Page

Oase Ruhiyah Di Tengah Perjalanan



H. Husen Saleh Thalib, Pendiri Dan Pemilik Rest Area Aliyah
Syariah Dan Khilafah Kebutuhan Semua Orang

Menurut pendiri dan pemilik Rest Area Aliyah H Husen Saleh Thalib, seorang Muslim di manapun dilahirkan, di manapun berada harus patuh dan tunduk kepada syariat Islam. “Dan itu semua sudah tertera di dalam garis-garis prinsip keislaman kita,” ungkap pemilik Supermarket Mebel Sakinah Plus Factory Outlet Spring Bed n Furniture Center dan Sakinah Office tersebut.

Ketua PC Al Irsyad Al lslamiyyah Kabupaten Karawang tersebut juga menyatakan setiap Muslim itu adalah pemimpin apalagi dia seorang laki-laki. Memimpin dirinya, memimpin keluarganya, bahkan memimpin umatnya. Dan sejarah telah membuktikan bahwa kaum Muslimin itu membutuhkan kepemimpinan yang lebih luas lagi.

“Jadi syariah dan khilafah itu pasti kebutuhan semua orang Islam, lepas dari apakah dia Hizbut Tahrir atau bukan, kita bisa lihat kembali pada sejarah. Kita bersatu ketika memiliki khalifah dan ketika tiada, kita bercerai-berai seperti sekarang ini,” ungkap lelaki yang kerap membagikan dua puluh tabloid Media Umat dan dua puluh majalah Al Wa'ie setiap bulannya kepada pelanggan mebelnya itu. []

Masjid Jami' Aliyah, Rest Area Karawang Barat, Karawang, Jawa Barat

Oase Ruhiyah Di Tengah Perjalanan

Bagi Anda yang kangen mendengarkan ceramah sambil menunggu buka puasa, ada baiknya berkunjung ke Masjid Jami‘ Aliyah pada Senin atau Kamis sore. Suasana Ramadhan akan ditemukan di masjid yang berlokasi di Rest Area sekitar 3 Km dari pintu keluar tol Karawang Barat, Karawang, Jawa Barat.

Di halaman masjid terdapat sekitar tujuh payung tenda besar berwarna putih layaknya di Masjid Nabawi. Sejak 30 menit menjelang Maghrib, para jamaah mendengarkan tausiah dan mengambil takjil di tenda-tenda yang meniru tenda di Tanah Suci. ”Sudah dua tahun komunitas shaum Senin-Kamis ini berjalan,” ujar A Ghofir Syafii, pengelola Rest Area Aliyah kepada Media Umat beberapa waktu lalu.

Panas teriknya matahari di siang bolong perlahan berangsur sirna begitu masuk masjid seluas 3.000 meter persegi tanpa dinding maupun daun pintu depan tersebut, pasalnya, masjid marmer bercorak urat kayu dipasang beberapa AC berdiri yang berkapasitas besar. Agar rasa dinginnya tidak cepat sirna, kanan kiri masjid terpaksa menggunakan dinding tapi dari kaca sehingga sekilas terlihat blong begitu saja. Bukan hanya masjid, kesan bersih dan indah pun akan ditemui jamaah di tempat wudhu maupun WC.

Menurut Ghofir, setiap harinya ada sekitar 400 jamaah yang hadir untuk shalat, menimba ilmu maupun makan di rest area ini. Menimba ilmu? Iya. Karena rest area tersebut tidak hanya menyediakan fasilitas untuk shalat dan makan, tetapi banyak juga menyelenggarakan berbagai kegiatan yang sarat ilmu bagi musafir maupun warga sekitar.

Oase Ruhiyah

Aliyah berdiri berawal dari keprihatinan seorang warga Karawang H Husen Saleh Thalib yang kerap melewati Jalan Tarumanegara Interchange Tol Karawang Barat, bila hendak berangkat/pulang dari Jakarta maupun Bandung. ”Sepanjang tujuh kilometer dari pintu tol tidak ada masjid!” ungkap kakek 65 tahun yang akrab disapa Abah tersebut.

Maka Abah bertekad mendirikan masjid yang sifat dan tujuannya untuk menjawab kebutuhan umat yang sedang musafir. Sehingga orang dapat dengan mudah beribadah. Pada 2010, salah satu pengusaha mebel terbesar di Karawang tersebut membeli tanah seluas 15.916 meter persegi. Sedangkan untuk membangun masjidnya, ia pun menjual sekitar 4000 meter dari tanah tersebut, sehingga pada 2012 berdirilah Masjid Jami' Aliyah. Nama Aliyah diambil dari nama anak keduanya agar tidak ngiri dengan anak Abah yang pertama yakni Sakinah. ”Sakinah sudah dijadikan nama usaha mebel Abah,” ungkap Ghofir. Diharapkan masjid ini menjadi oase ruhiyah di tengah perjalanan musafir.

