulis oleh M Sembodo, penulis buku Pater Beek, Freemason dan CIA. Dalam analisnya menyebut tiga kelompok di balik Jokowi.

Menurutnya, Jokowi sebetulnya tidak lebih hanyalah boneka bunraku. Boneka tersebut dimainkan dalam pertunjukkan sandiwara Jepang untuk menghibur kalangan bangsawan. Dan bangsawan-bangsawan yang terhibur dengan boneka bunraku bernama Jokowi adalah: fundamentalis Katolik (CSIS/Kasebul), fundamentalis Kristen (James Riyadi dkk) dan PSI (Goenawan Mohamad dkk). ”Yang ketiganya merupakan kaki tangan ndoro-ndoro di Amerika Serikat sana,” tulisnya dalam situs tikusmerah.com (16/4/2014).

Peran CSIS (Centre for Strategic and International Studies) yang dulu menjadi think-tank rezim Orde Baru ini terlihat dalam pertemuan Jokowi-Megawati dan Dubes Amerika Serikat serta Dubes Vatikan di rumah pengusaha Jacob Soetoyo. Ternyata Jacob bukan sekadar pengusaha, tapi ia adalah bagian dari CSIS. “Tentu banyak yang terperangah ketika Jacob Soetoyo bisa mempertemukan beberapa duta besar negara-negara “hiu” dengan Jokowi dan Megawati,” paparnya.

CSIS sendiri dikenal sepanjang sejarah Orde Baru sangat anti Islam. Sebab, pendiriannya tak lepas dari Kasebul (Kaderisasi Sebulan) yang didirikan oleh Pater Beek, rohaniawan Jesuit asal Belanda yang berpandangan Islam sebagai musuh setelah komunis tumbang. Di dalamnya pun ada pengusaha Jusuf Wanandi.

Menurut Sembodo, munculnya Jacob ini tidak lepas dari persaingan para cukong di lingkaran Jokowi sendiri. James Riyadi, seorang fundamentalis Kristen, telah mendukung Jokowi sejak awal. James dikenal sebagai konglomerat sukses di dalam dan luar negeri serta punya hubungan yang sangat erat dengan Partai Republik di AS. "Walaupun sama-sama memusuhi Islam, antara fundamentalis Katolik dan fundamentalis Kristen terjadi permusuhan yang sengit,” jelasnya.

Di luar itu ada lagi kelompok yang melingkari Jokowi yakni faksi Partai Sosialis Indonesia (PSI). Tokohnya adalah Goenawan Mohamad. Ia menggunakan jaringan-jaringan yang dimilikinya seperti Jaringan Islam Liberal (JIL), Tempo grup sampai orang-orang kiri.

Menurut Sembodo, selain Goenawan, ada faksi PSI yang dikomandoi oleh Jakob Oetama dengan kelompok Kompas-nya. Mereka mempunyai media nasional yang sudah sejak lama telah menggoreng Jokowi lewat pemberitaan-pemberitaannya. Sebagai sesama Katolik, Kompas grup tentu bisa bekerja sama dengan kubu CSIS. [] mj dari berbagai sumber

Lingkaran Jokowi

Sebelum benar-benar menduduki tampuk kekuasaan, Jokowi membentuk Tim Transisi. Tim ini diketuai oleh Rini Mariani Soemarno. Ia adalah mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan di era Megawati. Ia sempat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyelidikan KPK soal SKL (Surat Keterangan Lunas) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) beberapa waktu lalu. Di masanya beberapa BUMN lepas ke pihak asing.

Rini dibantu oleh empat staf deputi antara lain Hasto Kristianto, Sekretaris Tim Pemenangan I Andi Widjajanto, Sekretaris Tim Pemenangan II Faisal Akbar, dan Juru Bicara Tim Pemenangan Jokowi JK Anies Baswedan.

Hasto adalah seorang Katolik tulen. Ia mengaku niatnya yang bulat untuk terjun ke dunia politik tak lepas dari campur tangan gereja. Bahkan, hingga kini, Hasto masih melakukan bimbingan rohani dengan Pastor Herman Joseph Suhardiyanto SJ.

Sedangkan Andi Widjajanto adalah anak petinggi PDIP dan penasihat Megawati, Theo Syafei -tokoh PDIP yang sangat benci terhadap Islam. Andi, seperti bapaknya, beragama Kristen. Dosen UI ini punya peran besar di lingkaran Jokowi.

Di luar itu ada penasihat Tim Transisi. Di antaranya adalah mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono. Rekam jejaknya kepada umat Islam tergolong buruk. Ia dianggap bertanggung jawab terhadap kasus Talangsari, Lampung yang menyebabkan korban umat Islam. Pernyataan-pernyataannya juga sering menyudutkan umat Islam.

Kalaupun dalam tim itu ada orang Muslim, mereka adalah orang yang keberpihakannya kepada umat sangat rendah. Bisa dikatakan liberal. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 134, September 2014
---