Page

Jumlah Homo Terlaknat Meningkat Pesat Di Depok, Astaghfirullah



Astaghfirullah, Di Depok Jumlah Homo Terlaknat Meningkat Pesat

Bukannya berkurang, jumlah lelaki penyuka pria alias kaum homo terlaknat meningkat pesat. Hingga tahun ini (2015) mencapai 6.000-an dari tahun sebelumnya yang 5.000-an orang.

Data tersebut diungkap Komisi Penanggulangan Aids (KPA). Tercatat, ada sekitar 5.791 pria di Kota Depok melakukan seks sesama jenis selama periode Januari hingga Agustus 2015. Sebelumnya pada 2014 jumlah kaum homo tercatat sebanyak 4.932.

"Seiring meningkatnya perilaku penyimpangan seks tersebut, angka ODHA (pengidap HIV/AIDS) di Kota Depok pun ikut meningkat. Tahun 2014 tercatat, ada sekitar 426 ODHA, dan pada tahun 2015 ini mencapai 488 kasus dengan 27 orang di antaranya meninggal dunia," ujar Sekretaris KPA Kota Depok, Herry Kuntowo di Depok, Selasa (17/11/2015).

Herry melanjutkan, ada juga para pria tersebut yang murni melakukan hubungan seks menyimpang karena transaksi. Pelakunya bahkan ada yang sudah memiliki keluarga dan istri. Banyak alasan, ada yang karena tidak berisiko hamil. Terlepas dari itu semua, faktor lemahnya iman menjadi penyebab perilaku menyimpang ini berkembang. "Dan ini harus menjadi perhatian kita semua," katanya.

Menurut Herry, berdasarkan penelusuran KPA, Lelaki Suka Lelaki (LSL) di Kota Depok telah memiliki komunitas. Namun keberadaannya masih sulit terdeteksi. Tapi, titik terbanyak para homo ini berkumpul di kawasan Jalan Margonda, yang merupakan pusat Kota Depok.

”Biasanya mereka berkumpul di pusat perbelanjaan. Karena masih menutup diri dan tak mau terbuka, kami pun kesulitan untuk memberikan penyuluhan,” tuturnya.

Namun, berdasarkan penelusuran Media Umat di media sosial, mereka kerap mempromosikan perilaku bejatnya di facebook hingga twitter dan menamakan diri dengan berbagai komunitas sesuai dengan nama-nama kecamatan di Depok.

Menurut penulis buku Detik-Detik Penghancuran KeIuarga, Iwan Januar, bukan hanya di Depok, homo alias gay di tanah air sebenarnya memang cukup banyak dan bergerak secara laten. ”Ini karena gaya hidup masyarakat di tanah air semakin permisif. Mereka membentuk komunitas meski masih secara diam-diam," katanya.

Namun di era pemerintahan Jokowi ini arus liberalisme semakin kuat. ”Kita bisa melihat warna ideologi barisan pendukung Jokowi-JK ini kaum liberalis radikal,” terangnya.

Mereka mendapatkan wadah aspirasi dalam pemerintahan Jokowi-JK. Dari sinilah muncul keberanian untuk tampil ke permukaan, termasuk berupaya agar masyarakat dapat menerima eksistensi mereka dan ujungnya ada legitimasi hukum hingga ke arah pernikahan.

Tengok saja media massa pendukung Jokowi-JK cukup sering mengangkat tema ini. Tujuannya adalah publik bisa menerima eksistensi kaum LGBT. Dimunculkanlah teori gay genetis, teori “perempuan terperangkap“ dalam tubuh pria, sampai ujungnya alasan HAM dan demokrasi.

Jadi ini adalah konsekuensi dari demokrasi dan liberalisme. Dalam demokrasi, negara dan publik harus menjamin kebebasan dan semua hak warga, termasuk hak ekspresi seksual mereka. ”Kalau tidak mau ada penyimpangan ala LGBT ini ya jangan pakai demokrasi. Pakai Islam. Selesai," pungkasnya. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 163, Desember 2015
---