Page

Felix Y. Siauw: Islam Di Atas Segalanya


ilustrasi dakwah ideologi Islam

Islam Di Atas Segalanya

Oleh: Felix Y. Siauw, member @YukNgajiID

Coba lakukan tes sederhana ini. Tanyakan pada orang yang tidak Anda kenal sebelumnya yang Muslim, dengan daftar pertanyaan seperti ini, "Maaf namanya siapa? Tinggal di mana? Lahirnya di mana? Dari suku apa? Pendidikan terakhirnya apa? Jenis kelaminnya apa? Kebangsaannya apa? Agamanya apa?”

Catat baik-baik jawaban dari delapan pertanyaan itu, dan itu artinya identitas. Misalnya, “nama saya Felix Siauw, saya lahir di Palembang, sekarang tinggal di Jakarta, dari suku/etnis Tionghoa, lulusan S1 IPB, Lelaki, Indonesia, Islam,” artinya itu identitas saya.

Setelah menanyakan daftar pertanyaan tadi, mintalah responden kita untuk menjawab. Di antara delapan jawaban identitas tadi, pilih tiga identitas yang paling penting baginya, catat lagi. Kalau saya akan menjawab, "Saya Felix, Lelaki, Islam". Biasanya kebanyakan orang akan memasukkan Islam sebagai yang paling penting baginya, bila dia tidak masukkan Islam, coba perjelas, ”Yakin Islam nggak masuk paling penting?" Biasanya akan dikoreksi lalu dimasukkan jadi daftar tiga identitas paling penting.

Lalu mintalah responden untuk memilih lagi, seandainya hanya satu saja identitas yang boleh dipegang, yang mana yang akan dia pertahankan? Sejauh saya menanyakan hal ini, 100 persen mereka akan menjawab tanpa ragu; Islam. Mengapa, sebab bagi sebagian besar kita, insyaAllah Islamlah yang paling penting dan paling utama dalam hidup kita. Dan apa konsekuensi tes sederhana kita tadi? Kita ingin membuktikan apa yang paling penting bagi seseorang.

Konsekuensinya adalah, bila saya menjawab ”Islam” sebagai identitas paling penting, artinya saya bisa jadi mati bukan sebagai orang Indonesia, dan itu tidak mengapa, yang penting saya mati dalam Islam. Tidak masalah bila saya kaya atau miskin, lulusan manapun, yang penting adalah saya tetap Muslim.

Bisa jadi saya tidak dilahirkan di Palembang, bisa jadi saya bukan suku Chinese, tapi saya tetap ingin menjadi seorang Muslim. Sebab apapun boleh ditawar, apapun boleh disesuaikan, tapi Islam tidak boleh, karena Islam adalah yang paling penting dalam hidup saya.

Sebab lahir di mana, siapa namanya, sukunya apa, keturunan mana, itu bukan pilihan yang saya ambil, hingga saya tak bisa membanggakannya, tapi Islam adalah pilihan bagi saya, karena itu saya membanggakan Islam, dan mempertahankannya, itu konsekuensinya.

Maka bila ada sesuatu, konsekuensinya saya akan mendahulukan Islam di atas segalanya. Sebab asal Islam, tiada masalah apa suku/etnisnya, apa pekerjaannya, di mana lahirnya, lulusan apa, jenis kelamin dan apa kebangsaannya, bila dia sudah syahadat, maka dia saudara kita, itu yang penting.

Maka sangat aneh, ketika ada yang mengatakan ”Ayat konstitusi itu di atas ayat suci, agama harus tunduk pada negara”. Perkataan ini menandakan pemahaman dan isi hatinya, sebab pastilah Islam bukan sesuatu yang paling penting baginya, hingga ditaruh di bawah konstitusi yang itu adalah hasil kesepakatan manusia.

Harusnya kita berpikir sederhana. Jika kita meyakini Allah menciptakan kita, dan kepada Allah kita semua akan dikembalikan, maka sudah sepantasnya kita di dunia hanya beribadah pada Allah dan menggunakan semua aturan Allah dalam kehidupan kita.

Jika ada hal lain yang bertentangan dengan Islam, tentu Islam yang harus didahulukan. Sebab Islam di atas segala-galanya, tidak hanya dunia juga akhirat. Sebab Islam akan berjaya tanpa kita, tapi kita tak ada artinya tanpa Islam.

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 188
---