Page

Muslimah Berjuang


 

Bu Nyai Fatimatuz Zahro mengaku mengenal nama Hizbut Tahrir Indonesia sudah cukup lama. “Namun keinginan untuk bergabung bersama Hizbut Tahrir bagi saya ibarat pungguk merindukan bulan. Sampai akhirnya beberapa bulan lalu beberapa anggota Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia datang ke pondok pesantren saya dan menyampaikan syariah dan khilafah. Subhanallah, saya sangat bersyukur kepada Allah, seperti pucuk dicinta ulam tiba, saya langsung sepakat dengan perjuangan HTI,” cerita Bu Nyai Fatimah tentang perjalanannya mengenal HTI, hingga bertekad berjuang bersama menegakkan khilafah.

Sekitar dua ratus muballighoh yang hadir dalam pertemuan Ahad, 2 Mei 2010, bersama-sama menandatangi amanah amah lil muballighoh. Mereka berkomitmen akan berupaya sungguh-sungguh mengoptimalkan potensi dan kedudukan yang dimiliki sebagai pembina umat khususnya muslimah dalam rangka penegakkan khilafah. Visi pembinaan muballighah adalah: “Menjadi perempuan unggul sebagai ummun wa robbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) yang melahirkan generasi cerdas taqwa pejuang syariah dan khilafah serta sebagai mitra laki-laki dalam membangun masyarakat Islam. Para muballighah juga mendukung penuh upaya yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia, termasuk Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia didalamnya, yang senantiasa sungguh-sungguh berjuang dalam menegakkan khilafah.

Dalam pertemuan muballighoh itu, Ustadzah Nurul Izzati anggota DPD Surabaya Muslimah HTI membacakan orasi tentang Khilafah Pembebas Perempuan dari Cengkaraman Kapitalisme. Ustadzah Ilmi Zaidah anggota DPD Surabaya Muslimah HTI membacakan orasi tentang Tanggung Jawab Muballighoh dalam Penegakan Khilafah. Ustadzah Nurul Husna membacakan orasi tentang Seruan Hizbut Tahrir untuk Muballighoh.

Pertemuan muballighoh ini dihadiri para pengasuh pondok pesantren, anggota majelis ta’lim dan muballighoh dari Surabaya, Gresik, Sidoarjo dan Madura. Pasca pertemuan ini akan digelar Daurah lil Muballighoh yang akan diikuti para muballighoh yang telah sepakat berjuang bersama Hizbut Tahrir memperjuangkan tegaknya khilafah.

Dengan sedikit penjelasan, biasanya mereka akan mudah memahami apa sesungguhnya ancaman yang tengah menimpa negeri ini dan apa substansi Khilafah yang tidak lain adalah justru untuk menyelamatkan negeri ini dari ancaman itu.

Adapun yang tidak suka bisa jadi karena ada penyakit dalam hatinya, bisa juga karena mereka telah diuntungkan oleh sistem sekular yang ada sekarang ini. Dari sini sebenarnya kita bisa mengatakan bahwa mereka, termasuk Ulil, yang menentang ide syariah itulah yang tidak menginginkan Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim dan mengakui bahwa kemerdekaan negeri terjadi atas berkat rahmat Allah, menjadi lebih baik di masa mendatang. Mereka juga berarti menginginkan penjajahan (baru) tetap terus berlangsung karena mereka turut diuntungkan meski hal itu telah menyengsarakan rakyat banyak.

orang-orang seperti Ulil dan gerombolannya yang berpaham sekular itulah yang harus dinyatakan membahayakan masa depan. 

Sejak 1953 itu HT terus berjuang dan meluaskan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia. Seruannya ini tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, suku bangsa dan bahasa, juga tidak dibatasi oleh jenis kelamin. Karena itulah, seruan Hizbut Tahrir kini telah berkembang ke seluruh negara Arab di Timur Tengah, termasuk di Afrika seperti Mesir, Libya, Sudan dan Aljazair. Juga ke Turki, Inggris, Perancis, Jerman, Austria, Belanda, dan negara-negara Eropa lainnya hingga ke Amerika Serikat, Rusia, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan, Pakistan, Malaysia, Indonesia, dan Australia. Dengan puluhan juta pengikut dan simpatisan di benua Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika.

Pekikan Allahu Akbar pun membahana di seluruh ruangan. Terlebih dengan hadirnya orator dari luar negeri, Maryam Brack, mubalighah asal Australia. Dengan mengusung tema “Seluruh Dunia Menerima Cahaya Islam dan Berjuang Menegakkan Khilafah”, Maryam menjabarkan, hanya Islam yang bisa membawa manusia pada kebajikan. Karena itu, kata Maryam, kembalinya Islam hanyalah seperti terbitnya fajar, yakni sebuah keniscayaan. “Cahaya Islam yang dikirim Allah ini akan menghilangkan seluruh kegelapan dan seluruh persoalan yang ada di dunia saat ini. Karena itu, merupakan suatu hal yang wajib bagi kita untuk memperjuangkan Syariah dan Khilafah siang malam,” ujarnya.


“Sehingga kalau kita lihat konteks Indonesia kekinian memang penjajahan secara fisik itu tidak ada, tetapi secara ekonomi, politik, budaya, kita dijajah. Mengapa penjajahan non fisik ini tetap ada? Karena memang intelektual kitalah yang dijajah,” ujarnya.

Oleh karenanya, Erwin menandaskan pemuda sekarang haruslah sadar dan bangkit secara intelektual. Terkait dengan itu, mahasiswa Islamlah yang sudah seharusnya menjadi garda terdepan dan menjadi motor penggerak untuk menyatukan dan membangun visi intelektual menuju Indonesia yang lebih baik.

Terbebas dari penghambaan terhadap manusia sehingga hanya perintah dan larangan dari Allah SWT saja yang layak diikuti karena memang hanya Allah SWT yang layak disembah seperti yang telah dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW.

Jadi pergerakan mahasiswa Islam ke depan bukanlah perjuangan revolusioner radikal yang memiliki cita-cita pendek dan dangkal yang akan menggantikan sistem yang satu dengan sistem buatan manusia lainnya. Bukan pula perjuangan yang hanya menggantikan penguasa tiran dengan penguasa tiran lainnya.

Akan tetapi pergerakan mahasiswa Islam ideologis. Berjuang dengan misi pembebasan umat manusia. Membebaskan manusia dari penyembahan kepada manusia menuju penyembahan kepada Allah, Tuhannya manusia. Membebaskan manusia dari sistem buatan manusia menuju sistem buatan Allah SWT, Tuhan semesta raya.

Tibalah acara puncak, semua peserta mengankat tangan kanannya dan mengacungkan jari telunjuk seraya bersumpah dengan sepenuh jiwa. Membaca serentak lima butir sumpah.

Mereka akan terus berjuang tanpa lelah untuk tegaknya syariah Islam dalam naungan Negara Khilafah Islamiyah di Indonesia dan negeri Muslim lainnya secara intelektual dan tanpa kekerasan.

Mereka pun bersumpah dengan sepenuh jiwa bahwa perjuangan itu dilakukan bukan karena sebatas tuntutan sejarah. Namun lebih dari itu. Perjuangan yang mulia tersebut merupakan konsekuensi iman yang mendalam kepada Allah SWT.