Dari awal berdiri, Aliyah membuka kelas tahsin dan tahfidz gratis di samping memfasilitasi shalat fardu. Imam dan muazin baik yang tetap maupun terbang, dipersiapkan. Shalat dan khutbah Jumat juga ditetapkan kriteria khatibnya.

”Ya, seperti beliau ini kriterianya,” ujar Ghofir sambil menunjuk aktivis Hizbut Tahrir lndonesia (HTI) Karawang Abu Hamzah yang hadir mendampingi anjangsana Media Umat.

Nu maca mah teu ningali atuh (yang membaca tidak melihat dong),” ujar Abu Hamzah dengan nada lucu khas orang Sunda yang langsung disambut tawa.

Setelah berhenti tertawa, Ghofir lalu merinci kriterianya. ”Yang memiliki kapasitas besar dalam bacaan Al Qur'annya, cara penyampaiannya menarik dan materi khutbah yang dapat mengangkat tentang kisah Rasul dan sahabat yang dikaitkan dengan kejadian-kejadian kekinian. Sehingga jamaah shalat Jumat tetap melotot mendengarkan khutbah," ujarnya.

Di samping itu, ada kajian fiqih pekan kedua ba'da magrib Sabtu malam Ahad. Sedangkan pekan keempat di waktu yang sama kajian tafsir yang bertema ekonomi syariah.

Mabit per tiga bulan sekali. "Untuk bulan ini jatuh pada 30 Oktober. Gratis untuk semua kalangan lelaki dan perempuan. Acaranya kerja sama dengan Yayasan Ar Ridwan, SMP-SMP dll,” Ghofir berpromosi.

Banyak seminar ilmiah diadakan, yang sifatnya pendidikan, ada juga untuk remaja, keluarga, motivasi, dll. Banyak juga musafir yang mengusulkan temanya sendiri untuk disampaikan pada seminar berikutnya. Pada momentum tertentu ada juga bazar buku.

Aliyah juga memfasilitasi donor darah empat bulan sekali bekerja sama dengan Palang Merah lndonesia (PMI). Pelatihan thibun nabawi selama ini sudah berjalan, berdasarkan permintaan jamaah rencananya akan ada pelatihan ternak kambing/domba.

Kegiatan Ramadhan juga difasilitasi Aliyah, mulai dari ta'jil berbuka puasa setiap hari, itikaf dan sahur di sepuluh hari terakhir. Semua disediakan secara gratis. Setiap hari berbuka puasa diikuti sekitar 300 jamaah.

Jadwal imam dan penceramah tarawih dan kultumnya untuk 2016 juga bahkan sudah disusun bersamaan dengan menyusun semua agenda kegiatan masjid lainnya dan masih ada peluang bagi lainnya untuk mendapatkan jadwal di sela-sela itu.

Semua lapisan bisa memakmurkan dengan berbagai kegiatan di Aliyah. ”Tapi kami tidak menolelir Parpol berkegiatan di sini, selain itu juga kami tidak mentolelir aliran sesat seperti Syiah dan Ahmadiyah,” tegas Ghofir.

Jadwal kegiatan untuk 2016 juga sudah hampir penuh. Ada dua kegiatan besar yang diselenggarakan Salafi dan dua kegiatan besar yang diselenggarakan HTI pada 2016 nanti.

Kegiatan yang terbaru tentu saja shalat ldul Adha dan pemotongan hewan qurban. Aliyah juga punya database mustahiq sebanyak 1.739 orang, mulai dari warga lingkungan masjid, tukang becak, tukang atur jalan, hingga tukang sampah.

Selain kegiatan di masjid, kiprah Aliyah merambah ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Karawang Kelas ZB, setiap bulan empat kali untuk membina narapidana dengan kajian keislaman dan wirausaha.

Maka tidak aneh, biaya pengeluaran masjid bernuansa padang pasir ini cukup tinggi. Di Ramadhan sekitar Rp 120-150 juta. Kalau di bulan lainnya sekitar Rp 40 jutaan.

"Alhamdulillah, semuanya tertutup oleh infak dan shadaqah jamaah masjid. Kalau ada kekurangan, baru kita minta subsidi kepada Abah,” ungkapnya yang mengaku pada 1,5 tahun pertama seluruh biaya full disubsidi Abah.

Sedangkan manajemen Rest Area Aliyah ini terbagi dua, antara yang nonprofit yakni Masjid Aliyah dan segala kegiatannya serta yang profit, yakni rumah makan Padang Sederhana sejak 2013 lalu, kemudian disusul rumah makan Sunda sh sd. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 160, Oktober-Nopember 2015
---